Tempat Wisata Alam Talaga Bodas Garut


Keindahan objek wisata Talaga Bodas – foto kompasiana



Lokasi : Desa Sukamenak & Desa Sukahurip, Kecamatan Wanaraja, Kabupaten Garut
± 25 Km dari Jln. Raya Garut
± 56 Km dari Tasikmalaya – Malangbong – Cibatu
± 13 Km dari pangkalan ojek Jalan Raya Wanaraja 

Kira-kira 200 meter dari pos penjaga, terlihat suatu genangan air berwarna putih dengan kepulan asap yang membubung tinggi di salah satu tepiannya. Sepanjang jalan menuju sumber genangan air itu banyak pohon puspa dan saninten yang berkembang dengan subur. Angin yang tiba menyapa pepohonan membuat daun-daunnya bergerak kesana kemari. Udara acuh taacuh mulai menyeruak ke dalam badan, sesekali dikala menghebuskan napas, kepulan asap putih pun keluar dari dalam lisan.

Sesampainya di tepian, suasana yang jernih terpancar dari kilauan air telaga yang tersorot sinar matahari. Telaga yang merupakan kawah dari hasil letusan gunung berabad-abad lalu itu berwarna putih kehijauan. Karenanya, telaga ini dinamakan Telaga Bodas, dalam istilah Sunda bodas bermakna putih. Kandungan belerang yang terdapat di dalam kawahnya menimbulkan telaga tersebut berwarna putih kehijau-hijauan. Namun, tak mirip Gunung Tangkuban Parahu atau Kawah Putih yang kawahnya mengeluarkan wangi menyengat.

Kawah Telaga Bodas ini tidak terlihat seperti sebuah kawah namun lebih seperti sebuah pantai dengan airnya yang mengalir damai dan tanahnya yang mirip pasir pantai. Adapun bebatuan berskala sedang yang mampu digunakan untuk bersinggah sambil mengabadikan keindahan telaga ini. Pengunjung mampu berjalan menyusuri tepian telaga dan menyaksikan beberapa sumber uap belerang dalam skala kecil yang muncul dari dalam tanah, menimbulkan gelembung dan suara dikala bercampur air. Sedangkan di salah satu tepiannya terdapat sumber uap sulfur yang lebih besar sehingga menjadikan gejolak air dengan bunyian yang bergemuruh, diiringi dengan letupan air dan kepulan asap yang membubung tinggi.


Di balik pesonanya itu, telaga yang terletak di tengah-tengah lembah dan dikelilingi pegunungan ini menyimpan sebuah dongeng. “Telaga Bodas tidak memiliki cerita mirip Gunung Tangkuban Parahu, tetapi yang pasti dulu pernah ada kehidupan di sini,” ujar penjaga pos tempat Talaga Bodas, Agus Cobra.

Seperti yang dibilang pria kelahiran 17 Agustus 1964 itu, zaman dulu di Telaga Bodas memang pernah terdapat sebuah kehidupan, yaitu sebuah perkampungan yang dinamakan Kampung Papandak. Perkampungan tersebut diabadikan oleh seorang fotografer warga negara Belanda keturunan Jerman yang lahir di Kediri, Margarethe Mathilde Weissenborn atau lebih dikenalnya dengan panggilan Thilly Weissenborn. Ia mengabadikan hasil jepretannya dalam bentuk kartu pos.

Pada kartu pos tersebut terlihat dua ekor kambing yang sedang merumput di tengah jalan dan dua anak kecil tanpa pakaian dengan latar belakang rumah adab kampung Papandak. Di bawah kartu pos itu terdapat sebuah goresan pena dalam bahasa Belanda, “Weg Naar Telaga – Bodas”, yang artinya “Jalan Ke Telaga Bodas”.

Kartu pos ini dikeluarkan oleh sebuah studio foto Atelier Lux di Societeitsstraat 15 (sekarang Jalan Ahmad Yani, Garut) pada tahun 1932. Bukan tanpa argumentasi, kartu pos tersebut dikeluarkan dengan tujuan sebagai sarana penawaran spesial saat itu. Foto-foto hasil jepretan Thilly yang dibuat di sekeliling Garut pada tahun 1917 – 1942 ia abadikan dalam bukunya yang berjudul “Vastgelegd voor later”.

Telaga Bodas yang periode itu menjadi primadona rekreasi alam banyak dikunjungi oleh pelancong asal Eropa. Saking terkenalnya, pada 4 Februari 1924, Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu mengeluarkan keputusan untuk menyebabkan Telaga Bodas sebagai salah satu objek wisata. Sebagai upaya penawaran spesial, selain membuat dalam bentuk kartu pos karya Thilly, detail peta dan jalur menuju tempat rekreasi pun dibuat dalam bentuk buku-buku. Sejak dikala itu, banyak pelancong aneh yang berdatangan sambil berkuda. Potensi sulfur di daerah ini pun mulai ditambang untuk kepentingan medis dan kimia.

  Sastra Sunda Pantun Buhun Baduy

Namun, ketenaran Telaga Bodas zaman dahulu telah banyak berubah. Bangunan di kampung Papandak dengan bentuk bangunan julang ngapak serta atap cagak gunting telah tidak mampu didapatkan lagi semenjak terbakar pada tahun 1935. Dan sehabis lebih dari 70 tahun yang kemudian, keadaan ruas jalan pun berubah menjadi jalan berbatu yang tidak layak dilalui kendaraan roda empat. Rumput alang-alang setinggi dada mulai memenuhi jalan setapak menuju objek rekreasi.

Meskipun begitu, daya tarik Telaga Bodas tak pernah pudar. Kawahnya masih tetap asri, bahkan pohon puspa dan saninten tumbuh subur di tepian kawah. Selain itu, tak jauh dari lokasi kawah terdapat tiga buah bak air panas alami dari perut bumi yang mampu dipakai untuk berendam dan dipercaya dapat menyembuhkan atau mengobati penyakit kulit. Dan sekitar 100 meter dari kolam air panas, pengunjung juga mampu menikmati kesejukan dinginnya riam kecil.

Keindahan Telaga Bodas yang memesona itu tidak mengganti fungsinya selaku objek wisata. Wisatawan tetap mampu mengunjunginya walaupun untuk dikala ini jalan menuju objek wisata sedang dalam perbaikan. Hal itu dilakukan untuk mengembalikan Telaga Bodas sebagai sang primadona alam yang sempat lama tertidur. Sebuah kawah yang indah, tiga kolam berendam air panas, serta suatu air terjun kecil yang menyegarkan siap menyambut para wisatawan yang datang. Oleh Mayang Ayu lestari/PDR