close

Teladan Makalah Income Smoothing

Income Smoothing 
BAB I 
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Ketatnya kompetisi dalam dunia bisnis menjadi pemicu yang kuat bagi manajemen perusahaan untuk menampilkan tampilan terbaik dari perusahaan yang dipimpinnya; sebab baik buruknya tampilan perusahaan akan mempunyai dampak kepada nilai pasar perusahaan di pasar dan juga mensugesti minat penanam modal untuk menanam atau menarik investasinya dari suatu perusahaan. Akhirnya, hal ini mempengaruhi ketersediaan dan besarnya dana yang mampu dimanfaatkan perusahaan beserta tinggi rendahnya Cost Of Capital (COC) yang mesti ditanggungnya.
Selain bertanggung jawab untuk memperlihatkan penampilan terbaik perusahaan, manajemen juga bertanggung jawab untuk menyediakan pembukuan keuangan bagi semua pihak yang berkepentingan dengan gosip akuntansi perusahaan. Laporan keuangan ialah fasilitas utama lewat mana isu keuangan dikomunikasikan kepada pihak-pihak di luar perusahaan. Untuk itu, laporan keuangan harus bisa menggambarkan posisi keuangan dan hasil-hasil usaha perusahaan pada saat tertentu secara masuk akal (Dwiatmini dan Nurkholis, 2001). Laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan yakni salah satu sumber informasi mengenai posisi keuangan perusahaan, kinerja serta perubahan posisi keuangan perusahaan yang sangat memiliki kegunaan untuk pengambilan keputusan yang tepat (Almilia dan Kristiaji, 2003).
Salah satu berita yang sungguh penting untuk pengambilan keputusan yakni info atas laba. Informasi keuntungan secara lazim menjadi perhatian utama dalam penaksiran kinerja atau pertanggungjawaban manajemen. Informasi laba ini juga menolong pemilik atau pihak lain untuk melaksanakan penaksiran atas kekuatan laba perusahaan di abad yang mau tiba (Harahap, 2004). Pentingnya gosip laba ini disadari oleh manajemen, sehingga manajemen condong melakukan disfunctional behaviour ( sikap tidak seharusnya ), yaitu dengan melaksanakan perataan laba untuk mengatasi berbagai konflik yang muncul antara manajemen dengan banyak sekali pihak yang berkepentingan dengan perusahaan (Sugiarto, 2003). Disfunctional behaviour tersebut dipengaruhi oleh adanya asimetri info (information asymetry) dalam desain teori keagenan ( agency theory ).
Topik perataan penghasilan (income smoothing) terkait erat dengan konsep administrasi keuntungan (earnings management). Seperti halnya manjemen laba, klarifikasi konsep perataan keuntungan juga menggunakan pendekatan teori keagenan (agency theory). Teori ini menyatakan bahwa manajemen keuntungan dipengaruhi oleh pertentangan kepentingan antara manjemen (agent) dengan pemilik (principal) yang muncul saat setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuranya (Salno dan Baridwan, 2000). 
Tindakan perataan penghasilan higienis atau keuntungan merupakan tindakan yang biasa atau rasional (Jatiningrum, 2000). Praktik perataan laba ialah fenomena yang biasa terjadi sebagai perjuangan administrasi untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan (Narsa, dkk., 2003). Tindakan perataan keuntungan yaitu sebuah fasilitas yang mampu digunakan administrasi untuk meminimalkan fluktuasi pelaporan penghasilan dan memanipulasi variabel-variabel (akuntansi) semu atau dengan melakukan transaksi-transaksi riil (Brayshaw dan Eldin, 1989). Bagi administrasi, kadang-kadang tidak penting untuk melaporkan keuntungan maksimal, bahkan manajemen lebih cenderung melaporkan keuntungan yang dianggap normal bagi perusahaan untuk beberapa periode (Samlawi dan Sudibyo, 2000).
