Surat yang Berisi 100 Kapal untuk Putra Ali bin Abi Thalib

Muhammad ibn al-Hanafiyah & orang-orang yg bersamanya berjalan menuju negeri Syam. Sesampainya di “Ublah”, mereka menetap di sana.

(Muhammad ibn al-Hanafiyyah lahir di selesai masa khilafah ash-Shiddiq (Abu Bakar) RA. Ia berkembang & terdidik di bawah perawatan ayahnya, Ali bin Abi Thalib, ia lulus di bawah didikannya.

Ia mencar ilmu ibadah & kezuhudan dr ayahnya. Mewarisi kekuatan & keberaniannya, mendapatkan kefasihan & balaghoh darinya. Hingga ia menjadi pendekar perang di medan pertempuran. Singa mimbar di perkumpulan manusia. Seorang andal ibadah malam (Ruhbaanullail) apabila kegelapan telah menutup tirainya ke atas alam & dikala jasus tertidur lelap.

Ayahnya sudah mengutusnya ke dlm pertempuran-pertempuran yg ia ikuti. Dan ia (Ali) telah memikulkan di pudaknya beban-beban pertempuran yg tak ia pikulkan pada kedua saudaranya yg lain; al-Hasan & al-Husain. Ia pun tak terkalahkan & tak pernah melemah keteguhannya).

Penduduknya menempatkan mereka di kawasan yg paling mulia & menjamu mereka dgn baik sebagai tetangga.

Mereka mengasihi Muhammad ibn al-Hanafiyah & mengagungkannya, karena apa yg mereka lihat dr kedalaman (kesabaran) ibadahnya & kejujuran zuhudnya.

Ia mulai memerintahkan mereka pada yg ma’ruf & mencegah mereka dr yg munkar. Ia mendirikan syi’ar-syi’ar di antara mereka & mengadakan ishlah dlm pertengkaran mereka. Ia tak membiarkan seorang pun dr insan mendzalimi orang lain.

Di dikala gosip itu hingga ke indera pendengaran Abdul Malik ibn Marwan, hal tersebut memberatkan hatinya. Ia kemudian bermusyawarah dgn orang-orang terdekatnya.

Mereka berkata kepadanya, “Kami tak beropini supaya kau-sekalian memperbolehkannya tinggal di kerajaanmu. Sedangkan sirahnya sebagaimana yg kau-sekalian ketahui. Entah ia membaiatmu atau ia kembali ke tempatnya semula.”

  Nenek Renta: Semoga Allah Tidak Berikan Pahala kepada Umar bin Khaththab

Maka, Abdul Malik menulis surat untuknya & berkata, “Sesungguhnya kamu-sekalian telah mendatangi negeriku & kau-sekalian singgah di salah satu ujungnya. Dan ini peperangan yg terjadi antara diriku & Abdullah ibn az-Zubair. Dan kau-sekalian yaitu seseorang yg mempunyai kawasan & nama di antara kaum Muslimin. Dan gue melihat biar kamu-sekalian tak tinggal di negeriku kecuali kalau kamu-sekalian membaiatku. Bila kau-sekalian membaiatku, gue akan memberimu seratus kapal yg datang kepadaku dr “al-Qalzom” kemarin, ambillah beserta apa yg ada padanya. Bersama itu kamu-sekalian berhak atas satu juta dirham ditambah dgn jumlah yg ananda pastikan sendiri untuk dirimu, anak-anakmu, kerabatmu, budak-budakmu & orang-orang yg bersamamu. Bila kamu-sekalian menolaknya maka pergilah dariku ke tempat yg gue tak mempunyai kekuasaan atasnya.”

Muhammad ibn al-Hanafiyah kemudian menulis jawaban, “Dari Muhammad ibn Ali, pada Abdul Malik ibn Marwan. Assalamu ‘alaika…Sesungguhnya gue memuji pada Allah yg tak ada Ilah yg berhak disembah selain Dia, (aku berterima kasih) kepadamu. Amma ba’du. Barangkali kau-sekalian menjadi cemas terhadapku. Dan gue mengira kamu-sekalian adalah orang yg paham terhadap hakikat sikapku dlm perkara ini. Aku sudah singgah di Mekkah, maka Abdullah ibn az-Zubair mengharapkan gue untuk membaiatnya, & tatkala gue menolaknya ia pun berbuat jahat terhadap pertentanganku. Kemudian kamu-sekalian menulis surat kepadaku, memanggilku untuk tinggal di negeri Syam, lalu gue singgah di suatu daerah di ujung tanahmu di karenakan harganya murah & jauh dr markaz (sentra) pemerintahanmu. Kemudian kamu-sekalian menulis kepadaku apa yg sudah kau-sekalian tuliskan. Dan kami Insya Allah akan meninggalkanmu.”

