Pernah dalam suatu sekolah Katolik, ketika pertama tahun masuk di sekolah itu. Apa yang diciptakan oleh guru dan siswa mereka disekolah Nasrani itu, dengan selembaran materai, dan atas hasil kenakalan yang dibentuk oleh ku, padahal hal itu bukan demikian.
Tuduhan yang memang berada pada persekolahan (GKE, Kalimantan) berlainan dengan penduduk secara biasa . Salah satu guru yang menghukum adalah orang Batak, marga hutabalian ntah apa yang terjadi saat jam istirahat terjadi di kelas itu, tiba-tiba menerima kebijakan mirip itu, dengan hukuman misalnya.
Berbagai sentiment guru terhadap apa yang tidak dijalankan mengarah pada persoalan kompetisi siswa, dan kelakuan untuk kedepanya untuk menerima pekerjaan yang lebih baik, tetapi kepada berbagai anutan yang disampaikan, mungkin pendekatannya lupa untuk mengajari orang-orang Batak itu yang berlabel perusak pendidikan.
Persaingan begitu ketat yang menciptakan orang-orang itu memang menjengkelkan, terlebih sedang mengajar di gereja katolik, dengan menutupi prilaku dan karakteristik mereka di sekolah yang semestinya bukan tempatnya, selama 10 tahun dengan tata cara politik yang diterapkan oleh siswa itu, berbagai hal terkait dengan aspek kecurangan mereka, terhadap pendidikan, dan kesehatan.
Bagaimana juga, banyak sekali dilema itu ada hubungannya dengan karakteristik orang Jawa (Marpaung itu) kebetulan memang kata-katannya sering mengarah pada dilema konflik, ntah dari kelas mana orang itu,
Keburukan orang Batak, kadang-kadang menyaksikan aneka macam problem dengan pertentangan mengarah pada persoalan ekonomi seseorang, alasannya ketidaksenangan orang lain kepada individu. Hal ini mampu dijumpai berbagai unek-unek mereka di media umum, pada marga Shihombing (Silaban). Ntah kapan mereka berurbanisasi ke Kota Pontianak, Kalimantan Barat.
Untuk melanggengkan persaingan kepada prilaku dan karakteristik mereka, kepada profesi yang mereka terapkan, sebelumnya memang orang-orang yang berada pekerjaan yang memerlukan waktu untuk menyaksikan standar kekerasan mereka di penduduk .
Kini, telah berujung pada aspek pendidikan dan kesehata, pendekatan biologis mereka dengan memakai budaya Orang Jawa. Padahal kalau dikenali mereka ialah orang yang garang, dan tidak memiliki tugas pada aspek pendidikan dan kesehatan sebelumnya.
Hal ini, menjadi temuan menawan pada guru yang mengajar di persekolahan Nasrani dan Kristen, maka dari itu banyak sekali hal terkait dengan kehidupan mereka, tentunya ajaran agama menjadi bab dari aksi mereka untuk bertobat dan hidup lebih baik.
Bagi penduduk , yang memahami bahwa banyak sekali persoalan budaya dan agama mereka, tentunya para sains tidak akan yakin dengan apa yang mereka terapkan pada lingkungan pendidikan dan kesehatan. Lebih baik mundur saja, ketimbang prilaku itu masih menyebar, dan membuat pendidikan dan kesehatan lebih memburuk di Indonesia.
Hal yang sederhana dilaksanakan, dengan ilmu kesehatan digabungkan dengan politik seksualitas, dan masyarakat akhlak nusantara, kawasan kalbar, PDI Perjuangan, yang diterapkan di Kalimantan Barat, dan DKI Jakarta melalui tugas teknologi ekonomi yang dibentuk demikian.
Berbagai persoalan itu maka, jelas bahwa banyak sekali hal terkait aspek ekonomi politik yang mereka kuasai di Kalimantan Barat, bersama Orang Dayak dan Tionghoa melalui uang. Itu yang menjadi temuan kepada penerapan mereka selama di Kalimantan Barat, DKI Jakarta, Sumatera khususnya dengan pekerjaan yang mereka langsungkan.
Mereka menyerang secara kolektif, bahkan sampai ke anak cucu juga ikut demikian padahal hal ini sudah dapat dikatakan orang yang kehilangan kesadaran diri serta menyebut siapa mereka di masyarakat, guna bertahan pada konsumsi masakan mereka. Penghasilan yang diperoleh menjadi pertanyaan terhadap komentar mereka, pastinya agama mu itu apa ? Islam yah ?.