Tindakan perataan keuntungan ini mengakibatkan pengungkapan berita perihal penghasilan higienis/laba menjadi menyesatkan, sehingga akan menjadikan terjadinya kesalahan dalam pengambilan keputusan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan, khususnya pihak eksternal (Jatiningrum, 200 ). Perataan laba menjadi sebuah hal yang merugikan investor, karena penanam modal tidak akan mendapatkan berita yang akurat perihal keuntungan untuk mengevaluasi tingkat pengembalian dari portofolionya. Tindakan perataan keuntungan menimbulkan pengungkapan dalam laporan keuangan menjadi tidak mencukupi (Dwiatmini dan Nurkholis, 2001). Fenomena ini merupakan efek negatif asimetri info dalam rancangan teori keagenan.
BAB II
PEMBAHASAN
Perataan keuntungan dalam pembukuan keuangan merupakan hal yang umum dan dianggap masuk nalar (Bartov, 1993). Praktik perataan laba didorong oleh aneka macam aspek. Faktor-faktor pendorong perataan laba mampu dibedakan atas aspek konsekuensi ekonomi dari opsi akuntansi dan faktor-aspek keuntungan. Faktor-aspek konsekuensi dari pilihan akuntansi merupakan kondisi yang dipengaruhi oleh angka-angka akuntansi , sehingga pergeseran akuntansi yang mempengaruhi angka-angka akuntansi akan mensugesti kondisi itu. Sedangkan faktor-aspek laba yakni efek dari angka-angka laba periodik yang dengan sendirinya juga mendorong perilaku perataan keuntungan. Perataan keuntungan tidak akan terjadi bila keuntungan yang diharapkan tidak terlalu berlainan dengan laba yang sesungguhnya (Prasetio, dkk., 2002 ).
2.1. Jenis Perataan Laba
Ada dua jenis perataan keuntungan, yaitu (Riahi-Belkaoui, 2004): 
1. Intentional atau designed smoothing
Intentional atau smoothing yaitu keputusan atau pilihan yang dibuat untuk mengendalikan fluktuasi earnings pada level yang diharapkan.
2. Natural Smoothing
Natural smoothing yakni income generating process yang natural, bukan dari hasil langkah-langkah yang diambil manajemen.
2.2 Faktor Pendorong Perataan Laba
Tidak semua Negara melarang dilakukannya perataan laba (Harahap, 2005). Seperti Swedia misalnya, di negara ini perataan keuntungan diperbolehkan, asalkan perataan laba ini dilakukan dengan transparan. 
Beberapa factor yang mendorong manajemen melakukan perataan laba adalah (Sugiarto, 2003):
1. Kompensasi bonus
Pada penelitiannya, Healy memperoleh bukti bahwa manajer yang tidak dapat memenuhi sasaran keuntungan yang ditentukan akan memanipulasi laba supaya dapat mentransfer laba masa kini menjadi keuntungan masa depan. Selain itu, berdasarkan Harahap(2005), pentingnya laporan keuangan memanggil manajemen untuk meratakan keuntungan demi mendapatkan bonus yang tinggi.
2. Kontrak Utang
Defond dan Jimbalvo (1994) dengan menggunakan versi Jones, mengeveluasi tingkat akrual perusahaan yang tidak dapat menyanggupi sasaran keuntungan. Mereka menemukan bahwa perusahaan yang melanggar perjanjian utang sudah merekayasa labanya, satu kala sebelum kontrakutang itu dibentuk.
3. Faktor Politik
Jones (1991) meneliti perusahaan yang sedang diinvestigasi oleh International Trade Commision (ITC). Ia memperoleh bukti bahwa produsen domestic condong menurunkan laba dengan teknik discretionary accrual untuk mensugesti keputusan regulasi impor. Naim dan Hartono (1996) meneliti perusahaan yang diduga melaksanakan monopoli dan menemukan bahwa manajer perusahaan melaksanakan perataan keuntungan untuk menghindari UU Anti-Trust.