Muhammad ibn al-Hanafiyyah beserta orang-orangnya & kelurganya meninggalkan negeri Syam, & setiap kali ia singgah di suatu daerah ia pun di usir darinya & diperintahkan supaya pergi darinya.

  Kisah Cinta Sejati dari Pernikahan Ali Dengan Fathimah (Bagian 2)

Dan seakan-akan kesusahan belum cukup atasnya, hingga Allah berkehendak mengujinya dgn kesulitan lain yg lebih besar pengaruhnya & lebih berat tekanannya…

Yang demikian itu, bahwa sekelompok dr pengikutnya dr kelompok orang-orang yg hatinya sakit & yg yang lain dr golongan orang-orang ceroboh. Mereka mulai berkata, “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam telah menitipkan di hati Ali & keluarganya aneka macam diam-diam-rahasia ilmu, qaidah-qaidah agama & perbendaharaan syariat. Beliau telah mengkhususkan Ahlul Bait dgn apa yg orang lain tak mengetahuinya.”

Orang yg ‘alim, berzakat & mahir ini memahami betul apa yg diusung oleh ucapan ini dr penyimpangan, serta bahaya-bahaya yg mungkin diseretnya atas Islam & Muslimin. Ia pun menghimpun manusia & bangkit mengkhutbahi mereka…ia memuji Allah AWJ & menyanjungnya & bershalawat atas Nabi-Nya Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam…kemudian berkata, “Sebagian orang berasumsi bahwa kami segenap Ahlul Bait mempunyai ilmu yg Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam mengkhususkan kami dengannya, & tak menginformasikan pada siapapun selain kami. Dan kami –demi Allah- tidaklah mewarisi dr Rasulullah melainkan apa yg ada di antara dua lembaran ini, (dan ia menunjuk ke arah mushaf). Dan sesungguhnya barangsiapa yg beranggapan bahwa kami mempunyai sesuatu yg kami baca selain kitab Allah, sungguh ia sudah berdusta.”

Adalah sebagian pengikutnya mengucapkan salam kepadanya, mereka berkata, “Assalamu’alaika wahai Mahdi.”

Ia menjawab, “Ya, gue yakni Mahdi (yang mendapat petunjuk) pada kebaikan…dan kalian yaitu para Mahdi pada kebaikan Insya Allah…akan namun apabila salah seorang dr kalian mengucapkan salam kepadaku, maka hendaklah menyalamiku dgn namaku. Hendaklah ia berkata, “Assalamu’alaika ya Muhammad.”

Tidak berjalan usang kebingungan Muhammad ibn al-Hanafiyyah perihal daerah yg akan ia tinggali beserta orang-orang yg bersamanya…Allah sudah berkehendak agar al-Hajjaj ibn Yusuf ats-Tsaqofi menumpas Abdullah ibn az-Zubair…dan biar manusia seluruhnya membaiat Abdul Malik ibn Marwan.

  Kisah Cinta Sejati dari Pernikahan Ali Dengan Fathimah (Bagian 3)

Maka, tidaklah yg ia lakukan kecuali menulis surat pada Abdul Malik, ia berkata, “Kepada Abdul Malik ibn Marwan, Amirul Mukminin, dr Muhammad ibn Ali.

Amma ba’du. Sesungguhnya setelah gue melihat perkara ini kembali kepadamu, & insan membaiatmu. Maka, gue mirip orang dr mereka. Aku membaiatmu untuk walimu di Hijaz. Aku mengirimkan baiatku ini dengan-cara tertulis. Wassalamu’alaika.”

Ketika Abdul Malik membacakan surat tersebut pada para sahabatnya, mereka berkata, “Seandainya ia ingin memecah tongkat ketaatan (baca: keluar dr ketaatan) & membikin perpecahan dlm masalah ini, pasti ia bisa melakukannya, & pasti kamu-sekalian tak memiliki jalan atasnya…Maka tulislah kepadanya dgn perjanjian & keamanan serta persetujuanAllah & Rasul-Nya semoga ia tak diusir & diusik, ia & para sahabatnya.”

Abdul Malik kemudian menulis hal tersebut kepadanya. Hanya saja Muhammad ibn al-Hanafiyyah tak hidup usang sehabis itu. Allah sudah memilihnya untuk berada di sisi-Nya dlm kondisi ridla & diridlai.

Semoga Allah memperlihatkan cahaya pada Muhammad ibn al-Hanafiyah di kuburnya, & gampang-mudahan Allah mengindahkan ruhnya di surga. Ia tergolong orang yg tak menginginkan kerusakan di bumi tak pula ketinggian di antara manusia. [Paramuda/ Wargamasyarakat]