Sistem Ekonomi Islam Dan Kesejahteraan Umat



A. Akhlak ekonomi Islam mengutamakan cara-cara yang benar
Upaya untuk mendapatkan laba dalam usaha atau bisnis merupakan sebuah hal yang umum, asalkan menggunakan cara-cara yang benar. Di antara proses dan cara yang benar dalam mengambil keuntungan, antara lain:
  • tidak menghemat dan mempermainkan dosis atau timbangan
  • tidak menguruk barang atau komoditas vital yang diperlukan penduduk
  • tidak melebihi batas dalam mengambil laba, dan
  • tidak memangkas jalur distribusi untuk menguruk barang yang menjadikan harga barang menjadi naik.
Mengutamakan cara dan proses yang benar dalam meraih keuntungan merupakan aspek penting dalam ekonomi Islam. Pendekatan yang diutamakan ialah pendekatan proses, bukan pendekatan hasil. Melalui pendekatan ini, etika dan budbahasa berbisnis sungguh diutamakan, sehingga bisnisnya selaras dengan tuntunan syariat sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw.

Melalui cara ini, laba yang didapat mempunyai dua segi, ialah keuntungan yang berkaitan dengan dilema duniawi dan laba yang berhubungan dengan duduk perkara ukhrawi. Keuntungan tersebut tidak semata-mata cuma bersifat material, tetapi juga bersifat nonmaterial.

Meraih keuntungan atau kerugian dalam buka usaha menjadi sebuah hal yang lumrah. Seorang usahawan tidak mungkin ingin merugi, begitu juga sebaliknya. Kita diingatkan di dalam Al-Qur’an surah Fatir ayat 29 disebutkan tijaratun lan tabur yang berarti perniagaan yang tiada merugikan dicapai kalau kita melakukan tiga hal, yaitu:

  • selalu membaca Kitabullah
  • mendirikan salat, dan
  • memanfaatkan sebagian dari rezeki Allah swt. berikan
B. Kesejahteraan individu dan masyarakat

Segala sesuatu yang ada di bumi dan langit dan yang terkandung pada keduanya, menjadi milik Allah swt. Dialah yang menciptakannya dan Dia pula yang memelihara serta mengaturnya. Firman Allah swt. dalam QS. Al-Jasiyah/45: 13

وَسَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مِنْهُ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: “Dan beliau menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untukmu semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. Sungguh, dalam hal yang demikian itu sungguh-sungguh terdapat gejala (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berpikir.” (QS. Al-Jasiyah/45: 13)
Alam semesta diciptakan selaku rezeki. Akan tetapi, rezeki tersebut berbentuksesuatu yang masih perlu dimasak. Manusia dengan segala potensinya mesti berusaha menggantinya menjadi barang jadi sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan yang paling pokok ialah makan dan minum, meski untuk saat ini semakin banyak keperluan yang dibutuhkan oleh manusia.
Salah satu tujuan ekonomi Islam yakni meraih masyarakat sejahtera. Masyarakat sejahtera berdasarkan aliran Islam telah digambarkan oleh Al-Qur’an dengan perumpamaan baldatun tayyibatun wa rabbun gafur.