|
Dokter Jawa sedang mengobati pasiennya di kawasan Silowok Jawa – Tengah 1927 |
Sebenamya langkah untuk menuju ke arah pendidikan kedokteran telah dimulai sejak permulaan masa ke -19. Pada tahun 1811 beberapa orang bumiputra dilatih untuk menjadi Juru Cacar dan mereka dididik oleh para Penilik Vaksinasi. Pendidikan itu dilakukan secara intensif mengenang penyakit cacar ialah penyakit yang diderita oleh rakyat Indonesia pada abad itu.
Menjelang pertengahan abad ke-19 lembaga pendidikan (latihan) itu diadakan secara reguler. Atas dasar keputusan Pemerintah Hindia Belanda tanggal 2 Januari 1849 sudah diputuskan untuk mendirikan sekolah Ahli Kesehatan untuk diperbantukan kepada rumah sakit militer di Batavia. Sekolah tersebut dibuka di Batavia pada tahun 1851 dan dimulai dengan tiga belas murid.
Pendidikan Juru Cacar yang semula satu tahun usang belajarnya diperpanjang menjadi dua tahun dengan penambahan beberapa mata pelajaran sehingga para lulusannya mampu mengenal penyakit-penyakit yang banyak terdapat di Indonesia dan melakukan pembedahan ringan serta merawat penyakit sekedarnya.
Sesudah dididik selama dua tahun para siswa diuji oleh panitia yang terdiri dokter dan apoteker militer dan kalau lulus mendapat gelar Dokter Jawa. Pada tahun 1864 lama belajarnya diperpanjang lagi menjadi lima atau enam tahun. Bahasa pengantarnya ialah bahasa Melayu. Namun, semenjak tahun 1875 diberikan dalam bahasa Belanda.
Bagi murid-murid yang berasal dari sekolah yang tidak berbahasa pengirim bahasa Belanda, diadakan pendidikan pendahuluan selama dua sampai tiga tahun khusus untuk berguru bahasa Belanda. Sejak tahun 1875 gelar Dokter Jawa diubah namanya menjadi Ahli Kesehatan Bumiputra atau Inlandsche Geneeskundige.
Dengan adanya pergantian nama itu dibutuhkan oleh pe-merintah bahwa yang telah berhasil lulus akan lebih sesuai dengan kemajuan profesinya selaku seorang ahli di bidang kesehatan. Lulusannya mampu mengenal penyakit-penyakit yang banyak terdapat di Indonesia dan melakukan pembedahan ringan serta merawat penyakit sekedarnya. Sesudah dididik selama dua tahun para siswa diuji oleh panitia yang terdiri dokter dan apoteker militer dan jika lulus menerima gelar Dokter Jawa. Pada tahun 1864 usang belajarnya diperpanjang lagi menjadi lima atau enam tahun. Bahasa pengantarnya yaitu bahasa Melayu. Namun, semenjak tahun 1875 diberikan dalam bahasa Belanda.
Bagi murid-murid yang berasal dari sekolah yang tidak berbahasa pengirim bahasa Belanda, diadakan pendidikan pendahuluan selama dua sampai tiga tahun khusus untuk berguru bahasa Belanda.
Sejak tahun 1875 gelar Dokter Jawa diubah namanya menjadi “Ahli Kesehatan Bumiputra atau Inlandsche Geneeskundige.” Dengan adanya pergantian nama itu dibutuhkan oleh pe-merintah bahwa yang telah sukses lulus akan lebih sesuai dengan pertumbuhan profesinya sebagai seorang ahli di bidang kesehatan. Sumber: Sejarah Tatar Sunda. Oleh Nina H.Lubis.DKK.2003.