Standar Makanan Halal Dan Fungsi Sertifikasi Halal

Salah satu yang menjadi kebutuhan pokok dan penting bagi manusia yakni kuliner. Kemudian dalam persoalan kuliner yang di konsumsi, ada pertimbangan yang mendasari keputusan masakan yang diseleksi. Terkadang dalam memilih masakan, cita rasa menjadi aspek utama yang mendorong perilaku konsumsi ini, kemudian disisi lain bisa jadi kurang mempedulikan aspek kehalalannya. Konsumen Muslim berpedoman dengan syariat Islam sebaiknya begitu memperhatikan aspek kehalalan produk dan berharap setiap produk yang disantap menyanggupi persyaratan kehalalan sesuai syariat Islam. Bahwasanya pada aspek kehalalan ini mengandung nilai-nilai spiritual bagi diri seseorang, alasannya adalah itu syariat Islam sudah menetapkan rambu-rambu atau ketentuan terkait halal dan haram pada kajian persoalan masakan.

Definisi Makanan Halal

Secara bahasa kata halal berarti terbuka. Sedangkan secara istilah, berdasarkan al-Jurjani memiliki arti setiap sesuatu yang tidak dikenakan hukuman penggunaannya atau sesuatu perbuatan yang dibebaskan syariat untuk dilakukan. Kemudian dalam penjelasan Imam Syaukani dinyatakan selaku halal dikarenakan telah terurainya simpul tali atau ikatan larangan yang menangkal. Lalu dalam ensiklopedi hukum Islam definisi halal adalah segala sesuatu yang menyebabkan seseorang tidak dihukum kalau menggunakannya, atau sesuatu yang boleh dilaksanakan menurut syara’.
Pada dasarnya semua makanan yang ada di dunia ini halal untuk dimakan, kecuali terdapat dalil yang melarang baik itu dari al- Qur’an atau hadits. Sesuai dengan kaidah fikih:
ﺍَﻷَﺻْﻞُ ﻓِﻰ ﺍْﻷَﺷْﻴَﺎﺀِ ﺍْﻹِ ﺑَﺎ ﺣَﺔ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﺪُ ﻝَّ ﺍْﻟﺪَّﻟِﻴْﻞُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟﺘَّﺤْﺮِﻳْﻢِ
Artinya: “Hukum asal segala sesuatu ialah boleh hingga ada dalil yang melarangnya (memakruhkannya atau mengharamkannya).”
Maksud dari kaidah ini ialah bahwa hukum asal segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT adalah halal dan mubah, kecuali terdapat dalil nash yang memberikan keharamannya. Dengan kata lain bila tidak terdapat dalil nash atau tidak tegas penunjukan keharamannya, maka sesuatu itu tetaplah pada aturan asalnya adalah mubah. Sandaran dari kaidah tersebut ialah QS. al-Baqarah (2): 29,
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَىٰ إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ ۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Artinya: “Dia-lah Allah, yang mengakibatkan segala yang ada di bumi untuk kau dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengenali segala sesuatu”.
Ayat tersebut menjelaskan bahwa segala sesuatu yang sudah diciptakan Allah di tampang bumi ini yaitu lezat darinya dan Allah tidak mengharamkan sesuatu kecuali cuma beberapa bab saja dan pasti ada pesan tersirat di balik itu yang pada hakikatnya yakni suatu kemaslahatan pula bagi umat manusia sebab kebaikan dan manfaat kembali terhadap insan itu sendiri.

