Perhatikanlah cuplikan cerpen berikut.
Pernahkah kamu merasakan sesuatu yang biasa hadir mengisi hariharimu, tiba-tiba lenyap begitu saja. Hari-harimu pasti berubah jadi pucat pasi tanpa gairah. Saat kamu hendak mengembalikan sesuatu yang hilang itu dengan sekuat daya, tetapi tak kunjung tergapai. Kau pasti jadi kecewa seraya menengadahkan tangan sarat harap melalui kalimat doa yang tak putus-putusnya.
Bukankah kamu jadi kehilangan kehangatan sebab tak ada helai-helai sinar ultraviolet yang membuat senyumnya begitu ranum selama ini.
Matahari bagimu tentu tak sekadar benda langit yang memburaikan kemilau cahaya namun sudah menjadi sebuah insiden yang menyatu dengan ragamu. Bayangkanlah kalau matahari tak terbit lagi. Tidak cuma kamu tapi jutaan orang kebingungan dan menebar tanya sambil merangkak hati-hati mencari liang langit, daerah matahari menyembul secara tangguhdan sarat cahaya.
(Cerpen “Matahari Tak Terbit Pagi Ini”, Fakhrunnas M.A Jabar)
Pelajaran/Nilai Kehidupan Cerpen
Cuplikan cerpen di atas menggambarkan begitu berartinya kedatangan seseorang saat beliau tidak ada lagi di sisi kita. Kita rasakan begitu sulit untuk menghadirkannya kembali, bahkan sesuatu yang sungguh mustahil. Semua orang niscaya akan atau pernah mengalami kondisi mirip yang digambarkan dalam dongeng itu. Hanya sosok dan peristiwanya akan berbeda-beda.
Dari citra seperti itu ada pelajaran yang sangat penting bahwa kedatangan seseorang di tengah-tengah kita ialah suatu berkah yang mesti senantiasa disyukuri. Kalaulah ia telah tidak hadir lagi, maka gantinya yaitu kesedihan, penyesalan, bahkan ratapan yang menyayat.
Contoh Cuplikan Cerpen 2
“Kalau ada, mengapa biarkan dirimu gulung tikar, sampai anak cucumu teraniaya semua? Sedang harta bendamu kamu biarkan orang lain mengambilnya untuk anak cucu mereka. Dan engkau lebih senang tubruk antara kamu sendiri, saling mendustai, saling memeras. Aku beri engkau negeri yang kaya raya, tapi kamu malas. Kau lebih suka beribadat saja, sebab beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang.
Sedang saya memerintahkan engkau semuanya berzakat di samping beribadat.
Bagaimana engkau mampu bersedekah bila engkau miskin? Engkau kira saya ini suka kebanggaan, mabuk disembah saja, hingga kerjamu lain tidak memuji-muji dan menyembah-Ku saja. Tidak. Kamu semua harus masuk neraka! Hai malaikat, halaulah mereka ini kembali ke neraka. Letakkan di keraknya.”
Semuanya jadi pucat pasi tak berani berkata apa-apa lagi. Tahulah mereka sekarang apa jalan yang diridai Allah di dunia.
(Cerpen “Robohnya Surau Kami”, AA Navis)
Pelajaran/Nilai Kehidupan Cuplikan Cerpen 2
Cuplikan cerpen itu ialah sindiran yang bisa jadi mengena pada setiap kelompok, dalam kehidupan sehari-hari mereka. Orang-orang yang hanya memprioritaskan ibadah ritual dan mengabaikan persoalan-duduk perkara sosial (kemanusiaan) menjadi objek sindiran dalam cuplikan cerpen tersebut. Sindiran mirip itu boleh jadi lebih mengena dibandingkan dengan dengan menggurui langsung wacana kesadaran-kesadaran keberagamaan yang benar.
Contoh Cuplikan Cerpen 3
Apakah cinta layak diingat? Apakah cinta dibangun demi memberikan rasa kehilangan? Pertanyaan itu mengusik pikiranku. Mengganggu perasaanku.
Sepulang dari pemakaman seorang tetangga yang mati muda, aku lebih banyak berpikir dibandingkan dengan bicara. Iring-iringan pelayat lambatlaun menyurut. Satu per satu menghilang ke dalam gang rumah masingmasing. Seakan-akan turut memecah-belah jiwaku. Kesedihan mendalam pada keluarga yang ditinggalkan, tentu akhir mereka saling mengasihi. Andai tak ada cinta di antara mereka, bisa jadi pemakaman ini seperti pekerjaan sepele yang lain, mirip mengubah tabung dispenser, menyapu daun kering di halaman, atau menyobek kertas tagihan telepon yang busuk.
Seandainya aku tidak mencintaimu, tidak akan terbit rindu sewaktu berpisah. Tak ingin menulis surat atau meneleponmu. Tidak memberimu bunga dikala ulang tahun. Tidak memandang matamu, menyentuh tanganmu, dan sesekali mencium.
(Cerpen “Hari Terakhir Mencintaimu”, karya Kurnia Efendi)
Makna Cerpen 3
Kebermaknaan cuplikan cerpen tersebut tampak, antara lain, pada temanya, adalah wacana cinta. Bagi orang yang sedang mengalami perasaan seperti itu, tema ini sungguh menawan. Selain itu, cuplikan tersebut punya pesona dalam kata-katanya yang puitis. Misalnya, pada kata-kata Seandainya aku tidak mencitaimu, tidak akan terbit rindu sewaktu berpisah. Berbagai makna atau sesuatu yang penting yang lain mampu jadi kita peroleh setelah membaca cerpen tersebut hingga tuntas.
Kebermaknaan sebuah cerita lebih umum dinyatakan dalam amanat, fatwa watak, atau pesan didaktis yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karyanya itu. Amanat tersirat di balik kata-kata yang disusun, dan juga berada di balik tema yang diungkapkan. Oleh alasannya adalah itu, amanat senantiasa berhubungan dengan tema dongeng itu. Misalnya, tema sebuah dongeng wacana hidup bertetangga, maka cerita amanatnya tidak akan jauh dari tema itu: pentingya menghargai tetangga, pentingnya menyantuni tetangga yang miskin, dan sebagainya.