SYEKH AHMAD AL-FATHANI DAN DOA KESAKTIAN ISLAM NUSANTARA (hati-hati bagi yg suka mencela Islam Nusantara.. Ini ada doa dari gurunya Syaikhuna Cholil Bangkalan):
Syekh Ahmad al-Fathani – lengkapnya Syekh Ahmad bin Muhammad Zain bin Musthafa al-Fathani – adalah ulama besar Islam Nusantara asal Patani (kini Thailand selatan) yang menhasilkan hampri seratus karya dalam bahasa Arab dan Meayu. Beliau lahir pada 5 Sya’ban tahun 1272 H/10 April 1856 di Kampung Jambu, Negeri Jereng, Patani.
Sejak kecil meninggalkan Patani bareng orang tuanya dan menetap di kota Mekah al-Mukarramah. Beliau mencar ilmu pada sejumlah ulama-ulama Mekah populer dan juga di Universitas Al-Azhar, Kairo. Kembali ke Mekah beliau menjadi pengajar sejumlah disiplin ilmu, dari ilmu agama hingga ilmu umum hingga kedokteran. Di antara santri-santri ia di Mekah yaitu Syaikhuna Cholil Bangkalan dan Syekh Mahfuzh Tremas.
Ketika terjadi perdebatan di Beirut antara Syekh Muhammad Abduh dan Syekh Yusuf an-Nabhani (penulis populer wacana kitab-kitab kebanggaan kepada Rasulullah shallallahualaihiwasallam), Syekh Ahmad ditunjuk oleh para ulama Mekah untuk menjadi moderator sekaligus mediator. Berkat kedekatannya dengan pejabat Turki-Usmani, di tahun 1880-an beliau diandalkan mengelola penerbitan di Mekah yang mencetak dan berbagi karya ulama-ulama Islam Nusantara sampai ratusan judul.
Beliau wafat pada tanggal 11 Dzulhijjah 1325 H/14 Januari 1908 di Mina dan dimakamkan di pemakaman Ma’la, Mekah. Di antara karya-karya beliau: al-Fatawa al-Fathaniyah (2 jilid), Hadiqatu-l-Azhar wa-r-Rayahin (2 jilid), Faridatu-l-Fara‘id fi ‘Ilmi-l-‘Aqa‘id, dan Thayyibu-l-Ihsan fi Thibbi-l-Insan (wacana ilmu kedoketran).
Berikut DOA KESAKTIAN ISLAM NUSANTARA menyerupai dimuat dalam bukunya Hadiqatu-l-Azhar wa-r-Rayahin:
[Ya Tuhan ta’ala] Menaruh mereka itu akan cemburu pada segala hati mereka itu dan membesarkan segala himmah mereka itu, dan me[ng]hadapkan inayah mereka itu, dan menyungguh-menyungguhkan usaha mereka itu pada[nya] bahawa dijadikan segala negeri mereka itu bendahara ilmu, dan perladungan [pusat pembibitan] kepandaian, dan membukakan segala mata anak jenis mereka itu kepada memandang cemerlang, kebijakan dan handalan.
Supaya ada kelihatan kemegahan bangsa Melayu [Jawi, Nusantara] antara segala alam. Dan tertinggi nama mereka itu antara Bani Adam. Dan bertambah-tambah keunggulan ulama mereka itu atas segala ulama. Dan bertambah nyata agama mereka itu atas segala agama. …
sampai masyhur bangsa mereka itu atas sekalian bangsa dengan kepandaian, dan bijaksana, dan kepetihan [?], dan banyak ilmu…
Maka boleh mereka itu peliharakan segala negeri dan jajahan [wilayah] mereka itu hingga tiada tamak padanya oleh segala seteru [lawan-lawan dari luar] …
[Ya Allah] Serta dilanjutkan zaman duli-duli tuanku serta zuriat tuanku raja-raja Melayu di dalam damai kerajaan yang tiada mencampuri akan beliau qadr dan menyakiti oleh ajanib [bangsa aneh]. Dan dilimpahi dengan ni’mat dan rahmat, dan kekayaan yang ada padanya berkat yang memberi manfaat bagi Agama Islam. Dan terangkat dengan ia oleh sebutan jenis Melayu [Nusantara] berat dan terhebat dengan dia oleh kerajaannya pada segala hati ajanib [kelebihan atas bangsa ajaib]. Dan tertamadun dengan dia oleh siyasah mereka itu selaku tamadun yang muwafakat dengan Syarak..”
Amiiin….
Oleh : Ustadz Ahmad Baso