Kriteria Makanan Halal

Ketentuan kehalalan makanan menurut nash dalam Al Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad SAW berikut,
1. Suci, bukan najis atau yang terkena najis. Allah berfirman dalam QS. al-Baqarah (2): 173,
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ ۖ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya: “Sesungguhnya Allah cuma mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan hewan yang (dikala disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam kondisi terpaksa (memakannya) sedang beliau tidak menginginkannya dan tidak (pula) melebihi batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
2. Aman, tidak bermudharat baik yang langsung maupun yang tidak pribadi. Allah berfirman dalam QS. al-Baqarah (2): 195
وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Artinya: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kau menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat oke, karena bergotong-royong Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”
3. Tidak memabukkan. Dalam sebuah hadits diterangkan,
كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ خَمْرٍ حَرَام
Artinya: “Setiap yang memabukan yaitu khomr dan setiap khomr yakni haram.” (HR. Muslim no. 2003 dari hadits Ibnu Umar, Bab Bayanu anna kulla muskirin khomr wa anna kulla khmr harom, Abu Daud, no. 3679)
Ini ialah lafal Muslim, dalam riwayat lainnya
كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ
Artinya: “Setiap yang memabukkan yakni haram.” (HR. Al-Bukhari no. 4087, 4088 bab ba’ts Mu’adz ilal yaman qobla hajjatil wada’, no. 5773, Muslim no. 1733)
4. Disembelih dengan penyembelihan yang tepat dengan syariat kalau kuliner itu berbentukdaging binatang. Allah SWT berfirman dalam QS. al-Maidah (5): 3,
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ ۚ ذَٰلِكُمْ فِسْقٌ ۗ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ ۚ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ ۙ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ.
Artinya: “Diharamkan bagimu (menyantap) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan ditubruk hewan buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) yakni kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir sudah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, alasannya adalah itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah terhadap-Ku. Pada hari ini sudah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu lezat-Ku, dan sudah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa alasannya kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, bergotong-royong Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
5. Hewan Air. Allah SWT berfirman dalam QS. al-Maidah (5): 96:
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ ۖ وَحُرِّمَ عَلَيْكُمْ صَيْدُ الْبَرِّ مَا دُمْتُمْ حُرُمًا ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
ِArtinya: “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari bahari sebagai makanan yang enak bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) hewan buruan darat, selama kau dalam ihram. Dan bertakwalah kepada Allah Yang kepada-Nya-lah kau akan dikumpulkan.”
6. Dua Darah dan Dua Bangkai. Hadits Rasulullah SAW,
وَعَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ. فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ : فَالْجَرَادُ وَالْحُوتُ وَأَمَّا الدَّمَانِ : فَالطِّحَالُ وَالْكَبِدُأَخْرَجَهُ أَحْمَدُ وَابْنُ مَاجَهْ وَفِيهِ ضَعْفٌ
Artinya: “Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Dua macam bangkai itu yaitu belalang dan ikan, sedangkan dua macam darah yaitu hati dan jantung.”
Dari banyak sekali dalil Al Qur’an dan hadis di atas. Dapat ditarik kesimpulan standar makan halal sesuai syariat Islam sebagai berikut:
  1. tidak mengandung babi dan bahan berasal dari babi;
  2. tidak memabukkan atau bukan khamr maupun produk turunannya;
  3. bahan yang berasal dari hewan mesti berasal dari binatang yang halal serta disembelih sesuai syariat Islam;
  4. tidak tergolong dalam klasifikasi najis seperti bangkai, darah, kotoran dan lain-lain; dan
  5. semua kawasan penyimpanan, pemasaran, pengolahan, pengelolaan dan alat transportasi untuk produk halal dihentikan dipakai untuk babi atau barang tidak halal. Jika pernah dipakai untuk babi atau tidak halal yang lain dan lalu akan dipakai untuk produk halal, maka terlebih dahulu harus dibersihkan sesuai dengan cara yang dikelola berdasarkan syari’at Islam. Penggunaan kemudahan produksi untuk produk halal dan tidak halal secara bergantian tidak diperbolehkan.
  Banyak yang Belum Tahu, Islam Melarang Qoza’
Kehalalan sebuah kuliner haruslah komprehensif tidak hanya dipandang pada satu faktor saja, haruslah substansi integratif dari aneka macam aspek dan sektor. Syarat-syarat dalam persyaratan kehalalan mesti mencakup halal pada zatnya, cara memperolehnya, cara memprosesnya, lalu dalam penyimpanannya, pengangkutannya dan penyajiannya

