Istilah memeniran ini timbul tidak dimengerti, namun apabila dilihat wujud badawang yang tinggi besar, memeniran kemungkinan diambil dari kata menir meneer artinya tuan (asal kata meneer=tuan, istilah untuk orang belanda pada waktu penjajahan). Memeniran atau badawang di Jawa Barat sudah berjalan usang. Seni yang menggandakan totemistik agama orisinil Indonesia ini berdasarkan Ensiklopedi Sunda diartikan selaku orang-orangan yang bertubuh tinggi terbuat dari kerangka bambu yang diberi pakaian dan diusuh oleh seorang yang berada di dalamnya sehingga mampu berlangsung dan bergerak.
Memeniran atau Badawang sering di tampilkan pada iring-iringan atau karnaval untuk meramaikan pesta-pesta tradisional baik umum maupun keluarga mirip perkawinan atau khitanan. Di Jakarta dikenal dengan nama ondel-ondel.
Kesenian memeniran lazimnya ditampilkan selaku kelengkapan helaran pertunjukkan benjang dan arak-arakan yang lain. Dalam perkembangannya boneka memeniran sering berjumlah lebih dari empat dan variasi kostum boneka yang digendongnya pun beragam, mirip tokoh panakawan semar, cepot dawala dan gareng. Selain itu juga ada beberapa tokoh yang dibentuk boneka memeniran seperti tokoh-tokoh orang kaya ningrat, orang gila militer dan lain-lain.
Atraksi yang paling menawan dalam memeniran yakni orang yang digendong yang notabene seorang insan mampu bergerak bebas, menari bersorak, bermain kipas dan sebagainya.
musik pengiring memeniran ini sama dengan musik pemgiring pencak silat, kadang-kadang hanya ditambah dogdog dan bedug saja. Demikian juga dengan lagu-lagunya memeniran sama dengan lagu pengiring pencak silat seperti golempang, padungdung, dan lain-lain. Hanya saja cukup umur ini lagu-lagu kawih digunakan pula, mirip rayak-rayak, kembang beureum, dan disamping itu juga lagu-0lagu dangdut yang sedang populer.