Pada era pemerintahan kota Pontianak pada tahun 2003 – 2013 pada era itu lekat pada kepentingan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan yang berlanjut pada metode energy pada masa Walikota Sutarmidji M.H. Perubahan tata kota, dimulai dari taman kota, pertanahan, kesehatan dan aktivitas aksi sosial terus berjalan dengan adanya earth hour.
Pada era itu, perlawanan bagi sejumlah parta politik seperti PDI Perjuangan sudah di kerjakan, dimulai dari upah para pekerja, hingga pendidikan di universitas Tanjung pura dikantong politik mereka, pendidikan, kesehatan, dan pedesaan.
Bagaimana mereka hidup dengan jalan masuk kehidupan sosial politik mereka selama itu, hingga ke pedesaan, dan memakai pendidikan untuk mengontrol kekuasaan GKE Kalimantan dan sekolah Negeri Kota Pontianak 1990 – 2009, pedesaan kapuas hulu sampai membuat konflik sosial, hingga Rumah Tangga bong – kuh Orang Dayak – Batak disitu 2000 – 2008 (perkampungan rumah) moralitas dan adat.
Seringkali hal ini menjadi bab dari mempesona kepada musuh politik yang mereka buat, pada tahun itu pergeseran ekonomi sosial di teruskan dengan adanya pembangunan kota, mal, gedung, rumah sakit, dan perhotelan.
Berbagai kepentingan partai politik tidak lepas dari kecurangan mereka, dimulai dari pertentangan sosial, pertentangan individu, dan kepentingan politik dan kelompok, sampai melalui perkampungan rumah. Jelas bagaimana mereka hidup dengan seksualitas ekonomi mereka saat ini 2017 – 21 hingga teknologi dan wawasan yang mereka saingi dan gunakan sampai dikala ini.
Persoalan itu timbul dengan perdebatan yang melihat berbagai terusan kehidupan sosial budaya melekat pada adanya kepentingan politik, etnik, utamanya Tionghoa, yang berbeda pandangan terhadap tata cara ekonomi Partai Persatuan Pembangunan 1973.
Konflik sosial, dari kekerasan dibentuk pada saat itu pastinya didukung oleh partai Golkar, dan PDI Perjuangan Gubernur Cornelis 2008 – 2017. Berlanjut dengan faktor kehidupan demokrasi di Kota Pontianak, dan Kalimantan Barat ( Siregar ) RT 003.
Kepentingan para tokoh agama tidak lekat pada faktor pendidikan, tenaga kerja, energy dan teknologi. Maka, berlanjut pada tahun 2011 politik badan atau diketahui seksualitas menjadi senjata bagi mereka untuk hidup di kota Pontianak suku atau raja model kitab suci Sihombing – Siregar – Marpaung ( Jawa ), sampai menggunakan sistem kesehatan dengan kriteria yang rendah Tionghoa – Dayak – Jawa, dan menciptakan kelaparan di kota dan upah rendah.
Tidak aib dengan apa yang mereka sebut pada metode politik, Tionghoa – Jawa – Dayak – Batak Pontianak yang hidup dimana – mana hingga mencapai berbagai susukan kehidupan insan utamanya dimengerti indeks pembangunan manusia Kalbar paling buruk 2021.