4. Pengurangan Pajak
Perusahaan melakukan perataan keuntungan untuk mengurangi jumlah pajak yang mesti dibayarkan terhadap pemerintah (Arens, Elder, Beasley, 2002)
5. Perubahan CEO
Pouciao (1993) menemukan bukti bahwa perekayasaan laba dijalankan dengan mengembangkan unexpected accruals pada abad satu tahun sebelum penggantian eksekutif tak rutin.
6. Penawaran saham perdana
Clarkson et al (1992) menyatakan ada reaksi kasatmata dari pengumuman earnings forecast yang ada di prospektus dengan tingkat penjualan saham, karena public hanya menyaksikan pembukuan keuangan yang dilaporkan pada regulator. Banyak perusahaan yang melakukan perataan laba demi menerima dan menjaga penanam modal (Jones, 2005).
Faktor yang diasumsikan menjadikan manajer melakukan perataan keuntungan berdasarkan buku Accounting Theory (Riahi-Belkaoui, 2004:451), adalah :
  1. Mekanisme pasar kompetitif, ysng meminimalkan opsi-pilihan yang tersedia untuk manajemen.
  2. Skema kompensasi administrasi, yang terkait eksklusif dengan kinerja perusahaan.
  3. Ancaman perubahan administrasi.
  Pola Makalah Perbankan Syariah
2.3 Teknik Perataan Laba
Berbagai teknik yang dilakukan dalam perataan laba diantaranya yakni (Sugiarto, 2003:
  1. Perataan lewat waktu terjadinya transaksi.atau pengukuhan transaksi. Pihak manajemen mampu menentukan atau mengendalikan waktu transaksi lewat kebijakan administrasi sendiri (accruals) misalnya biaya riset dan pegembangan.
  2. Perataan melalui alokasi untuk beberapa kurun tertentu. Manajer memiliki wewenang untuk mengalokasikan pendapatan atau beban untuk kurun tertentu. Misalnya: jika penjualan meningkat maka manajemen dapat membebankan ongkos riset dan pengembangan serta amortisasi goodwill pada kurun itu untuk menstabilkan keuntungan.
  3. Perataan lewat klasifikasi. Manajemen memiliki kewenangan untuk mengklasifikasikan pos-pos rugi keuntungan dalam kategori yang berbeda. Misalnya jikalau pendapatan non-operasi sukar didefinisikan, maka manajer mampu mengklasifikasikan pos itu pada pemasukan operasi atau pemasukan non-operasi.
Keleluasaan untuk memakai teknik-teknik akuntansi dalam mencatat terbukti telah disalahgunakan oleh manajemen untuk melakukan perataan laba. Bahkan disinyalir bahwa perataan keuntungan banyak dilaksanakan dengan memakai teknik-teknik akuntansi adalah dengan merubah kebijakan akuntansi (Koeh, 1981). Berdasarkan hal tersebut maka observasi wacana perataan laba ini dijalankan dengan mengambil perubahan kebijakan akuntansi sebagai objek dihubungkan dengan antisipasi keuntungan periode depan untuk menyingkir dari pemecatan.
Penelitian ini ialah replikasi dan pengembangan (expand replicant) dari penelitian Yusuf dan Soraya (2004). Perbedaan penelitian ini dengan observasi tersebut ialah :
  1. Sampel penelitian tidak hanya terbatas pada perusahaan manufaktur, tetapi juga perusahaan keuangan (Finansial). Hal ini berdasarkan pendapatbahwa jumlah perusahaan publik yang termasuk dalam sektor manufaktur dan keuangan tampakmendominasi keseluruhan perusahaan yang terdaftar di BEJ (Murtanto, 2004). Selain itu, menurut hasil penelitian terdahulu, terbukti bahwa kedua sektor perusahaan tersebut paling banyak melakukan praktik perataan keuntungan (Salno dan Baridwan, 2000; Samlawi dan Sudibyo, 2000).
