close

Teori Hukum Kala Ke-6 M (Zaman Klasik)

Teori Hukum Abad Ke-6 M (Zaman Klasik) 
1. Teori Socrates (470 SM – 399 SM)
Menurut Socrates, sesuai dengan hakikat manusia bahwa hukum ialah tatanan kebajikan dan keadilan bagi umum. Hukum bukanlah aturan yang dibuat untuk melanggengkan, bukan pula aturan untuk menyanggupi naluri hedonisme diri. Hukum sejatinya, yakni tatanan obyektif untuk mencapai kebajikan dan keadilan lazim tadi. Yang itu ialah filsafat dari kebijaksanaan Socrates. 
2. Teori Plato (427 SM – 347 SM)
Pengungkapan kebaikan hanya diterima oleh kaum darah biru (para filsuf). Sebab mereka adalah orang-orang bijaksana. Maka di bawah pemerintahannya, dimungkinkan adanya partisipasi siapa saja dalam ide keadilan. Keadilan bisa tercipta tanpa aturan. Karena yang menjadi penguasa ialah kaum arif berakal, kaum pandai bijaksana yang niscaya merealisasikan theoria (wawasan dan pengertian terbaiknya) dalam tindakan. 
Sebagai pelaksanaan aturan yang dipegang oleh kaum Aristokrat (filsuf), Plato merumuskan standarisasi sebagai berikut: 
a. Hukum untuk menanggulangi fenomena di dunia yang sarat dengan ketidakadilan.
b. Aturan aturan dihimpun dalam kitab, biar tidak muncul kekacauan aturan.
c. Setiap UU harus didahului preambule perihal motif dan tujuan dari UU itu.
d. Membimbing manusia ke arah hidup yang saleh dan sempurna. 
e. Orang yang melanggar UU mesti dihukum, yang bermaksud memperbaiki perilaku adab pelaku. 
3. Teori Aristoteles (384 SM – 322 SM)
Inti manusia budpekerti yang rasional menurut Aristoteles yakni memandang kebenaran (theoria, kontemplasi) sebagai keutamaan hidup (summum bonum). Hal ini manusia dipandu dua tugas, adalah logika dan adab. Akal (ratio, nalar) memandu pada pengenalan hal yang benar dan yang salah secara logika murni. Sedang akhlak memandu insan untuk menentukan jalan tengah antara dua ekstrim yang berlawanan, tergolong dalam memilih keadilan (sikap moderat). 
Dasar teori Aristoteles menempatkan “perasaan sosial etis” dalam ranah keadilan yang bertumpu terhadap tiga prinsip keadilan umum, yakni honeste vivere, alterum non laedere, sum quique tribuere (hidup secara terhormat, tidak mengganggu orang lain dan memberi kepada tiap orang bagiannya). Prinsip ini standar dari apa yang benar, baik dan tepat dalam hidup sehingga mengikat siapa pun, baik penduduk maupun penguasa.
4. Teori Epicurus (341 SM – 270 SM)
Terputusnya relasi individu insan dengan negara, sehingga individu tidak lagi mengabdi pada komunitas, tergolong negara. Sehingga afiliasi apapun (negara) yaitu kepentingan-kepentingan perorangan. Karena sifat dasar manusia yaitu individualistis. Kaprikornus, aturan (hukum publik) dipandang selaku tatanan untuk melindungi kepentingan-kepentingan individual. Termasuk didalamnya gagasan persetujuan sosial, ditetapkannya UU dan kesepakatan diantara warga negara dan untuk menyingkir dari munculnya ketidakadilan. Yang kesemuanya itu bermuara terhadap kepentingan individu-individu, demi menciptakan ketertiban dan keselamatan bagi mereka.