Sosiologi Aturan

I. HUKUM DAN STRATIFIKASI
A. Pengertian 
Hukum
Hukum atau ilmu hukum yakni suatu sistem aturan atau budpekerti yang secara resmi dianggap meningkat dan dikukuhkan oleh penguasa, perintah atau otoritas mulalui lembaga atau institusi hukum.
Menurut thomas hobbes, aturan adalah perintah-perintah dari orng yang memiliki kekuasaan untuk memerintah dan memeksakan perintahnya terhadap orang lain.Sedangkan menurut S. M. Amin, aturan ialah sesuatu kumpulan peraturan yang berisikan norma dan ragu-ragu-sangsi yang disebut aturan. Tujuan hukum ialah nengadakan ketrtiban dalam pergaulan manusia, sehingga keselamatan dan ketertiban tetap terpelihara.
Berbeda lagi JCT Simorangkir, aturan adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang memilih tingkah laku insan dalam lingkungan masyarakat yang dibentuk oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana berakibat diambil langkah-langkah hukum tertentu.
Stratifikasi 
Stratifikasi disini diartikan sebagai perbedaan penduduk atau penduduk kedalam kelas-kelas secara bertingkat atau hirarkis. Sistem stratifikasi menurut sifatnya mampu digolongkan menjadi stratifikasi tertutup dan stratifikasi terbuka. Suatu metode dibilang stratifikasi tertutup manakala setiap anggota penduduk tetap pada status yang sama pada orangtuanya, sedangkan dinamakan terbuka manakala setiap anggota masyarakat menduduki status berlainan dengan orang tuanya, bisa lebih tinggi atau lebih rendah.
Mobilitas sosial yang disebut tadi bermakna perpindahan status pada stratifikasi sosial. Untuk menjelask an stratifikasi sosial ada tiga dimensi yang mampu dipergunakan ialah: privilege, prestise, dan power. Ketiga dimensi itu mampu dipergunakan sendiri-sendiri, namun juga mampu dipakai secara bersama. 
B. Hukum dan Gejala Sosial
Hukum mampu dikatakan berguna jika ternyata dia hidup dalam masyarakat, dijadikan bimbingan oleh mereka dengan tujuan agar kehidupannya menjadi lebih terorganisir, damai dan berbahagia. Keguncangan sosial yang terjadi dalam penduduk dibutuhkan dengan cepat mampu dinetralkan kembali lewat penegakan hukum (salah satunya dengan penjatuhan hukuman) oleh aparat negara yang diberikan kekuasaan untuk itu.Penegakan hukum pada hakikatnya bertujuan untuk membuat kedamaian dalam pergaulan hidup insan. Soerjono Soekanto beropini bahwa kedamaian dalam pergaulan hidup ini bermakna di satu pihak adanya ketertiban (yang bersifat ekstern antarpribadi atau interpersonal), dan di lain pihak adanya ketenteraman (yang bersifat interpribadi atau personal).
Jika keduanya harmonis, barulah tercapai sebuah kedamaian. Meningkatnya pengetahuan hukum dan kanal info bagi masyarakat, ternyata memengaruhi reaksi mereka terhadap hukum-hukum hukum yang berlaku dan sikap-perilaku elite dalam melaksanakan kekuasaannya untuk membuat dan menegakkan aturan. Reaksi yang dijalankan baik berupa acara-aktivitas individual atau agresi-aksi yang melibatkan orang banyak, sedikit banyak sudah menunjukkan tekanan kepada lembaga-forum negara dalam melaksanakan kewenangannya.
C. Hukum sebagai variable kuantitatif
Suatu variable yakni karakteristik dari sebuah gejala yang berganti-ubah, tergantung dari suasana atau kondisi dimana keadaan tersebut berada atau terjadi ada suatu pertimbangan dalam sosiologi yang menyaksikan aturan sebagai sebuah variable kuantitati, oleh alasannya itu situasi dan kondisi, aturan dapat bertambah atau bahkan menyusut di dalam perwujutannya. 