Sertifikasi dan Labelisasi Halal

Pada pada dasarnya indikasi labelisasi masakan halal jika dilihat dari banyak sekali penafsiran ayat Al Qur’an terperinci tidak ada. Dulu juga tidak ada produk yang berlabel halal. Namun jikalau melihat situasi dan keadaan saat ini, pemutakhiran sektor pangan dengan sertifikasi dan labelisasi halal menjadi sungguh penting. Setiap konsumen berhak menerima gosip yang terperinci dan dapat dipercaya tentang apa yang hendak beliau terima dari produsen.
Setiap produk yang ditawarkan terhadap pelanggan, tergolong makanan dan minuman, mesti memuat gosip yang terang, benar dan jujur ​​biar tidak terjadi salah pandangan. Juga memiliki landasan hukum sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 ihwal sumbangan konsumen, eksistensi undang-undang ini menjamin adanya pinjaman aturan kepada kepentingan setiap orang dalam penduduk .
Memasukkan logo halal bersertifikat lewat pengujian makanan dan minuman halal sebenarnya telah memenuhi hak tunjangan konsumen muslim. Dengan demikian, keberadaannya dimaksudkan untuk melindungi konsumen muslim dari produk yang tidak halal dengan memberikan kepastian hukum kepada pelanggan muslim bahwa makanan dan minuman memang halal berdasarkan syariat Islam. Konsumen muslim tidak ragu untuk membeli makanan dan minuman alasannya adalah bungkus kuliner dan minuman ditandai dengan logo halal dan tidak memungkinkan konsumen muslim berbelanja produk yang tidak halal.
Ketentuan santunan pelanggan ini sebenarnya tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Ayat IV, yang menyatakan bahwa negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan segenap tumpah darah Indonesia. Oleh alasannya adalah itu, adanya Undang-Undang Jaminan Produk
Kehalalan ialah tanggung jawab negara, utamanya umat Islam, untuk memperlihatkan rasa tentram dan kondusif dalam mengkonsumsi/memakai produk yang sesuai dengan syariah adalah halal dan baik.
Jika masakan dan minuman tidak halal (haram), berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 ihwal Jaminan Kehalalan Produk, Badan Usaha wajib memberi tanda pada makanan dan minuman yang tidak halal. Tanda itu mampu berupa gambar, mirip di Bali, di mana masakan dan minuman yang mengandung unsur babi mengandung gambar babi. Artinya tubuh usaha itu jujur, alasannya adalah berdasarkan undang-undang sumbangan konsumen badan perjuangan wajib menunjukkan info perihal komposisi makanan dan minuman. Seperti halnya tubuh perjuangan di Indonesia yang menjual makanan dan minuman menunjukkan gosip yang jelas dan jujur ​​ihwal komposisi dan sifat kehalalan masakan dan minuman yang dijual untuk melindungi hak-hak konsumen muslim tentang produk yang tidak halal.
Pada dasarnya kebijakan sertifikasi produk halal, dikelola dengan peraturan terkait ialah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2019 tentang pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 perihal Jaminan Produk Halal bertujuan untuk menunjukkan keselamatan, ketentraman, keamanan dan kepercayaan akan ketersediaan produk halal bagi masyarakat muslim dalam konsumsi dan penggunaan, serta untuk meningkatkan nilai bagi badan usaha dalam buatan dan penjualan produk halal. Tujuan ini tidak lain ialah kemaslahatan yang tepat dengan model konsumsi yang halal dan baik menurut syariat Islam.
Namun, masih banyak produk kuliner dan minuman yang beredar di penduduk yang tidak mencantumkan logo halal atau logo halal yang kebenarannya masih disangsikan. Produk yang tidak berlogo halal belum tentu haram, seperti halnya produk yang berlogo halal belum tentu halal, alasannya adalah tidak menutup kemungkinan produk tersebut tidak halal, maka dibuatlah label halal atau non halal produksi sendiri. pakai. label yang sudah disertifikasi selaku hasil pengujian halal oleh lembaga dan badan yang berwenang, yang pada kesannya memperlihatkan label halal. Dalam hukum Islam, yang dianggap halal bukan cuma substansinya, melainkan seluruh proses buatan dari hulu sampai hilir, yang harus bebas dari substansi yang dilarang oleh syariat Islam. Penyimpanan produk halal dihentikan tercampur dengan produk non halal, artinya penyimpanan produk halal harus dipisahkan dari produk non halal. Demikian pula alat yang digunakan untuk mengolah produk halal tidak dapat dipakai serentak dengan produk non halal (Syafrida, 2016:170).
Fungsi sertifikasi halal dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu dari sudut pandang konsumen dan produsen.
Dari sudut pandang pelanggan, sertifikasi halal melakukan fungsi-fungsi berikut:
  1. Melindungi konsumen muslim dari memakan masakan, obat-obatan dan kosmetik yang tidak halal.
  2. Secara psikologis perasaan hati dan pelanggan abtin akan hening
  3. Melindungi jiwa dan raga dari kerusakan akibat produk ilegal
  4. Memberikan kepastian dan pinjaman hukum.
  Bagian Tubuh Mana Saja yang Boleh Dilihat dari Wanita yang Dikhitbah?
Dari sudut pandang produsen, akta halal berfungsi:
  1. Sebagai tanggung jawab produsen terhadap pelanggan muslim, mengenang persoalan kehalalan merupakan bab dari prinsip hidup muslim.
  2. Meningkatkan akidah dan kepuasan pelanggan
  3. Meningkatkan gambaran dan daya saing perusahaan
  4. Sebagai fasilitas pemasaran, dan untuk memperluas kawasan jaringan penjualan.
  5. Memberikan keuntungan bagi produsen dengan meningkatkan daya saing dan omset produk yang dapat dipasarkan.