close

Teori Differential Association / Perkumpulan Diferensial

Terminologi atau ungkapan kriminologi pertama kali dipergunakan antropolog Prancis, Paul Topiward dari kata crimen (kejahatan/penjahat) dan logos (ilmu pengetahuan). Kemudian Edwin H. Sutherland dan DonaldR. Cressey menyebutkan kriminologi sebagai :

“…. the body of knowledge regarding delinquency and crime as social phenomenon. It includes within its scope the process of making law,the breaking of laws, and reacting to word the breaking of laws …” (“…. badan pengetahuan wacana kenakalan dan kejahatan sebagai fenomena sosial. Ini termasuk dalam ruang lingkup proses pengerjaan aturan, melanggar aturan, dan bereaksi terhadap kata melanggar hukum … “)

Melalui optik tersebut maka kriminologi berorientasi pada:

  • Pertama, pengerjaan aturan yang mampu mencakup telaah konsep kejahatan, siapa pembuat hukum dengan faktor-aspek yang harusdiperhatikan dalam pengerjaan aturan.
  • Kedua, pelanggaran aturan yangdapat mencakup siapa pelakunya, mengapa hingga terjadi pelanggaran aturan tersebut serta faktor-aspek yang mempengaruhinya.
  • Ketiga, reaksi kepada pelanggaran aturan lewat proses peradilan pidana dan reaksimasyarakat.

Kemudian dalam perkembangannya, guna membahas dimensi kejahatan/penjahat, diketahui teori-teori kriminologi. Menurut Williams III dan Marilyn Mc Shane teori itu diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelompok yakni :

  1. golongan teori abstrak atau teori-teori makro (macrotheories). Pada asasnya, teori-teori dalam pembagian terstruktur mengenai inimendeskripsikan hubungan antara kejahatan dengan struktur penduduk . Termasuk ke dalam macrotheories ini ialah teori Anomie dan Teori Konflik.
  2. teori-teori mikro (microtheories) yang bersifat lebih aktual. Teori ini ingin menjawab mengapa seorang/golongan orang dalam masyarakat melakukan kejahatan atau menjadi kriminal (etiology criminal). Konkritnya, teori-teori ini lebih bertendensi pada pendekatan psikologisatau biologis. Termasuk dalam teori-teori ini ialah Social Control Theory dan Social Learning theory.
  3. Beidging Theories yang tidak tergolong ke dalam klasifikasi teori makro/mikro dan mendeskripsikan tentangstruktur sosial dan bagaimana seseorang menjadi jahat. Namun kenyataannya, klasifikasi teori-teori ini kerap membahas epidemiologi yang menjelaskan rates of crime dan etiologi pelaku kejahatan. Termasuk kelompok ini adalah Subculture Theory dan Differential Opportunity Theory.

Selain penjabaran di atas, Frank P. William III dan Marilyn McShane juga mengklasifikasikan berbagai teori kriminologi menjadi 3 (tiga) bab lagi, yaitu:

1. Teori Klasik dan Teori Positivis

Asasnya, teori klasik membahas legal statutes, struktur pemerintahan dan hak asasi manusia (HAM). Teori positivis terfokus pada patologi kriminal,penanggulangan dan perbaikan perilaku kriminal individu.

  Metode Kerja Pada Perbedaan Budaya, Orang Jawa Dan Orang Daya 2011 - 2013 Pontianak

2. Teori Struktural dan Teori Proses

Teori struktural terkonsentrasi pada cara penduduk diorganisasikan dan pengaruh dari tingkah laris. Teori struktural juga umum disebut StrainTheories karena, “Their assumption that a disorganized society createsstrain which leads to deviant behavior”. Tegasnya, asumsi dasarnya adalah masyarakat yang menciptakan ketegangan dan dapat mengarah pada tingkah laris menyimpang. Sementara teori Proses, membicarakan, menerangkan dan menganalisis bagaimana orang menjadi penjahat.