Secara kuantitatif terjadi lebih banyak proses aturan apabila frekuensi gugatan pada sebuah pengadilan negeri ialah tinggi, bila ketimbang keaadan suatu pengadilan yang serupa sekali kurang terjadi gugatan-gugatan
II. BUDAYA HUKUM
a) pengertian
Orang awam menyampaikan bahwa Budaya ialah pandangan filosofis tentang apa yang dipercayai dan di yakini sebagai sesuatu yang baik dan mesti dijaga. Sedangkan Hukum yaitu sebuah hukum yang tertulis yang mesti ditaati peraturannya dan kalau melanggarnya mendapat sebuah hukuman. Sedangkan menurut Friedman yakni bab dari budaya lazim kebiasaan, opini, cara kerja dan berfikir.
b) Interaksi antara Hukum dengan Kultur Sosial
Manusia ialah makhluk sosial, dan tidak bisa hidup di luar jejaring tatanan, bagaiman dan apapun bentuknya. Sosialitas mengaskan bahwa manusia itu adalah makhluk berkelompok seperti semut, lebah dan lainnya. 
Hukum yang menentukan kapan seorang itu ada, kapan seorang memilki sesuatu dan seterusnya. Secara ekstrem bisa sikatakan bahwa tanpa aturan segala sesuatu tidak ada. Hukum juga membangun arsenal kelengkapan, seperti mekanisme menjalankan aturan, manajemen dan personel khusus. Kehidupan hukum memasuki sebuah masa baru, dengan membangun rancangan, asas dan bahkan logikanya sendiri. 
Teori Lawrence Meir Friedman, bahwa substansi, struktr dan budaya hukum yakni satu kesatuan dalam melakukan upaya penegakan hukum. Dengan demiian sebaik apapun suatu perundang-permintaan jika tidak disertai dengan struktur pelaksana yang bagus dan budaya yang mendukung maka akan sukar untuk melakukan penegakan hukum. Budaya penduduk Indonesia memang sangat bersahabat dengan nilai-nilai kebersamaan dan bersama-sama. 
c) Konstruksi wacana Hukum 
Peringatan ketaatan warga masyarakt kepada hukum aturan tidaklah senantiasa harus dengan bahaya hukuman, namun besar juga pengaruhnya oleh sebuah penciptaan kondisi yang lebih baik terhadap penghargaan aturan aturan karena adanya perilaku tindak panutan pemimpin penduduk atau tokoh masyarakat, pejabat publik ataupun para penegak hukum itu sendiri. 
Tujuan selesai sebuah aturan aturan selain terciptanya sebuah ketertibanm tentunya juga keadilan serta tujuan lain yangtak kalah pentingnya yang mendukung kedua tujuan tersebut diatas ialah kenaikan kesadarn hukum penduduk , persepsi aktual terhadap aturan hukum, sebuah tingkat kebudayaan atau beradaban yang lebih tinggi dan terbaru. Salah satu kekauatan untuk mengganti mental dan perilaku pegawanegeri pemeintah dan penegakan aturan sebtulnya terletak pada msyarakat itu sendiri. Bila budaya menunjukkan upeti untuk mempercepat masalah di pemerintahan dilawan denagn kebulatan tekad serta tindakan kasatmata bukan tidak mungkin hal tersebut akan berangsur-angsur hilang.
III. KUKUM DAN KEKUASAAN
A. Pemikiran Tentang Hukum
a) Savigny dan Bentham.
Kontrovesi antara mereka bertanggapan bahwa hukum seharusnya mengikuti dan bukan memimpin, serta mesti tenang dalam menghadapi sentimen sosial yang sudah dirumuskan dengan terang, dan mereka yang beropini bahwa aturan mesti ialah aspek yang mennetukan dalam menciptakan norma-norma baru, ialah salah satu tema penting yang selau terulang dalam sejarah pedoman aturan dalam kaitannya dalam masyarakat. 
b) Erhelich.
