Siklus Pengelolaan Akuntansi Keuangan Negara (Akn)

A. PELAKSANAAN ANGGARAN/PERBENDAHARAAN 
Pada pemerintah pusat, pelaksanaan APBN dimulai dengan diterbitkannya Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran/DIPA. Segera sehabis suatu tahun budget dimulai (1 Januari), maka DIPA mesti segera diterbitkan untuk dibagikan terhadap satuan-satuan kerja selaku pengguna budget pada kementerian/lembaga. Seperti pada pemerintah sentra, pada pemerintah kawasan  juga mesti menempuh cara yang sama dengan sedikit pemanis prosedur. Setelah terbit perda wacana APBD, SKPD wajib menyusun Dokumen Pelaksanaan Anggaran/DPA. Dengan demikian maka fleksibilitas penggunaan anggaran diberikan terhadap Pengguna Anggaran. DPA disusun secara rinci berdasarkan klasifikasi organisasi, fungsi, acara, acara, dan jenis belanja dibarengi indikator kinerja. 
Dokumen ini dibarengi dengan planning penarikan dana untuk mendanai acara dan jika dari kegiatan tersebut menghasilkan pendapatan maka rencana penerimaan kas (pendapatan) juga mesti dilampirkan. Jika DIPA bagi kementerian/lembaga telah dapat dijadikan dokumen untuk secepatnya melakukan anggaran Pemerintah Pusat, pada pemerintah tempat masih dibutuhkan Surat Penyediaan Dana (SPD). SPD merupakan sebuah dokumen yang menyatakan tersedianya dana untuk melaksanakan acara. SPD ini dibutuhkan untuk memutuskan bahwa dana yang diharapkan melaksanakan aktivitas telah tersedia pada saat kegiatan berjalan. Setelah DPA dan SPD terbit, maka masing-masing satuan kerja wajib melaksanakan aktivitas yang menjadi tanggung jawabnya. 
Selanjutnya atas pelaksanaan aktivitas oleh satuan kerja, ada dua tata cara yang terkait dengan pelaksanaan budget, yaitu metode penerimaan dan tata cara pembayaran. 
1. Sistem Penerimaan 
Seluruh penerimaan negara/daerah harus disetor ke Rekening Kas Umum Negara/Daerah dan diperkenankan dipakai secara langsung oleh satuan kerja yang melaksanakan pemungutan (Azas Bruto). Oleh karena itu, penerimaan wajib disetor ke Rekening Kas Umum selambat-lambatnya pada hari berikutnya. Dalam rangka mempercepat penerimaan pemasukan, Bendahara
Umum Negara/Daerah (BUN/BUD) dapat membuka rekening penerimaan pada bank. Bank yang  bersangkutan wajib menyetorkan penerimaan pemasukan setiap sore hari ke Rekening Kas Umum Negara/Daerah. 
2. Sistem Pembayaran 
Belanja menambah beban anggaran negara/daerah sesudah barang/jasa diterima. Oleh sebab itu terdapat pengaturan yang ketat ihwal tata cara pembayaran. Dalam sistem pembayaran terdapat dua pihak yang terkait, ialah Pengguna Anggaran/Barang dan BUN/BUD. 
Terdapat dua cara pembayaran, yaitu pembayaran yang dilaksanakan secara langsung oleh BUN/BUD terhadap yang berhak menerima pembayaran atau lebih dikenal dengan tata cara Langsung (LS). Pembayaran dengan tata cara LS dilaksanakan untuk belanja dengan nilai yang cukup  besar atau di atas jumlah tertentu. Cara lainnya yakni dengan memakai Uang Persediaan (UP) lewat Bendahara Pengeluaran. Pengeluaran dengan UP dilakukan untuk belanja yang nilainya kecil di bawah jumlah tertentu untuk membiayai keperluan sehari-hari perkantoran. 
  1. Pelaksanaan budget dilaksanakan dengan mengikuti sebuah tata cara dan mekanisme akuntansi. Sistem ini dibutuhkan untuk tujuan tiga hal, ialah: Untuk memutuskan mekanisme yang harus dibarengi oleh pihak-pihak yang terkait sehingga  terang pembagian kerja dan tanggung jawab diantara mereka. 
