Taqlid


Cara beragama Islam itu ada tiga. Yaitu, ijtihad, ittiba’ dan taqlid. Jika ijtihad adalah cara beragama dengan mengetahui dalil dan mampu mengolah dalil tersebut, maka ittiba’ yaitu cara beragama dengan mengetahui dalil tetapi tidak tahu cara mengolahnya. Sementara taqlid yakni beragama tanpa mengenali dalilnya.

Ijtihad ialah level tertinggi dalam beragama. Sementara, taqlid adalah level paling rendah dalam beragama. Di level tertinggi, katanya, ijtihad wajib hukumnya bagi yang bisa berijtihad. “Misalnya, Imam Syafi’i, Imam Hanafi, Imam Malik, dan Imam Ahmad bin Hambal yang menghafal ribuan hadits, mengenali tafsir Al-Qur’an, mengenali bahasa Arab, mengetahui ijma’ ulama, mengenali fiqih dan ushul fiqih, dan sebagainya. Orang-orang yang mempunyai kompetensi ini wajib hukumnya berijtihad, Sementara, orang yang awam cukup bertaqlid pada kiai dan ustadz. Dengan kata lain, orang awam tidak dibebani repot-repot mencari dalil. Orang awam beragama di level terendah dengan cukup mengikuti apa kata kiai atau ustadz.

Bayangkan kalau orang awam itu tukang becak, penjual sayur di pasar, petani di sawah. Mereka disuruh ribet mencari dalil dengan bolak-balik Al-Qur’an dan as-Sunnah. Tentu mereka akan kesulitan dan berat menerima perintah ijtihad. Selain itu, hasil ijtihadnya tidak dapat dipertanggungjawabkan karena mereka misalnya tidak tahu bahasa Arab, Al-Qur’an dan al-Hadits,” ungkapnya.

Ada tiga argumentasi mengapa ada pilihan-pilihan tersebut. Pertama, insan memang diciptakan dengan kelas-kelas berlawanan. Secara sosiologis, memang manusia tidaklah satu, melainkan berbeda-beda sebab itu kita tidak mampu menggeneralisasikan bahwa orang lain sama dengan kita.

Kedua, adanya perintah untuk bertakwa semampu orang Islam. Ittaqullaha mas tatha’tum. Makanya, yang bisa ijtihad silakan Ijtihad. Dan yang tidak bisa ijtihad silakan ittiba’. Jika tidak bisa ittiba’, silakan taqlid.  Ketiga, tidak ada pembebanan (taklif) di luar kesanggupan manusia. Seorang anak kecil umur dua tahun tidak mampu dibebani menenteng beras satu karung. Itu taklifu ma la yuthaqu (membebani di luar kesanggupan manusia).  Dengan versi beragama ini, agama Islam terasa mudah diterima oleh umat. Inilah dimensi rahmatan lil alamin-nya agama Islam.

  Perayaan Hari Kartini Tingkat Kec.Kawali Tahun 2017