“Hukum yang hidup dalam penduduk ” yangdidasarkan pada tndak tanduk dalam kehidupan sosial, yaitu didasarkan pada norma negara yang bersifat memaksa, norma-norma yang ditaati penduduk , baik tentang kebiasaan-kebiasaan yang ersifat keagamaan, kehidupan berumah tangga maupun hubungan perniagaan ialah hukum meskipun tidak mendapatkan pengakuan atau dirumuskan oleh norma negara. 
Norma aturan negara yang ditetapkan oleh yang berwenang (pembuat Undang-ndang) yang utamanya menyangkut kepentingan kenegaraan ialah “politik hukum negara”. Sedangkan yang hidup dan meningkat dalam masyarakat dinamakan “kesadaran hukum masyarakat”.
B. Ajaran-ajaran Hukum
a. Ajaran Legisme.
Mengidentikan hukum dengan Undang-undang. Berarti dipandang seperangkat hukum-hukum yang diharapkan semoga ditaati oleh anggota penduduk . 
b. Ajaran Fungsional dan Hukum
Melihat aturan dari fungsi bekerjanya. Hukum dipandang sebagai instrumen untuk pengaturan masyarakat.
c. Ajaran Hukum Kritis.
Memendang aturan sebagai bagian dari penduduk .
C. Watak Hukum
Sifat Keterbukaan.
Hukum memberitahu lebih dahulu.
Hukum seharusnya terbuka, jujur, tidak selingkuh. Sifat hukum yang demikian memiliki nilai strategis besar bagi lalu lintas kehidupan sosial.
Kejelan Tujuan.
Usaha menanggulangi goncangan. 
D. Pengertian Kekuasaan
Kekuasaan yaitu kewenangan yang ditemukan oleh seorang atau kalangan guna meyakinkan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang dibertakan, kewenangan tidak bleh dilaksanakan melampaui kewengan yang terperoleh. 
Menurut Maclver dapat ditemui tiga acuan lazim dari lapisan-lapisan kekuasaan atau piramida kekuasaan, yakni: 
1) Tipe Kasta.
Yaitu tata cara lapisan kekuasaan denagn garis-garis pemisah yang tegas dan kaku. Biasanya dijumpai pada msyarakat yang berkuasa, diman nyaris tidak terjadi gerak sosial yang vetikal. Dan berlakunya aturan lebih banyak didasrkan pada paksaan dari atas.
2) Tipe Oligarkis
Lapisan kekausaan yang masih mempunyai garis pemisah yang tegas, akan tetapi dasar pembedaan kelas-kelas sosial ditentukan oleh kebudayaan masyarakat, utamanya dalam hal kesempatan yang debriakn kepada warga masyarakat untuk memperoleh kekuasan terebut.
3) Tipe Demokratis
Berlaku hukum secara sosiologis dirahkan pada keseimbangan antara harapan dari penguasa dengan kepentingan-kepentingan penduduk luas. Walaupun keseimbngan tersebut ideal, tetapi tidak menutup kemungknan bahwa hal tersebut mampu terjadi.
IV. HUKUM DAN HAM
1) Pengertian Keduanya
a) Pengertian
HAM yakni hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya. Sedangkan berdasarkan Jan Meterson HAM adalah hak-hak yang melekat pada manusia yang tanpanya insan mampu hidup selaku insan dan juga munurut persepsi jonh Locke bahwa HAM itu hak-hak yang di berikan oleh Tuhan Yang Maha Esa selaku hak kodrati. Dan dijelaskan lagi dalam UU No 39 Tahun 1999.
b) Ciri pokok HAM
HAM tidak butuhdi berikan, dibeli tau diwarisi. HAM yakni bagian dari insan secara otomatis.
Berlaku untuk siapa pun tanpa menatap sebuah apapun.
Tidak bisa dilanggar.

2) HAM dalam Perundang-permintaan Nasional
Tercantum dalam TAP MPR No. XVII/1998, amandemen Uud 1945 yang secara ekspisit telah memasukkan pasal-pasal cukup fundamental mengenai hak-hak asasi insan, UU No. 39/1999 wacana Hak-hak Asasi Manusia, dan seterusnya. 
