Suami Pendiam Bukan Berarti Tidak Cinta

Ini adalah lanjutan dr tulisan sebelumnya tentang Curahan Hati Seorang Istri yg Suaminya Pendiam. Disebutkan bahwa seorang perempuan memiliki suami yg ia anggap kurang romantis karena pendiam & tak banyak bicara.

Akhirnya ia menelepon sahabatnya yg tak lain yaitu perempuan mahir yg dlm bahasa arab diistilahkan dgn wanita lautan (disingkat WL).

Singkat kisah ia menyebutkan sebuah syair pada sahabatnya itu

Wahai suamiku, ucapkanlah kata-kata manis walau itu dusta

Karena diammu yg bagai patung itu membunuhku

Mari kita simak lanjutannya.

WL     : Oke! Tapi harus kau-sekalian dimengerti adalah bahwa tamat dr syair itu adalah,

Andai gue bangun diam di depan kecantikanmu

Maka, diamku di depan keelokanmu pasti lebih baik

Kata-kata kita tentang cinta akan membunuh cinta itu sendiri

Karena huruf-huruf tak memiliki arti tatkala diucapkan

Sungguh persoalan yg ananda hadapi ini membingungkan. Pertama, kau-sekalian merasa sakit hati, kesal & hidup dlm sekam neraka. Kedua, itu semua ananda ringkas dlm satu bait syair yg berisi rayuan. Semua itu tak mampu diterima oleh nalar sehat.

Istri    : Sahabatku. kemudian dgn perumpamaan apa lagi gue menjawab pertanyaanmu yg memojokkan itu? Perempuan butuh kata-kata manis, ia sangat merindukan rayuan-rayuan.

WL     : Baik. Apakah kau-sekalian hendak mengatakan bahwa suamimu tak menyayangimu lagi?

Istri    : Suamiku tak pernah mengatakan itu.

WL     : Aku merasa ada keraguan dlm jawabanmu. Aku tak bertanya ihwal perkataannya, yg gue tanyakan padamu adalah cintanya kepadamu.

Istri    : ia masih menyayangiku, namun terkadang tak menyayangiku..

WL     : Subhanallah. Semoga Allah melindungiku dr pengingkaran terhadap kebaikan suami.

Istri    : Baik, sahabatku. Kita mengobrol kalem saja. Aku mohon jangan marah.

  Wahai Para Suami, Ingatlah Tujuan Pernikahan

WL     : Maaf. Kita tak sedang mengobrol kalem, yg benar adalah gue sebagai pendengar & kamu-sekalian yg mengemukakan curahan hatimu.

Istri    : Oke, kita anggap saja perkataanmu itu benar, kemudian apakah saya tak boleh berbagi?

WL     : Engkau tak butuh berbagi, namun yg ananda butuhkan yakni orang yg menyadarkanmu dr buaian setan.

Istri    : Aku merasa kau-sekalian mulai memojokkanku.

WL     : Benar. Aku akan membantu mengembalikan ingatanmu sedikit demi sedikit.

Bukankah kemarin gue mengunjungimu, ketika itu gue bertanya kepadamu ihwal mawar merah yg ada di rumahmu, lalu ananda menjawab bahwa suamimu setiap kali memberimu mawar merah ini?

Bukankah ananda yg mengatakan bahwa suamimu tak terbiasa pulang terlambat?

Bukankah gue menanyakan keberadaanmu ketika piknik kemarin & ananda mengatakan bahwa suamimu tak bisa bersenang-bahagia dgn sahabat-temannya sebelum mengajak kalian sekeluarga berlibur?

Bukankah ananda yg sering bilang bahwa suamimu baik dgn semua kerabatmu?

Bukankah ananda yang… maaf, gue ingat satu lagi. Engkau pernah bilang kepadaku, bahwa ia menuliskan kata-kata indah mirip sebuah puisi orang kasmaran di suatu kotak kado yg diberikan kepadamu?

Istri    : Aku tak percaya kata-kata itu timbul dr hatinya. Jangan-jangan ia berbelanja hadiah itu lengkap dgn kata-kata itu.

WL     : Ingat! Pengingkaran kerap kali membuat nikmat jadi petaka. Seharusnya ananda sadar bahwa banyak wanita yg menghendaki rumah tangga sebagaimana ananda mengidamkan suami seperti suamimu yg tetap setia & sayang, meski usia akad nikah kalian telah berlangsung lima belas tahun.

Terperosoknya sebagian kaum perempuan dlm perselingkuhan tak lain alasannya terlalu membesarkan kekuatan kata-kata “Kekasihku, My Heart, Oh Hidupku. ” kemudian ia berani mencari kepuasan hati melalui perselingkuhan.

  Ketika yang Kedua Memakai Cadar

Istri    : Tapi mereka itu perempuan-perempuan malang & penyebab kemalangan itu adalah suami.

WL     : Mereka wanita-perempuan malang! Aku mencium adanya pembelaan terhadap hal yg kurang baik & gue merasa ananda mulai ingin mendapatkan cinta dgn aneka macam cara.

Istri    : Aku heran padamu, kenapa kamu-sekalian malah melayangkan tuduhan pada para istri & tak pernah sekali curiga terhadap para suami? Apakah setiap istri yg menuntut kata-kata romantis dr suaminya memiliki potensi menduakan?

Dikutip dr tulisan Dr. Abdullah bin Muhammad Al-Dawud. [Abu Syafiq/Wargamasyarakat]