Tahapan Perkembangan Moral Anak Usia Dini berdasarkan para mahir. Pengertian akhlak yakni sesuatu yang bekerjasama dgn penerapan nilai & norma yg berlaku di masyarakat, dlm perbuatan yg seharusnya dijalankan dlm interaksi sosial.
Menurut para andal perkembangan anak di bawah ini terdapat kesamaan dlm pertumbuhan budbahasa anak usia dini. Simak dimana perbedaan & persamaan teori perkembangan moral anak di bawah ini.
Daftar Isi
Tahap Perkembangan Moral Anak Usia Dini Menurut Para Ahli
A. Tahapan Perkembangan Moral Anak Menurut Piaget
Menurut Piaget dlm observasi & wawancara pada anak usia 4-12 tahun menyimpulkan bahwa anak melewati dua tahap yg berlawanan dlm cara berpikir tentang moralitas yakni:
1. Tahap Moralitas Heterogen
Anak usia 4-7 tahun menunjukkan moralitas heterogen, yakni tahap pertama dr perkembangan budpekerti. Anak berpikir bahwa keadilan & peraturan yakni property dunia yg tak mampu diubah & dikelola oleh orang. Anak berpikir bahwa peraturan dibentuk oleh orang remaja & terdapat pembatasan-pembatasan dlm berperilaku laku.
Pada masa ini anak menilai kebenaran atau kebaikan tingkah laris berdasarkan konsekuensinya, bukan niat dr orang yg melaksanakan. Anak pula percaya bahwa aturan tak bisa diubah atau diturunkan oleh suatu otoritas yg berkuasa.
Anak berpikir bahwa mereka tak berhak membuat peraturan sendiri, melainkan dibuatkan aturan oleh orang akil balig cukup akal. Orang sampaumur perlu memberikan peluang pada anak untuk membuat peraturan, semoga anak menyadari bahwa peraturan berasal dr akad & mampu diubah.
2. Tahap Moralitas Otonomi
Usia 7 – 10 tahun, anak berada dlm masa transisi & menunjukkan sebagian ciri-ciri dr tahap pertama kemajuan akhlak & sebagian ciri dr tahap kedua yakni moralitas otonom.
Anak mulai sadar bahwa peraturan & hokum dibentuk oleh insan, & tatkala menganggap sebuah perbuatan, anak akan menimbang-nimbang niat & konsekuensinya. Moralitas akan timbul dgn adanya koordinasi atau kekerabatan timbal balik antara anak dgn lingkungan dimana anak berada.
Pada masa ini anak percaya bahwa tatkala meraka melakukan pelanggaran, maka otomatis akan mendapatkan hukumannnya. Hal ini sering kali menciptakan anak merasa khawatir & takut berbuat salah.
Namun, tatkala anak mulai berpikir dengan-cara heteronom, anak mulai menyadari bahwa eksekusi terjadi apabila ada bukti dlm melaksanakan pelanggaran.
Piaget percaya bahwa dgn kian meningkat cara berpikir anak, anak akan makin mengerti wacana duduk perkara-duduk perkara social & bentuk koordinasi yg ada didalam lingkungan penduduk .
A. Tahapan Perkembangan Moral Anak Menurut Kohlberg
Selain Piaget, Kohlberg pula menekankan bahwa cara berpikir anak wacana sopan santun berkembang dlm beberapa tahapan. Kohlberg menggambarkan 3 (tiga) tingkatan akal sehat tentang budbahasa, & setiap tingkatannya mempunyai 2 (dua) tahapan, yaitu :
1. Morolitas Prakonvensional
Penalaran prakonvensional yakni tingkatan paling rendah dr akal budi moral, pada tingkat ini baik & jelek diinterpretasikan lewat reward (imbalan) & punishment (hukuman) eksternal.