3. Teori Konsensus dan Teori Konflik

Teori Konsensus memakai asumsi dasar bahwa dalam penduduk terjadi konsensus/ persetujuan sehingga terdapat nilai-nilai bersifat umum yang kemudian disepakati secara bareng . Sedangkan teori konflik mempunyai perkiraan dasar yang berlainan yaitu dalam masyarakat hanya terdapat sedikit janji dan orang-orang berpegang pada nilai kontradiksi. Selain itu, sebagai perbandingan John Hagan mengklasifikasikan teori-teori kriminologi menjadi :

  • Teori-teori Under Control atau Teori-teori untuk menangani perilaku jahat seperti teori Disorganisasi Sosial, teori Netralisasi dan teori Kontrol Sosial. Pada asasnya, teori-teori ini membahas mengapa ada orang melanggar hukum sedangkan pada umumnya orang tidak demikian.
  • Teori-teori Kultur, Status dan Opportunity. seperti teori Status Frustasi, teori Kultur Kelas dan teori Opportunity yang menekankan mengapa adanya sebagian kecil orang menentang hukum yang sudah ditetapkan masyarakat dimana mereka tinggal/hidup.
  • Teori Over Control, yang terdiri dari teori Labeling, teori Konflik Kelompok dan teori Marxis. Teori-teori ini lebih menekankan pada persoalan mengapa orang bereaksi terhadap kejahatan.

Dari klasifikasi di atas, dapat ditarik konklusi bahwa antara satu pembagian terstruktur mengenai dengan penjabaran lainnya tidaklah identik/sama. Aspek initeoritisi utama (dramatis personal) yang mencetuskannya. Selain itu, pengklasifikasian teori juga dipengaruhi adanya subyektivitas orang yang melaksanakan penjabaran sehingga relatif menyebabkan dikotomi dan bersifat artifisial.

TEORI DIFFERENTIAL ASSOCIATION/ASOSIASI DIFERENSIAL

Pada hakikatnya, teori Differential Association lahir, tumbuh dan meningkat dari kondisi sosial (social heritage) tahun 1920 dan 1930 dimana FBI (Federal Bureau Investigation-Amerika Serikat) mengawali mekanisme pelaporan tahunan kejahatan terhadap polisi. Kemudian, semenjak diperhatikannya data ekologi mazhab Chicago (Chicago School) dan data statistik, dipandang bahwa kejahatan ialah bab bidang sosiologi, selain bidang biologi atau psikologi.

Berikutnya, dalam penduduk AS terjadi stress sehingga kejahatan timbul dari “product of situation,opportunity and of comes values” (produk dari suasana, potensi dan nilai). Untuk pertama kalinya, seorang ahli sosiologi AS bernama Edwin H.Sutherland, tahun 1934, dalam bukunya Principles of Criminology mengemukakan teori Differential Associatio. Bila dirinci lebih rincian, bantu-membantu asumsi dasar teori ini banyak dipengaruhi oleh William I. Thomas, dampak anutan Symbolic Interactionism dari George Mead, Park dan Burgess dan aliran ekologi dari Clifford R. Shaw dan Henry D.McKay serta Culture Conflict dari Thorsten Sellin.

  Disintegrasi, Pemerintahan Setempat Dan Dana Perimbangan Pusat

Konkritnya, teori Differential Association berlandaskan terhadap : “Ecological and Cultural Transmission Theory, Symbolic Interactionismdan Culture Conflict Theory”. Teori Differential Association terbagi dua versi. Dimana model pertama dikemukakan tahun 1939, versi kedua tahun 1947. Versi pertama terdapat dalam buku Principle of Criminology, edisi ketiga yang memastikan faktor-aspek berikut :

  • Pertama, setiap orang akan menerima dan mengikuti teladan-contoh prilaku yang mampu dijalankan.
  • Kedua, kegagalan untuk mengikuti pola tingkah laris mengakibatkan inkonsistensi dan ketidakharmonisan.
  • Ketiga, konflik budaya merupakan prinsip dasar dalam menjelaskan kejahatan.

Selanjutnya, Edwin H. Sutherland mengartikan Differential Association selaku “the contens of the patterns presented inassociation”. Ini tidak memiliki arti bahwa hanya pergaulan dengan penjahat yang akan mengakibatkan perilaku kriminal, akan namun yang paling penting ialah isi dari proses komunikasi dari orang lain.

