“Suksesi” Umar Bin Khattab Selaku Khalifah

Pengangkatan Umar selaku khalifah sangat tanpa kendala tanpa ada kontradiksi di golongan kaum muslimin. Hal tersebut terjadi alasannya adalah menjelang maut, Abu Bakar telah mengajukan Umar bin Khattab selaku pemimpin kaum muslimin untuk mengganitkannya. Namun yang pantas kita cermati adalah adanya penunjukan, inilah yang pantas kita telusuri.

Dalam proses penunjukan Umar sebagai Khalifah, Abu Bakar sudah meminta pendapatpara teman adalah Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurahman bin Auf, Talhah bin Ubaidillah dan Usaid bin Kundur. Abdurahman bin Auf memperlihatkan pertimbangan kepada Abu Bakar dengan memuji Umar dan menambahkan kelemahan Umar yang gampang marah, tetapi Abu Bakar menjelaskan bahwa Umar terlihat mirip itu agar kontras dengan kelembutan dirinya dan pada saat Umar berkuasa dia akan menjadi seorang yang lembut.

Namun sebelumnya Abu Bakar percaya bahwa banyak Kaum Muhajirin yang berpikir untuk menduduki dingklik Khilafah, sebagaimana yang terjadi pada insiden saqifah. Di ambang ajalnya Abu Bakar pernah memperingatkan Umar wacana kaum Muhajirin dan ketamakan mereka akan kekuasaan.

Tindakan Abu Bakar dalam memilih umur khilafah dan prinsip “suksesi” menjadi absah dalam fikih politik Sunni. Namun demikian, menurut sumber-sumber, hal ini tidak mempunyai dasar dari Nabi. Ketentuan suksesi itu memberikan dua pilar bagi pemerintahan yang turun temurun (berdasarkan keturunan). Dalam pemerintahan ini, pilar pertama yaitu suksesi dan pilar yang kedua yaitu keluarga dan keturunan. Pilar pertamanya dalam riwayat khilafah berkaiatan dengan suatu bentuk yang sah. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Muhammad Rasyid Ridah, hal ini memunculkan khilafah turun temurun di kurun Bani Umayah.

  Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq (11-13 H / 632-634 M)

Pernyataan tertulis Abu Bakar secara mudah menunjuk Umar selaku Khalifah. Oleh karena itu, kesetiaan masyarakattidak berpengaruh dalam pemerintahannya. Akhirnya, kita harus mengatakan bahwa sikap tidak setuju sebagian masyarakattidak lantas berarti dia tidak bisa menjadi seorang khalifah.

Dalam pembaitannya selaku khalifah, Umar berjanji tidak akan mengambil apa pun dari harta negara maupun dari rampasan peperangan, mensejahterakan rakyatnya (akan menaikkan upah dan honor seiiring uang yang masuk ke kas negara), akan menjaga keluarga para tentara muslim yang berangkat ke medan perang.

* cuma sekedar catatan kecil dari beberapa buku

S.Maronie / 27 Agustus 2012 / 11.10 pm / @DjoksayHome