Pertanyaan
Terkadang lubang pada busana tak bisa dihindari lantaran beberapa alasannya. Sementara pakaian berlubang ini dipakai di dlm shalat. Lalu bagaimana keabsahan shalat dgn pakaian sedikit lubang pada penggalan aurat?
Jawaban
Pembaca yg budiman, memang busana tak selamanya mulus seperti baru. Ada kalanya pakaian cacat berlubang karena terkena percikan api rokok atau koyak umumnya pada belahan lutut atau serpihan–maaf–pantat karena aus.
Lalu bagaimana dgn pakaian sedikit berlubang yg digunakan untuk shalat?
Pakaian berhubungan akrab dgn pembahasan penutupan aurat yg menjadi syarat sah shalat. Penutupan aurat menentukan keabsahan shalat itu sendiri. Penutupan aurat yaitu syarat sah shalat lantaran ia merupakan ibadah mulia yg menghadapkan manusia & Penciptanya.
Ulama Mazhab Syafi‘i menyebutkan ketentuan ihwal penutup aurat. Begi mereka, penutup aurat ialah benda yg membatasi warna kulit orang yg shalat, sekali pun berupa lumpur atau air keruh yg menempel di tubuh. Tentu saja benda penutup aurat itu harus suci.
Ulama Mazhab Maliki menawarkan catatan bahwa jikalau warna kulit aurat tubuh orang yg shalat itu masih terlihat , maka keadaan itu sama saja dgn kondisi tanpa penutup aurat. Tetapi bila hanya menggambarkan warna kulit aurat, maka hal ini terbilang makruh.
Artinya, “Ulama Mazhab Syafi‘i mengatakan bahwa syarat epilog aurat yakni benda yg mencegah penampakan warna kulit sekali pun beliau cuma air keruh atau tanah, bukan kemah yg sempit & kegelapan. Penutup aurat itu, menurut mereka, harus suci. Sementara ulama Mazhab Maliki, kalau tetap muncul warna kulit di balik epilog itu maka dia sama saja dgn tanpa penutup. Tetapi kalau hanya menggambarkan warna kulit, maka itu makruh,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut, Darul Fikr: 1985 M/1405 H], cetakan kedua, juz I, halaman 579).
Adapun ulama Mazhab Hanbali setuju bahwa penutupan aurat merupakan syarat sah shalat. Tetapi penampakan sedikit aurat tak membatalkan shalat dgn dasar praktik serupa oleh sahabat Amr bin Salamah riwayat Abu Dawud. Sementara ukuran terbuka sedikit atau banyak berpulang pada kelaziman di penduduk .
Artinya, “Jika aurat seseorang sedikit terbuka, maka shalatnya tak batal sebagaimana riwayat Abu Dawud dr Amr bin Salamah yg terbuka selendangnya karena terlalu pendek saat sujud. Tetapi kalau auratnya besar telihat, maka shalatnya batal. Ketentuan kecil & besar berpulang pada budpekerti & kelaziman di masyarakat,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut, Darul Fikr: 1985 M/1405 H], cetakan kedua, juz I, halaman 592).
Dari sini kita dapat menawan selesai bahwa shalat dgn sarung, pakaian, atau celana sedikit berlubang pada potongan aurat tak kuat pada keabsahan shalat. Hal yg sama pula berlaku untuk shalat dgn busana sedikit koyak kecil pada kepingan lutut yg masih tertutup oleh benang-benang pakaian yg tersisa. Apalagi kalau busana sedikit bolong pada bukan penggalan aurat.
Para ulama menyarankan biar penduduk menggunakan busana yg tak berlubang meski cuma lubang kecil dlm ibadah shalat. Saran atas busana yg menutup rapat ini dimaksudkan agar menghilangkan kebimbangan seseorang atas keabsahan shalatnya karena auratnya tertutup rapat. Sekian.