Kemudian, pada tahun 1947 Edwin H. Sutherland menghidangkan versi kedua dari teori Differential Association yang menekankan bahwa semua tingkah laku itu dipelajari,tidak ada yang diturunkan menurut pewarisan orang bau tanah. Tegasnya, contoh perilaku jahat tidak diwariskan tetapi dipelajari melalui sebuah pergaulan yang dekat. Untuk itu, Edwin H. Sutherland lalu menerangkan proses terjadinya kejahatan melalui 9 (sembilan) proposisi selaku berikut :

  1. Perilaku kejahatan yaitu perilaku yangdipelajari. Secara negatif mempunyai arti perilaku itu tidak diwariskan.
  2. Perilaku kejahatan dipelajari dalam interaksi dengan orang lain dalam sebuah proses komunikasi. Komunikasi tersebut khususnya dapat bersifat lisanataupun menggunakan bahasa badan.
  3. Bagian paling penting dalam proses mempelajari perilaku kejahatan terjadi dalam kalangan personal yang intim. Secaranegatif ini mempunyai arti bahwa komunikasi interpersonal seperti melaluibioskop, surat kabar, secara relatif tidak mempunyai peranan pentingdalam terjadinya kejahatan.
  4. Ketika perilakukejahatan dipelajari, maka yang dipelajari tergolong : (a) teknik melaksanakan kejahatan, (b) motif-motif, dorongan-dorongan, alasan-alasan pembenar dan perilaku-sikap tertentu.
  5. Arah dan motif dorongan itu dipelajari melalui definisi-definisi dari peraturan hukum. Dalam sebuah masyarakat,kadang seseorang dikelilingi orang-orang yang secara bersamaanmelihat apa yang dikontrol dalam peraturan aturan selaku sesuatu yangperlu diamati dan dipatuhi, namun kadang beliau dikelilingi orang-orang yang melihat hukum hukum selaku sesuatu yang memperlihatkan potensi dilakukannya kejahatan.
  6. Seseorang menjadi delinkuen sebab ekses contoh-contoh pikir yang lebih menyaksikan hukum hukum selaku pemberi kesempatan melakukan kejahatan daripada melihat hukum selaku sesuatu yang mesti diamati dan dipatuhi.
  7. Asosiasi Diferensial bervariasi dalam frekuensi, durasi,prioritas serta intensitasnya.
  8. Proses mempelajari sikap jahat diperoleh lewat hubungan dengan acuan-pola kejahatan dan prosedur yang lazim terjadi dalam setiap proses berguru secara umum.
  9. Sementara perilaku jahat merupakan mulut dari keperluan nilai biasa , tetapi tidak diterangkan bahwa perilaku yang bukan jahat pun merupakan ekspresi dari keperluan dan nilai-nilai lazim yang serupa.

Dengan diajukannya teori ini, Sutherland ingin menjadikan pandangannya selaku teori yang mampu menjelaskan alasannya-karena terjadinya kejahatan. Dalam rangka perjuangan tersebut, Edwin H. Sutherland lalu melaksanakan studi ihwal kejahatan White-Collar semoga teorinya dapat menjelaskan alasannya adalah-sebab kejahatan, baik kejahatan konvensial maupun kejahatan White-Collar.

  Pola Hidup, Pertentangan Politik Dan Pandangan Ideologi Barat

Terlepas dari faktor tersebut, jika dikaji dari dimensi kini, temyata teori Differential Association mempunyai kekuatan dan kekurangan tersendiri. Adapun kekuatan teori Differential Association bertumpu pada faktor-aspek :

  1. Teori ini relatif bisa untuk menerangkan sebab-karena timbulnya kejahatan akhir penyakit sosial ;
  2. Teori ini bisa menjelaskan bagaimana seseorang karenaadanya/lewat proses mencar ilmu menjadi jahat ;
  3. Ternyata teori ini berlandaskan terhadap fakta dan bersifat rasional.

Sedangkan kekurangan fundamental teori ini terletak pada aspek :

  1. Bahwa tidak siapa pun atau setiap orang yang berhubungan dengan kejahatan akan menggandakan/memilih acuan-contoh kriminal. Aspek ini terbukti untuk beberapa golongan orang, seperti petugas polisi, petugas pemasyarakatan/penjara atau krimilog yang sudah berhubungan dengan tingkah laku kriminal secara ekstensif, nyatanya tidak menjadipenjahat.
  2. Bahwa teori ini belum membahas, menjelaskan dan tidak acuh pada abjad orang-orang yang terlibat dalam proses mencar ilmu tersebut.
  3. Bahwa teori ini tidak bisa menerangkan mengapa seseorang suka melanggar ketimbang menaati undang-undang dan belum mampu menjelaskan causa kejahatan yang lahir karena spontanitas.
  4. Bahwa apabila ditinjau dari aspek operasionalnya ternyata teori iniagak sulit untuk diteliti, bukan cuma karena teoritik namun juga harus memilih intensitas, durasi, frekuensi dan prioritasnya.

*selaku materi kuliah

S.Maronie / 3 Maret 2012 / @K10CyberHouse