3) Pelanggaran HAM dan Pengadialn HAM
Pelangaran HAM yaitu setiap tindakan seseorang atau kalangan orang termasuk abdnegara negara baik disengaja maupun tidak taupun kelalaian yang secara aturan meminimalkan, menghlangi, menghalangi dan tau mencabut HAM seseorang atau kalangan orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak ditemukan atau dikhawatirkan tidajk akan mendapatkan solusi aturan yang berlaku. Sedangkan bentuk pelanggaran HAM ringan dari kedua bentuk pelanggaran HAM berat itu. 
Pelanggaran terhadap HAM mampu dikerjakan oleh baik aparatur negara maupun bukan aperatur negara (UU No. 26/200 perihal pengadilan HAM). Karena itu penindakan terhadap pelanggaran HAM tidak boleh cuma ditujukan kepada aparatur negar, namun juga pelanggaran yang dilakaukan bukan oleh aparatur negara. Penindakan kepada pelanggaran HAM mulai dari penyidikan, penuntutan, dan persidangan kepada pelanggran yang terjadi harus bersifat non-diskriminatif dan berkeadilan. Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan pengadilan umum.

4) Supremasi Hukum dalam rangka peningkatan pelindungan HAM
a. Terus menyempurnakan produk-produk aturan, perundang-usul ihwal HAM. Produk hukum tersebut perlu disesuaikan dengan semangat knstitusi yang secara ekplisit telah membri dasarbagi dukungan dan jaminan atau HAM. 
b. Melakukan Inventarisasi, mengevaluasi, dan mengkaji seluruh produk aturan, KUHP dan KUHAP, yang berlaku yang tidak cocok, bahkan berlawanan dengan HAM. Termasukbeberapa UU yang dihasilkan dalam sepuluh tahun terakhir ini. 
c. Mengembangkan kapasitas kelembagaan pada instansi-instansi peradialn dan instansi lainnya yang terkait degan penegakan supremasi aturan dan pertolongan HAM.
V. HUKUM DAN RESOLUSI KONFLIK
a. Pengertian
Menurut wester (1966) ungkapan “conflict” didalam bahasa aslinya mempunyai arti sebuah pertengkaran, peperangan, atau perjuangan adalah berupa konfrontasi fisik antara beberapa pihak namun arti kata itu lalu meningkat dengan masuknya “ketidak kesepakatan yang tajam atau oposisi atas berbagai kepentingan, ilham dan lain-lain. Istilah tersebut kini juga menjamah faktor psikologis dibalik konfrontasi fisik yang terjadi, selain konfrontasi fisik itu sendiri. 
b. Cara Pendakatan
Dalam pendekatan untuk mampu mempermecahkannya itu harus kedua belah pihak harus mampu menego agar tidak menimbulkan kepincangan dari salah satu pihak.
c. Dinamika Masyarakat dan Sosiologi Konflik
Masyarakat senantiasa mengalami pergeseran social baik pada nilai maupun stukturnya. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh gerakan-gerakan gerakan-gerakan social dan individu dan kelompok sosialyang menjadi bagian dari masyarakat. Ilmu sosiologi terutama sosiologi konflik dilahirkan oleh prubahan-pergeseran sosiologi dan dinamika gerakan social dari kala klasik sampai kekinian.

d. Alternative Penyelesaian Konflik
Cara alternatif penyelesaian sengketa, ialah dengan adanya ADR (Alternative Despute Resolution) yakni pemnyelesaian sengketa di luar pengadilan secara hening. Istilah lain sejenis ini di Indonesia diketahui mirip :
Ø Pilihan penyelesaian sengketa (PPS)
Ø Mekanisme alternative penyelesaian sengketa (MAPS)
Ø Pilihan penyelesaian sengketa diluar pengadilan.
Ø Mekanisme penyelesian sengketa secara kooperatif dan Alternatif penyelesaian sengketa (APS)