Tahap satu, Moralitas Heteronom yaitu tahap pertama pada tingkatan pikiran sehat prakonvensional. Pada tahap ini, anak berorientasi pada kepatuhan & eksekusi, anak berpikir bahwa mereka mesti patuh & takut terhadap eksekusi. Moralitas dr suatu langkah-langkah dinilai atas dasar akhir fisiknya.
Contoh : “Bersalah” dicubit. Kakak menciptakan adik menangis, maka ibu memukul tangan abang (dalam batas-batas tertentu).
Tahap kedua, individualisme, tujuan instrumental, & pertukaran. Pada tahap ini, anak berpikir bahwa mementingkan diri sendiri ialah benar & hal ini pula berlaku untuk orang lain. Karena itu, anak berpikir apapun yg mereka lakukan harus menemukan imbalan atau pertukaran yg setara.
Jika ia berbuat baik, maka orang pula harus berbuat baik terhadap dirinya, anak menyesuaikan terhadap prospek social untuk memperoleh penghargaan.
Contoh : berbuat benar beliau dipuji “ pintar sekali”.
2. Moralitas Konvensional
Penalaran konvensioanal adalah tingkat kedua atau menengah dlm tahapan Kohlberg. Pada tahapan ini, individu memberlakukan kriteria tertentu , tetapi patokan ini ditetapkan oleh orang lain, contohnya oleh orang tua atau pemerintah.
Moralitas atas dasar persesuaian dgn peraturan untuk mendapatkan persetujuan orang lain & untukmempertahankan hubungan baik dgn mereka.
Tahap satu, ekspektasi interpersonal, relasi dgn orang lain, pada tahap ini anak menghargai kepercayaan, perhatian, & kesetiaan terhadap orang lain selaku dasar evaluasi tabiat. Pada tahap ini, seseorang menyesuaiakan dgn peraturan untuk mendapatkan persetujuan orang lain & untuk menjaga relasi baik dgn mereka.
Contoh yakni mengembalikan krayon ketempat semula sesudah digunakan (nilai watak = tanggung jawab).
Tahap kedua, moralitas system social, pada tahap ini evaluasi tabiat didasari oleh pengertian tentang keteraturan dimasyarakat, aturan, keadilan, & kewajiban.
Seseorang percaya bahwa jikalau golongan social menerima peraturan yg sesuai bagi seluruh kelompok, maka mereka harus berbuat sesuai dgn peraturan itu semoga terhindar dr keamanan & ketidaksetujuan social. Contohnya ialah bareng -sama membersihkan kelas, semua anggota kalangan wajib menenteng alat kebersihan (nilai watak = gotong royong).
3. Moralitas Pascakonvensional
Penalaran pascakonvensional merupakan tahapan tertinggi dlm tahapan susila Kohlberg, pada tahap ini seseorang menyadari adanya jalur adab alternative, dapat memberikan opsi, & memutuskan bersama tentang peraturan, & moralitas didasari pada prinsip-prinsip yg diterima sendiri.
Ini mengarah pada moralitas bahu-membahu, tak perlu disuruh alasannya adalah merupakan kesadaran dr diri orang tersebut.
Tahap satu, hak individu, pada tahap ini individu menalar bahwa nilai, hak, & prinsip lebih utama. Seseorang perlu keluwesan dlm adanya modifikasi & pergantian standar budbahasa apabila itu dapat menguntungkan kelompok dengan-cara keseluruhan.
Contoh pada tahun ajaran gres sekolah memperkenankan orangtua menunggu anaknya selama lebih kuarang satu minggu, sesudah itu anak mesti berani ditinggal.
Tahap kedua, prinsip universal pada tahap ini, seseorang menyesuaikan dgn tolok ukur social & cita-cita internal utamanya untuk menghindari rasa tak puas dgn diri sendiri & bukan untuk menghindari kecaman social (orang yg tetap mempertahankan moralitas tanpa takut dr kecaman orang lain).
Contohnya yaitu anak dengan-cara sadar membereskan kamar tidurnya secepatnya sesudah dia bangkit tidur dgn prospek supaya kamarnya terlihat senantiasa dlm keadaaan rapih