  2. Untuk terselenggarakannya pengendalian intern dalam menghindari terjadinya  penyelewengan. 
  3. Untuk menciptakan laporan keuangan pemerintah yang tepat dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). 


B. PENGAWASAN 
Pada periode reformasi ini banyak sekali peraturan perundang-permintaan terkait dengan reformasi di bidang pengelolaan keuangan negara dan otonomi tempat juga berimplikasi terhadap sistem  pengawasan atas pengelolaan keuangan negara. Misalnya dalam penjelasan UU No. 15 Tahun 2004 yang antara lain dinyatakan bahwa untuk merealisasikan perencanaan yang komprehensif, BPK mampu mempergunakan hasil pekerjaan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Hal ini memberikan strategisnya tugas pengawasan metode pengelolaan keuangan negara. 
Selain itu, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 wacana Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), APIP juga berfungsi untuk memperkuat dan menunjang efektivitas SPIP, sehingga dalam hal ini APIP dapat melaksanakan pengawasan intern melalui: 
1. Audit, adalah proses kenali problem, analisis, dan penilaian bukti yang dikerjakan secara independen, obyektif dan profesional berdasarkan standar audit, untuk menganggap kebenaran, ketelitian, kredibilitas, efektivitas, efisiensi, dan keandalan info  pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah. Audit internal terbagi atas dua jenis, ialah: 
(a) Audit kinerja, merupakan audit atas pengelolaan keuangan negara dan pelaksanaan peran dan fungsi Instansi Pemerintah yang menilai faktor kehematan, efisiensi, dan efektivitas.
  1. Audit kinerja atas pengelolaan keuangan negara antara lain,
  2. Audit atas penyusunan dan pelaksanaan budget;
  3. Audit atas penerimaan, penyaluran, dan penggunaan dana; dan
  Sak (Tolok Ukur Akuntansi Keuangan) - Etap (Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik) Untuk Koperasi Dan Ukm

(b) Audit dengan tujuan tertentu, mencakup audit yang tidak tergolong dalam audit kinerja, antara lain audit investigatif, audit atas penyelenggaraan SPIP, dan audit atas hal-hal lain di  bidang keuangan.
2. Reviu, adalah penelaahan ulang bukti-bukti suatu aktivitas untuk memutuskan bahwa acara tersebut telah dikerjakan sesuai dengan ketentuan, patokan, planning, atau norma yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan penyusunan pembukuan keuangan pemerintah, APIP berfungsi untuk melakukan reviu pembukuan keuangan pemerintah baik Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) sebelum diserahkan terhadap BPK untuk diperiksa. 
3. Evaluasi, yaitu rangkaian acara membandingkan hasil atau prestasi sebuah aktivitas dengan tolok ukur, planning, atau norma yang telah ditetapkan, dan memilih faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu acara dalam mencapai tujuan. 
4. Pemantauan, ialah proses penilaian perkembangan sebuah program atau acara dalam mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. 
5. Kegiatan pengawasan lainnya, antara lain berbentuksosialisasi perihal pengawasan,  pendidikan dan training pengawasan, pembimbingan dan konsultansi, pengelolaan hasil pengawasan, dan pemaparan hasil pengawasan. Kegiatan audit, reviu, evaluasi, dan pemantauan ialah acara yang berhubungan langsung dengan penjaminan mutu (quality assurance) penyelenggaraan fungsi  pemerintah. 

Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) terdiri atas: 
1. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). BPKP melakukan pengawasan intern kepada akuntabilitas keuangan negara atas acara tertentu yang meliputi: 
  • Kegiatan yang bersifat lintas sektoral atau merupakan kegiatan yang dalam  pelaksanaannya melibatkan dua atau lebih kementerian negara/ forum atau  pemerintah tempat yang pengawasannya tidak dapat dilakukan oleh APIP lainnya alasannya adalah kekurangan kewenangannya.  
  • Kegiatan kebendaharaan umum negara menurut penetapan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara; dan 
  • Kegiatan lain menurut penugasan dari Presiden. 

2.Inspektorat Jenderal atau nama lain pada tingkat kementerian negara/ lembaga yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern; Inspektorat Jenderal melaksanakan pengawasan kepada seluruh aktivitas dalam rangka  penyelenggaraan peran dan fungsi kementerian negara/ lembaga yang didanai dengan APBN
3. Inspektorat Provinsi; Inspektorat Provinsi melakukan pengawasan kepada seluruh aktivitas dalam rangka  penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat tempat provinsi yang dibiayai dengan APBD Provinsi. 
