Dalam sebuah program resepsi pernikahan ada seseorang mengatakan sesuatu pada temannya.
“Sudah menikah lama kok antum nggak gemuk, Akhi?” tanya seseorang pada temannya yg gres datang memasuki tenda ijab kabul.
Mendengar itu, sahabat lain yg pula ikut nyeletuk, “Nggak cocok mungkin susunya hahaha..!” diikuti riuh yg lainnya, koor tertawa.
“Kalau yg itu lho (nunjuk sobat lelaki lainnya), gres nikah saja sudah gemuk,” lanjut yg lain, masih dgn perhiasan yg serupa “susunya cocok kali”.
Tak paham terperinci apa yg dimaksud dgn “susunya cocok”. Orang akan mengarah pribadi hal yg berbau seksualitas. Lumrah, tetapi tak etis & tak yummy didengarkan terlebih jikalau yg mengucapkan itu seorang kader dakwah.
Begitulah fenomena yg terjadi di masyarakat kita, & kita harus akui bahwa sehabis menikah, seorang lelaki memang kebanyakan akan gemuk. Tidak hanya laki-laki Indonesia yg makin berbadan optimal pascamenikah, tetapi hampir semua pria di seluruh dunia semakin mengalami “tumbuh itu ke samping bukan ke atas” setelah menyandang suami. Menurut suatu penelitian, dilansir oleh yourtango.com, yg ditulis oleh jurnal Families, Systems, and Health, 25 persen laki-laki sungguh mungkin mengalami peningkatan berat tubuh sesudah menikah.
Jika dibandingkan dgn jomblo, laki-laki yg sudah menikah lebih cepat gemuk & mengalami peningkatan berat tubuh. Penyebabnya yakni ketenangan & keterjagaan, alasannya adalah mereka sudah nyaman dgn statusnya. Sehingga hal-hal yg berkaitan dgn kesehatan & perut, terjaga lantaran ada yg menjaga & mengingatkan, seperti menjaga acuan makan, olahraga & sebagainya terlalaikan, apalagi jika istrinya ahli masak & doyan jajan. Sementara jomblo kadang lupa makan kalau sudah larut dgn pekerjaan atau tugas kuliah, makan jadi tak teratur.
Lalu, bagaimana kalau pria sudah menikah tetapi belum pula gemuk apa itu salah? Apa berarti hidupnya tak hening? Apakah sebegitu layaknya mendapatkan ucapan “susunya tak cocok”?
Tentu banyak faktor. Jika aspek ketenangan mampu jadi. Namun itu bukan satu-satunya faktor. Sebab, ada seorang ikhwan yg sudah menikah & punya anak tiga, namun tak pula gemuk. Hidupnya sarat ketenangan, sama istrinya pula selalu mesra. Seorang tetangga pula sudah berumah tangga puluhan tahun, namun beliau pula tak kunjung gemuk.
Faktor fisik. Ya, mampu jadi si suami mempunyai gologan fisik ectomorph. Apa itu? Pemilik fisik ectomorph itu biasanya sulit naik mudah turun berat badannya. Faktor-faktor yg menghalang pertambahan berat badan yg normal & pembentukan otot bagi kelompok ini ialah berhubungan dgn selera makan & metabolisme. Mereka dilahirkan dgn metode metabolisme yg sangat tinggi. Mereka boleh makan apa saja yg mereka mau kapan saja tanpa mesti takut mengalami kegemukan.
Ada seorang istri yg berupaya keras supaya suaminya gemuk, mengolah makanan yg enak-enak & bergizi, membelikan susu weight gain, tetapi tetap saja suaminya kurus. Ia melakukakan itu karena merasa gagal menjadi istri, merasa tak nyaman pula dgn anggapan “tak sukses menggemukkan (membahagiakan) suami”. Dikira sapi kali ya penggemukan badan. Hidup kita menderita kadang karena asumsi-anggapan. Wallahua’lam. [Paramuda/ Wargamasyarakat]