  2. Penelitian ini menyertakan variabel sektor industri selaku salah satu variabel yang diduga mampu menghipnotis praktik perataan laba. Hal ini berlawanan dengan observasi Yusuf dan Soraya (2004) yang cuma menguji 4 variabel, yaitu : ukuran perusahaan, profitabilitas, Leverage operasi dan status perusahaan.
  3. Variabel leverage dalam observasi ini diukur dengan financial leverage bukan operating leverage. Hal ini berdasarkan argumentasi bahwafinancial leverage memberikan seberapa efisien perusahaan mempergunakan ekuitas pemilik dalam rangka mengantisipasi hutang jangka panjang dan jangka pendek perusahaan sehingga tidak akan mengganggu operasi perusahaan secara keseluruhan dalam jangka panjang (Andhini, 2005). Hutang yang besar berarti rasio leverage yang besar. Hutang yang besar mengakibatkan risiko semakin meningkat. Kaprikornus semakin besar leverage, maka risiko yang ditanggung oleh pemilik modal juga akan semakin meningkat (Widyaningdyah, 2001). Rasio leverage yang besar menjadikan turunnya minat penanam modal untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut, sehingga dapat memicu adanya langkah-langkah perataan keuntungan (Narsa,dkk. ,2003).
  Usulan Penelitian Pengembangan
BAB III
KESIMPULAN
Tindakan perataan keuntungan (Income Smoothing) ialah sebuah sarana yang dapat dipakai manajemen untuk meminimalisir fluktuasi pelaporan penghasilan dan memanipulasi variabel-variabel (akuntansi) semu atau dengan melakukan transaksi-transaksi riil (Brayshaw dan Eldin, 1989). 
Bagi manajemen, kadang kala tidak penting untuk melaporkan keuntungan maksimal, bahkan manajemen lebih condong melaporkan keuntungan yang dianggap wajar bagi perusahaan untuk beberapa periode (Samlawi dan Sudibyo, 2000).
Faktor-aspek yang dapat mempengaruhi pendapatan-smoothing sikap:
1. profitabilitas 
2. tingkat hutang, 
3. tingkat pembayaran dividen 
4. ukuran perusahaan 
Faktor-aspek pendorong perataan keuntungan dapat dibedakan atas :
  • Faktor konsekuensi ekonomi dari pilihan akuntansi ialah keadaan yang dipengaruhi oleh angka-angka akuntansi, sehingga pergantian akuntansi yang mempengaruhi angka-angka akuntansi akan mempengaruhi kondisi itu.
  • Faktor-faktor keuntungan. ialah pengaruh dari angka-angka laba periodik yang dengan sendirinya juga mendorong perilaku perataan laba. Perataan keuntungan tidak akan terjadi bila laba yang diharapkan tidak terlalu berlainan dengan keuntungan yang bergotong-royong (Prasetio, dkk., 2002 ).
Income smoothing mampu dihasilkan dari natural smoothing atau intentional smoothing. Natural smoothing terjadi dari proses income smoothing yang inheren menempel pada proses pemerolehan laba dan bekerjsama tidak disengaja oleh manajemen. Sedangkan intentional smoothing ada unsur kesengajaan administrasi. Tindakan income smoothing ialah dilema yang kontroversial. Satu segi, praktik tersebut bersifat legal tanpa melanggar prinsip akuntansi berterima umum. Namun disisi lain income smoothing yang ialah bab earning management dapat dibilang selaku tindakan yang tidak etis dan tidak bermoral. Sedangkan persepsi dari sudut hedonisme psikologis dan hedonisme etis income smoothing yakni langkah-langkah masuk akal untuk memenuhi hedonisme insan itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Syahril Djaddang, Analisis Hubungan Perataan Laba (Income Smoothing) denganEkspektasi Laba Masa Depan Perusahaan Manufaktur yang Tedaftar di Bursa Efek Jakarta.
Amin Wildani, (2008). Analisis Faktor-aspek yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba (Income Smoothing) Pada Peusahaan Manufaktur dan Keuangan yang Terdaftar di BEI.