4. Inspektorat Kabupaten/Kota. Inspektorat Kabupaten/Kota melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka  penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat kawasan yang dibiayai dengan APBD kabupaten/kota. APIP sering juga disebut auditor internal dan bertanggungjawab terhadap pemerintah, yang mana BPKP bertanggungjawab terhadap Presiden, Inspektorat Jenderal bertanggungjawab terhadap Menteri/Ketua Lembaga, Inspektorat Provinsi bertanggungjawab terhadap Gubernur dan Inspektorat Kabupaten/Kota bertanggungjawab kepada Bupati/Walikota. 
Hasil pengawasan yang dilaksanakan mesti dilaporkan dan diserahkan terhadap pimpinan masing-masing. Namun, walaupun demikian, dalam pelaksanaan tugas pengawasan, APIP mesti independen, obyektif, menaati arahan etik dan sesuai dengan kriteria audit/pengawasan. Selain pengawasan yang dijalankan oleh APIP, sesuai dengan fungsi DPR/DPRD selaku forum perwakilan rakyat, pengawasan juga mampu dilaksanakan oleh DPR/DPRD. 
Namun,  pengawasan keuangan negara/daerah yang dilaksanakan oleh DPR/DPRD memiliki nilai yang sangat strategis, terutama dalam menjamin terlaksanya kebijakan keuangan negara/daerah secara irit, efisien, efektif, transparan, dan akuntabel, seperti melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan peraturan perundang-usul yang lain, baik yang berhubungan dengan APBN/APBD serta kebijakan Pemerintah lainnya dalam melakukan acara pembangunan. 
C. PEMERIKSAAN 
Baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah mengemban amanat untuk melakukan tugas pemerintahan melalui peraturan perundangan. Untuk penyelenggaraan fungsi  pemerintahan tersebut, pemerintah memungut aneka macam macam jenis pemasukan dari rakyat, kemudian membelanjakannya untuk penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan kepada rakyat. Dalam hal ini kedudukan pemerintah adalah sebagai agen dari rakyat, sedangkan rakyat selaku prinsipalnya. Sebagai biro, pemerintah wajib mempertanggungjawabkan  pengelolaan keuangannya terhadap rakyat yang diwakili oleh DPR/DPRD. 
Dalam pola kekerabatan antara Pemda sebagai agen dan DPRD selaku wakil dari  prinsipal, terdapat ketidakseimbangan pemilikan isu. Lembaga perwakilan tidak memiliki isu secara sarat apakah laporan pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan daerah dari eksekutif sudah mencerminkan keadaan yang bahwasanya, apakah sudah sesuai semua peraturan perundang-undangan, menerapkan sistem pengendalian intern secara memadai dan pengungkapan secara paripurna. 
Oleh karena itu, diharapkan pihak yang kompeten dan independen untuk menguji laporan pertanggungjawaban tersebut. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab dan Pengelolaan Keuangan Negara, Lembaga yang berwenang untuk melaksanakan pemeriksaan atas laporan  pertanggungjawaban tersebut adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam pelaksanaan peran investigasi, BPK mempunyai kebebasan dan kemandirian dalam ketiga tahap investigasi, yakni penyusunan rencana, pelaksanaan, dan pelaporan hasil pemeriksaan
Kebebasan dalam tahap perencanaan mencakup keleluasaan dalam menentukan obyek yang hendak diperiksa, kecuali pemeriksaan yang obyeknya sudah dikontrol tersendiri dalam undang-undang, atau  pemeriksaan menurut permintaan khusus dari forum perwakilan (DPR/DPRD). 
Sementara itu kebebasan dalam penyelenggaraan acara pemeriksaan antara lain meliputi kebebasan dalam penentuan waktu pelaksanaan dan sistem pemeriksaan, tergolong tata cara investigasi yang bersifat investigatif. Selain itu, kemandirian BPK dalam investigasi keuangan negara meliputi ketersediaan sumber daya manusia, budget, dan fasilitas penunjang lainnya yang mencukupi. Untuk menjamin kelangsungan pelaksanaan investigasi dan tercapainya tujuan  investigasi, BPK mampu memanfaatkan hasil pemeriksaan pegawanegeri pengawasan intern pemerintah (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan/BPKP, Inspektorat Kementerian atau Inspektorat Daerah), mengamati masukan dari pihak forum perwakilan, serta gosip dari aneka macam pihak, tergolong dari rakyat. 
