Taktik Dakwah Islam Di Indonesia

Wilayah negara Indonesia ialah sebuah negeri dengan sebutan seribu kepulauan, sarat dengan keelokan nuansa panorama alamnya, maka tidaklah heran kini ini banyak para turis wisatawan asing maupun domestik suka mengunjungi daerah-tempat Indonesia dari ujung barat hingga ujung timur, sebab kawasan Indonesia memiliki banyak budaya dan kesempatanrekreasi alamnya ditambah lagi masyarakatIndonesia populer dengan keramah-tamahannya.
Sejak dahulu dimasa zaman nenek moyang bangsa Indonesia sudah banyak melaksanakan relasi transaksi khususnya dengan para pendatang dari luar yang berniat untuk berjualan. Para pendatang yang tiba dari luar khususnya dari tanah Arab, mempergunakan disela-sela waktu luangnya tersebut untuk melaksanakan acara dakwah Islam.
Ajaran Islam berkembang dan tersebar di Indonesia justru dengan cara tenang dan persuasif berkat kegigihan para ulama. Paling tidak terdapat beberapa cara yang dipergunakan dalam penyebaran Islam di Indonesia sebagai taktik dakwah Islam di Indonesia yang dilaksanakan para penyebar Islam, seperti jual beli, perkawinan, pendidikan, kesenian atau budaya dan tasawuf.

Berikut yakni pembahasan tentang seni manajemen dakwah Islam di Indonesia selengkapnya.

1. Perdagangan

Berdasarkan data sejarah, jual beli merupakan media dakwah yang paling banyak dijalankan oleh para penyebar Islam di Indonesia. Hal ini mampu kita lihat dari adanya aktivitas kemudian lintas jual beli pada kala ke 7 Masehi sampai ke 16 Masehi. Jalur ini dimungkinkan sebab orang-orang Melayu telah lama menjalin kontak jualan dengan orang Arab.
Apalagi setelah berdirinya kerajaan Islam seperti kerajaan Islam Malaka dan kerajaan Samudra Pasai di Aceh, maka makin ramai para ulama dan pedagang Arab tiba ke Nusantara (Indonesia). Disamping berdagang mereka juga menyiarkan agama Islam.
Fakta sejarah ini mampu dimengerti berdasarkan data dan info yang dicatat oleh Tome’Pires, bahwa seorang musafir asal Portugis menceritakan wacana penyebaran Islam antara tahun 1512 sampai tahun 1515 Masehi yang mencakup Sumatera, Kalimantan, Jawa hingga kepulauan Maluku.
Ia juga menyatakan bahwa penjualmuslim banyak yang berdomisili di pesisir Pulau Jawa yang ketika itu masih penganut Hindu dan Budha maupun animisme dan dinamisme. Para penyebar agama Islam berhasil mendirikan masjid-masjid dan menghadirkan para mahir agama dari luar sehingga jumlah mereka makin semakin banyak.
Di beberapa daerah, para bupati yang ditugaskan di daerah pesisir oleh kerajaan Majapahit banyak yang kemudian memeluk Islam. Para bupati tersebut memeluk Islam bukan cuma karena faktor politik yang sedang tidak stabil di sentra kekuasaan Majapahit, tetapi juga alasannya adalah faktor kekerabatan ekonomi yang baik dengan para penjualmuslim.
Hubungan dagang yang bagus akhirnya memperlihatkan kekuatan secara ekonomi bagi para saudagar muslim dan mengukuhkan kebaradaan mereka sebagai kawan para bupati dan penduduk setempat. Kekuatan ini menawarkan efek secara sosial maupun psikologis yang dengan sendirinya memudahkan agama Islam dapat diterima oleh para bupati dan masyarakatlokal.
Karena pada dikala itu, hampir semua jalur strategis jual beli internasional dikuasai oleh para pedagang muslim, maka mau tidak mau jikalau para bupati ingin meningkatkan wilayahnya dari sisi pembangunan ekonomi maka beliau mesti berafiliasi dengan para penjualmuslim.

2. Perkawinan

Proses penyebaran Islam di Indonesia juga banyak dikerjakan lewat ijab kabul antara para penjualmuslim dengan wanita Indonesia. Jalur jual beli internasional yang dikuasai oleh para penjualmuslim mengakibatkan para pedagang Islam mempunyai kelebihan secara ekonomi.
Para penjualmuslim yang kesengsem dengan wanita-perempuan Indonesia yang ingin menikah mensyaratkan supaya para perempuan tersebut harus memeluk Islam sebagai prasyarat dalam suatu akad nikah. Karena dalam Islam tidak diperbolehkan ijab kabul dengan orang yang berlainan agama, dan para masyarakatlokal pun tidak keberatan dengan prasyarat tersebut.
Melalui akad nikah ini tidak cuma menjadikan penganut agama Islam bertambah banyak, tetapi juga makin mengukuhkan generasi-generasi Islam di Indonesia. Apalagi kalau pernikahan terjadi antara keluarga bangsawan dengan keluarga saudagar muslim, tentu akan semakin menguatkan posisi tawar mereka di masyarakat.
Dari akad nikah ini kemdian terbentuklah komunitaskomunitas muslim di Indonesia. Sebagai acuan yang mampu dikemukakan yakni akad nikah antara Raden Rahmat atau Sunan Ampel dengan Nyai Manila dan Raja Brawijaya V dengan Putri Campa, dan lain-lain.

