close

Taqdir Berubah setelah Tarbiyah

Oleh: Fatkhur Rochman

Aku adalah perjaka yg hidup dgn semangat & penuh perjuangan. Kata orang tuaku, apabila ingin mendapatkan sesuatu, kita mesti berusaha & berdoa biar tergapai apa yg dikehendaki. Semangat ini senantiasa hadir dlm benakku.

Di kampungku, pendidikan ialah barang langka. Hanya oaring tertentu saja (kaya) yg bisa menyekolahkan anaknya sampai jenjang yg lebih tinggi atau kuliah. Aku ialah satu dr dua orang di kampungku yg mampu sekolah sampai universitas. Tapi jangan kamu bayangkan bahwa gue anak orang kaya. Aku ialah anak seorang penjual bubur ayam & penjual sarapan pagi. Prinsip orang tua sederhana, mereka tak mampu mewarisi harta, cuma bisa mewarisi ilmu. Maka mereka meyekolahkanku hingga jenjang universitas. Mereka selalu berpesan, “Le, wong tuo kuwi mung iso nyuluri lan dongaake, tapi awakmu sing ngelakoni.” Aku senantiasa teringat kata-kata itu selaku penyemangat di rantau tatkala belajar.

Seiring berjalannya waktu, perjaka kampung ini selalu berguru & belajar dgn segala aktivitasnya. Mulai dr kegiatan BEM, kegiatan jurusan, & kegiatan extra . Sungguh semua kegiatan menguras waktu & uangnya. Padahal tahu sendiri, uangnya terbatas. Di permulaan kuliah, gue masih bisa ikut orang. Seiring berjalannya waktu, gue tak bisa beradaptasi dgn hukum yg mengikat. Aku sering dianggap bersalah hingga balasannya diminta untuk mampu berdiri diatas kaki sendiri. Aku tetap harus semangat semoga bisa meraih harapan awal kuliah. Alhamdulillah, orang tuaku selalu mendukung dgn maksimal.

Enaknya jadi anak laki-laki bisa berbuat & tinggal dimana saja. Alternatif menjadi anak masjid yaitu solusi terbaik untuk bisa bertahan semoga bisa kuliah. Masjid selalu menjadi watu loncatan supaya bisa aman mendapat tempat berteduh & mendapat perhiasan duit untuk kuliah. Juga mendapat keyakinan penduduk untuk bekal hidup bermasyarakat.

  Kiat Tentukan Jodoh Terbaik dari Rendy Saputra

Aku berpikir mesti berganti & tumbuh menjadi lebih baik. Aku berpikir jangan hingga hidup dlm kemalangan & kemiskinan. Aku mulai untuk bekerja, namun ada risiko yg gue ambil, mesti cuti dr kuliah. Memang, waktu itu gue pula bosan kuliah. Tatkala ada lowongan kerja, akhirnya gue cuti kuliah. Agar gue bisa mampu berdiri diatas kaki sendiri.

Aku mulai berguru hidup. Hidup itu mesti punya bekal & wawasan. Pelajaran perihal perbaikan diri, keluarga, masyarakat, negara & dunia. Aku mendapatkan semua itu dr tarbiyah. Pelajaran ini mampu mengganti semua tata pemikiran, budbahasa & karya. Belajar dr para senior, ustadz, & para binaan. Tarbiyah mampu mengganti orang supaya ia dapat menjadi bintang film pergeseran. Tarbiyah senantiasa memberi nafas dlm bergerak. Senoirku berkata, “Kita yakni kerikil bata dlm dakwah.” Itulah kata yg senantiasa mejadi ilham agar gue dapat menjadi batu bata terbaik & menjadi bangunan dlm dakwah ini. [PB/wargamasyarakat]