Selain itu, BPK juga diberikan kewenangan untuk mendapatkan data, dokumen, dan informasi dari pihak yang diperiksa, kesempatan untuk memeriksa secara fisik setiap aset yang berada dalam pengurusan pejabat instansi yang diperiksa, tergolong melaksanakan penyegelan untuk mengamankan uang, barang, dan/atau dokumen pengelolaan keuangan negara pada ketika investigasi berjalan. Pemeriksaan yang dilakukan BPK tersebut mampu berupa investigasi keuangan,  pemeriksaan kinerja dan investigasi dengan tujuan tertentu, misalnya investigasi investigatif. Pemeriksaan keuangan akan menciptakan opini. 
Pemeriksaan kinerja akan menciptakan temuan, kesimpulan, dan nasehat, sedangkan pemeriksaan dengan tujuan tertentu akan menciptakan kesimpulan. Berkaitan dengan pertanggungjawaban keuangan negara, pemeriksaan BPK dikerjakan dalam rangka pertolongan opini perihal tingkat kewajaran isu yang dihidangkan dalam pembukuan keuangan pemerintah. 
Opini merupakan pernyataan  profesional pemeriksa mengenai kewajaran berita keuangan yang dihidangkan dalam laporan keuangan pemerintah. Adapun opini yang diberikan pemeriksa selaku hasil investigasi tersebut berisikan 4 (empat) jenis, yakni: 
  1. Wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion); Opini wajar tanpa pengecualian, menyatakan bahwa laporan keuangan pemerintah dihidangkan wajar secara material sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). 
  2. Wajar dengan pengecualian (qualified opinion) Opini masuk akal dengan pengecualian, menyatakan bahwa laporan keuangan pemerintah disuguhkan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai SAP, kecuali efek hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan. 
  3. Tidak Wajar (adverse opinion) Opini tidak masuk akal, menyatakan bahwa laporan keuangan pemerintah tidak dihidangkan secara wajar atas posisi keuangan sesuai dengan SAP. 
  4. Menolak Memberikan Pendapat atau Tidak Menyatakan Pendapat (Disclaimer atau No Opinion) Opini tidak menyatakan pertimbangan , menyatakan bahwa pembukuan keuangan pemerintah tidak mampu diyakini wajar atau tidak dalam semua hal yang material sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)
  Penerbitan Aset Tak Berwujud Dan Jenis-Jenis Aset Tak Berwujud

Penetapan opini oleh BPK didasarkan pada tolok ukur sebagai berikut: 
1. Kesesuaian dengan SAP, 
2. Kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), 
3. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-seruan, dan 
4. Efektivitas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Hasil setiap investigasi yang dilaksanakan oleh BPK disusun dan disuguhkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Yang mana LHP tersebut disampaikan kepada DPR/DPRD/DPD sesuai dengan kewenangannya, kecuali yang menampung belakang layar negara. LHP atas laporan keuangan selambat-lambatnya disampaikan kepada legislatif 2 (dua) bulan sehabis diterimanya laporan keuangan dari pemerintah. Dalam rangka transparansi dan partisipasi publik, LHP yang telah disampaikan terhadap legislatif dinyatakan terbuka untuk biasa . Dengan demikian, penduduk dapat mengetahui sekaligus menganggap hasil investigasi atas laporan keuangan pemerintah tersebut. 
D. PERTANGGUNGJAWABAN 
Pemerintah wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan APBN/APBD, baik dalam  bentuk laporan keuangan (financial accountability) maupun laporan kinerja (performance accountability). Laporan keuangan disusun dan disuguhkan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), sedangkan Laporan Kinerja disusun sesuai dengan Peraturan Pemerintah yang mengontrol wacana Laporan Kinerja instansi pemerintah. 
Pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN/APBD berupa laporan keuangan. Laporan keuangan yang disampaikan ke dewan perwakilan rakyat/DPRD ialah pembukuan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK. Laporan keuangan yang sudah diaudit ini selambat-lambatnya disampaikan kepada dewan perwakilan rakyat/DPRD selambat-lambatnya 6 bulan sesudah tahun anggaran rampung. Laporan keuangan tersebut setidak-tidaknya terdiri dari : 
1. Laporan Realisasi Anggaran, 
2. Neraca, 
3. Laporan Arus Kas, dan 
4.Catatan atas Laporan Keuangan. 
Laporan keuangan sebagaimana di atas disampaikan ke DPR/DPRD dalam rangka  pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan keuangan selama satu tahun anggaran. Selain laporan keuangan tersebut, juga dilampirkan ikhtisar laporan keuangan perusahaan negara/kawasan dan satuan kerja lainnya yang pengelolaanya diatur secara khusus, mirip: Badan Layanan Umum (BLU).