3. Pendidikan

Proses masuknya Islam juga dijalankan melalui jalur pendidikan. Para ulama banyak yang mendirikan forum pendidikan Islam. Di forum pendidikan inilah para ulama semakin menguatkan posisi agama Islam dengan pengajaran-pengajaran keislaman.
Salah satu lembaga pendidikan Islam yang menjadi ciri awal penyebaran Islam ialah pesantren. Istilah pesantren dipakai untuk menunjukkan lembaga pendidikan yang banyak dipakai oleh ulama di Jawa dan Madura, sementara di Aceh dikenal dengan nama “dayah” dan di Minangkabau dikenal dengan istilah “Surau”.
Awalnya, pesantren (dayah/surau) ialah tempat aktivitas keagamaan yang kemudian berubah menjadi sebuah forum daerah aktivitas pendidikan. Bahkan dalam catatan Howard M. Federspiel, salah seorang pengkaji keislaman di Indonesia, menjelang kurun ke-12 sentra-sentra pendidikan di Aceh, Palembang (Sumatera), Jawa Timur dan Gowa (Sulawesi), pesantren atau dayah telah banyak menciptakan goresan pena-tulisan penting dan menarik bagi santri untuk mencar ilmu.
Sebagai suatu forum pendidikan Islam, pesantren tidak mengenal perbedaan status sosial antara yang satu dengan lainnya, sehingga semua orang memiliki hak yang sama untuk menerima pendidikan. Hal inilah yang menjadi kelebihan pesantren (dayah/surau) yang dikembangkan oleh umat Islam, ialah dapat diakses oleh siapapun, alasannya adalah dalam anutan Islam menimba ilmu ialah sebuah kewajiban baik bagi pria maupun wanita.
Dengan semakin banyaknya penganut agama Hindu dan Budha yang berguru di pesantren (dayah/surau), hal itu makin mengembangkan jumlah penduduk yang memeluk Islam. Dari situ kita juga mengetahui bahwa posisi pesantren (dayah/surau) semenjak permulaan Islam masuk ke Indonesia sudah memainkan peran yang penting dalam proses mencerdaskan kehidupan bangsa.
Di antara lembaga pendidikan pesantren yang berkembang pada kurun awal Islam ialah Pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta, Surabaya, dan Pesantren Giri yang didirikan oleh Sunan Giri yang popularitasnya melampaui batas pulau Jawa sampai Maluku.
Bahkan menurut catatan sejarah, Sunan Giri dan para ulama yang lain pernah diundang ke Maluku untuk memberikan pelajaran agama Islam. Banyak dari mereka yang menjadi guru, khatib (pengkhutbah), hakim (qadli) bahkan muadzin di Maluku. Dengan cara-cara pendidikan tersebut agama Islam terus meluas ke seluruh penjuru nusantara.

4. Tasawuf

Para pelaku tasawuf atau sufi lazimnya yaitu pengembara. Mereka dengan sukarela mengajar masyarakatlokal tentang banyak sekali hal. Mereka juga sungguh memahami persoalan para masyarakatlokal dari berbagai segi. Para sufi mempunyai sifat dan kebijaksanaan pekerti yang luhur sehingga membuat lebih mudah mereka bergaul dan memahami masyarakat.
Mereka mengerti problem kemiskinan dan keterbelakangan sekaligus juga memahami kesehatan spiritual penduduk . Mereka juga mengetahui hal magis yang digandrungi penduduk penganut paham animisme dan dinamisme kala itu.
Hal ini menyebabkan para sufi bisa menyaksikan celah yang dapat dimasuki fatwa-pemikiran Islam. Dengan tasawuf, bentuk ajaran Islam yang disampaikan terhadap masyarakatpribumi dapat dengan mudah masuk ke alam anggapan mereka. Di antara para sufi yang menunjukkan anutan Islam kepada penduduk yaitu Hamzah Fansury dari Aceh, Syaikh Lemah Abang, dan Sunan Panggung dari Jawa.

5. Kesenian dan Budaya

Para tokoh penyebar Islam mengajarkan Islam menurut bahasa dan adab istiadat masyarakat lokal. Sebagian besar nama-nama mereka sudah melegenda, seperti Walisongo. Penyebaran Islam lewat kesenian atau budaya tergolong yang paling banyak menghipnotis masyarakat, seperti wayang, sastra, dan aneka macam kesenian yang lain.
Pendekatan jalur kesenian dilaksanakan para penyebar Islam untuk mempesona perhatian penduduk , sehingga tanpa terasa mereka pun tertarik pada ajaranajaran Islam. Misalnya, Sunan Kalijaga ialah tokoh seniman wayang. Ia tidak pernah meminta bayaran dalam pertunjukan seni-nya, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat.
Meski sebagian dongeng wayang masih dipetik dari dongeng Mahabharata dan Ramayana, namun dalam cerita itu disisipkan aliran dan nama-nama pendekar Islam. Selain wayang, bentuk kesenian lain yang dijadikan media islamisasi yakni sastra (hikayat, babad, dan sebagainya), seni arsitektur (seperi tampakpada bentuk masjid-masjid peninggalan para ulama atau Wali Songo), dan seni ukir yang banyak terdapat di kediaman atau masjid-masjid peninggalan para Wali.
6. Politik 
Proses Islamisasi melalui media politik dijalankan secara sedikit demi sedikit dan berkesinambungan antara penguasa dan pemerintahan, setelah penguasa atau rajanya masuk Islam hampir pasti rakyatnya juga masuk Islam (contoh di Maluku dan Sulawesi). Selain itu ada kerajaan Islam yang melakukan penahklukan terhadap kerajaan-kerajaan non-Islam dan kemenangan menciptakan masyarakat secara sedikit demi sedikit masuk Islam.
Itulah pembahasan perihal seni manajemen dakwah Islam di Indonesia, semoga bermanfaat.
  Imbas Gerakan Pembaruan Islam Di Indonesia