Subjek pajak ialah orang atau tubuh yang dikenakan pajak oleh negara. Subjek pajak ini dibagi menjadi 4 klasifikasi adalah :
a. Orang eksklusif: Bagi seluruh WNI atau WNA yang tinggal di Indonesia maupun di luar negeri, namun mempunyai pendapatan dari Indonesia maka mereka akan diberlakukan pajak orang langsung.
b. Badan: Bagi seluruh tubuh yang bangun dan berkembang di Indonesia masuk ke dalam ketentuan subjek pajak badan, terkecuali untuk badan yang bersifat non-komersial dan juga yang menerima ongkos dari APBN/APBD.
c. Warisan yang belum terbagi: Bagi seluruh pewaris yang mau membagi dan menurunkan warisannya, maka pewaris wajib mendaftarkan harta bendanya dan membayarkan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk subjek pajak dengan klasifikasi warisan yang belum terbagi.
d. Bentuk usaha tetap: Bagi seluruh kantor, gedung, pabrik, bengkel, gudang, dan lainnya yang diresmikan oleh WNI maupun WNA yang bertempat tinggal di Indonesia, maka mereka akan dikenakan pajak bentuk perjuangan tetap.
Sedangkan pajak subjektif ialah pungutan pajak yang berasal dari Wajib Pajak (WP) orang langsung. Dimana WP orang pribadi tersebut sudah mempunyai NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) selaku syarat administrasi untuk melakukan hak dan keharusan pajaknya. Sedangkan untuk pola dari pajak subjektif adalah pajak penghasilan atau PPh. Yang mana pungutan PPh didasarkan pada penghasilan atau pemasukan yang diperoleh wajib pajak (WP) dalam satu abad tahun pajak. Pajak penghasilan (PPh) lazimnya dikenakan terhadap wajib pajak yang memperoleh pelengkap nilai hemat dari penghasilannya. Secara umum, jenis PPh terbagi menjadi PPh pasal 21, PPh pasal 15, PPh pasal 22 dan PPh pasal 23. Dimana setiap jenis PPh tersebut memiliki ketentuan dan tarif pajak yang berbeda-beda.
Secara biasa . tax avoidance yakni bagan penghindaran pajak yang bertujuan meminimalisir beban pajak dengan memanfaatkan celah yang ada pada ketentuan perpajakan. Baik ketentuan perpajakan internasional maupun perpajakan dari negara bersangkutan. Sehingga tak heran, bila tax avoidance dianggap selaku kegiatan legal alasannya adalah penghindaran pajak yang diperbolehkan (acceptable tax avoidance), dengan karateristik memiliki tujuan yang bagus, bukan untuk menyingkir dari pajak, dan tidak melaksanakan transaksi palsu.
Contoh tax avoidance ialah sebagai berikut :
a. Pinjaman ke bank yang nominalnya besar
Pasal 6 ayat (1) karakter a Undang- Undang Pajak Penghasilan memasukkan bunga menjadi ongkos yang secara langsung atau tidak eksklusif berhubungan dengan acara usaha. Wajib pajak meminjam ke bank dengan nominal yang besar sehingga bunga tunjangan semakin besar pula, bunga derma ini dibebankan dalam laporan keuangan fiskal wajib pajak, namun pinjaman tersebut bukan untuk memperbesar modal wajib pajak sehingga pemasaran tidak meningkat dan membuat keuntungan tidak bertambah.
b. Hibah
Hibah yang terdapat dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 2 UU No.36 tahun 2008 menertibkan bahwa harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dikecualikan dari objek Pajak. Harta hibahan seperti tanah dan bangunan yang diberikan oleh kakek kepada cucunya merupakan objek pajak alasannya adalah harta hibahan yang diterima bukan dalam garis keturunan lurus satu derajat. Wajib pajak seperti kakek tersebut mencari celah supaya tidak dikenakan PPh dengan cara memberi harta hibahan ke Tn. A yang merupakan anak dari sang kakek, lalu harta yang secara sah telah menjadi milik Tn. A diberikan lagi ke Tn. B yang merupakan anak dari Tn. A (cucu sang kakek).
Tuan Rofiq adalah seorang karyawan PT.Anugrah Jaya , pada tanggal 1 Januari 2020 status kawin tanpa tanggungan. Pada tanggal 2 Januari 2020 Rofiq memiliki 2 orang anak. Berapakah besarnya PTKP Tuan Rofiq tahun 2020 ?
Jawaban :
PTKP Tuan Rofiq tahun 2020
WP Pribadi Rp 54.000.000
Status Menikah Rp 4.500.000
Tanggungan (2 x 4.500.000) Rp 9.000.000
Jumlah PTKP Rp 67.500.000
Tuan Jaya berstatus K/2. Mempunyai tanggungan seorang anak dan seorang adik kandung. Tuan Jaya bekerja pada PT “Maju“ . Tuan Jaya menemukan gaji pokok (gapok) sebulan sebesar Rp 8.000.000,- Perusahaan memberi makan siang setiap karyawannya jikalau diuangkan sebulan sebesar Rp. 750.000,- . Perusahaan juga memperlihatkan duit transpot sebulan sebesar Rp. 600.000,- .PT “Maju” membayar iuran pensiun sebesar 3 % dari gapok dan Tuan Jaya mengeluarkan uang iuran pensiun 2 % dari gapok , istri Tuan Jaya tidak melakukan pekerjaan . Berapakah PPh Pasal 21 terutang Tuan Jaya sebulan ?
Jawaban :
Gaji Pokok Rp 8.000.000
Tunjangan Makan Rp 750.000
Tunjangan Transport Rp 600.000
Iuran Pensiun (3% x Rp 8.000.000) Rp 240.000 +
Penghasilan Bruto Rp 9.590.000
Pengurangan :
Biaya jabatan (5% x Rp 9.590.000) Rp 479.500
Iuran Pensiun (2% x Rp 8.000.000) Rp 160.000 +
Rp 639.500 –
Penghasilan Neto Sebulan Rp 8.950.500
Penghasilan Neto Setahun (12 x Rp 8.950.500) Rp 107.406.000
PTKP :
WP Pribadi Rp 54.000.000
Status Menikah Rp 4.500.000
Tanggungan (2 x Rp 4.500.000) Rp 9.000.000 +
Rp 67.500.000 –
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 39.906.000
PPh Terutang :
5% x Rp 39.906.000 = Rp 1.995.300
PPh Pasal 21 sebulan (1.995.300/12 bulan) = Rp 166.275