Kaum Muslimin memiliki misi hidup yg mulia. Selain menyelamatkan diri, mereka pula berupaya menyelamatkan umat insan dr gelap kebodohan menuju cahaya keimanan. Sebuah peran mulia yg tak bisa dipikul oleh siapa saja. Hanya orang-orang tertentu yg diberi karunia untuk menjalankan misi mulia ini.
Saat kita menentukan menjadi Muslim, maka kita pula berprofesi sebagai penulis, dai, guru, mursyid, murabbi, musyrif, atau istilah pendidik yang lain. Tatkala itu, ada satu etika penting yg sekarang banyak dilupakan. Sebagian masih mempraktikkannya, sebagian lain berusaha menyederhanakannya, & sebagiannya lagi meremehkannya.
Padahal, Imam an-Nawawi mengatakan, “Barang siapa melupakannya, maka ia akan terhalang dr kebaikan yg besar. Ia sudah menyia-nyiakan karunia yg agung.”
“Seorang penulis hadits,” tutur Imam an-Nawawi, “hendaknya melengkapi dgn ‘Ta’ala’, ‘Azza wa jalla’, atau ‘Subhanahu wa Ta’ala’, atau sebutan kemuliaan lain tatkala menulis (atau menyebut) nama Allah.”
Demikian pula tatkala menuliskan atau menyebut nama Nabi, hendaknya disertai dgn gelaran yg mempunyai arti doa ‘Alaihis salam’, & ‘Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam’ untuk mengiringi nama Rasulullah Muhammad. Hendaknya ditulis lengkap sebagaimana diterangkan lebih lanjut oleh penulis Syarah Shahih Muslim ini, “Bukan sekadar simbol atau hanya salah satunya, namun keduanya (shalawat & salam).”
Senantiasalah gunakan budpekerti ini. Pun tatkala yg kita tulis atau sebut namanya yakni para sahabat. Hendaknya ikutkan gelaran ‘Radhiyallahu ‘anhu’ tatkala menyebut nama teman Nabi, atau ‘Radhiyallahu ‘anhuma’ jikalau sahabat tersebut & orang tuanya beriman pada Allah Ta’ala & Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Terkait golongan tabi’in & pengikutnya, Imam an-Nawawi menyebutkan, “Selain mereka, cukup dgn kalimat ‘Rahimahullah’ sehingga tak sama (penyebutannya) dgn para sobat Nabi.”
Terus begitu, sampai pada para ulama & penerusnya. Hendaknya para penulis, dai, guru, murabbi, & musyrif serta kaum Muslimin melakukannya dgn berharap turunnya rahmat Allah Ta’ala & keberkahan bagi mereka & dirinya. (Baca: Saat Nama Mereka Disebut, Rahmat Pun Turun)
“Dianjurkan mendoakan seluruh ulama & orang-orang pilihan agar diridhai & diberi ampunan.” beber ulama kharismatik yg pula menulis kitab dzikir al-Adzkar ini.
Lebih lanjut, Syeikh Abdul Fattah Abu Ghuddah menerangkan, penghilangan gelaran yg mempunyai arti doa ini merupakan proyek para orientalis yg ingin menjauhkan kaum Muslimin dr akhlak Islam. Padahal, adab Islam pada orang-orang shalih inilah yg menjadi satu di antara sekian banyaknya kunci tercurah limpahnya keberkahan dr Allah Ta’ala.
Wallahu a’lam. [Pirman/wargamasyarakat]