Sejarah Pertumbuhan Kultur Jaringan

Bagaimana Sejarah Perkembangan Kultur Jaringan
Sejarah pertumbuhan teknik kultur jaringan dimulai pada tahun 1838 ketika Schwann dan Schleiden mengemukakan teori totipotensi yang menyatakan bahwa sel-sel bersifat otonom, dan pada prinsipnya bisa beregenerasi menjadi tumbuhan lengkap. Teori yang dikemukakan ini ialah dasar dari spekulasi Haberlandt pada awal periode ke-20 yang menyatakan bahwa jaringan tanaman dapat diisolasi dan dikultur dan berubah menjadi tanaman wajar dengan melaksanakan manipulasi terhadap kondisi lingkungan dan nutrisinya. Walaupun perjuangan Haberlandt menerapakan teknik kultur jaringan tumbuhan pada tahun 1902 mengalami kegagalan, namun antara tahun 1907-1909 Harrison, Burrows, dan Carrel berhasil mengkulturkan jaringan hewan dan insan secara in vitro.
Keberhasilan aplikasi teknik kultur jaringan selaku sarana perbanyakan tanaman secara vegetatif pertama kali dilaporkan oleh White pada tahun 1934, yaitu lewat kultur akar tomat. Selanjutnya pada tahun 1939, Gautheret, Nobecourt, dan white berhasil menumbuhkan kalus tembakau dan wortel secara in vitro. Setelah Perang Dunia II, perkembangan teknik kultur jaringan sungguh cepat, dan menciptakan aneka macam penelitian yang mempunyai arti penting bagi dunia pertanian, kehutanan, dan hortikultura yang sudah dipublikasikan.
Pada mulanya, kemajuan teknik kultur jaringan tumbuhan berada di belakang teknik kultur jaringan manusia. Hal itu disebabkan lambatnya inovasi hormon flora (zat pengatur tumbuh). Ditemukakannya auksin IAA pada tahun 1934 oleh Kögl dan Haagen-Smith telah membuka peluang yang besar bagi pertumbuhan kultur jaringan tumbuhan. Kemajuan ini semakain pesat setelah ditemukannya kinetin (sebuah sitokinin) pada tahun 1955 oleh Miller dan koleganya. Pada tahun1957, Skoog dan Miller mempublikasikan suatu goresan pena ”kunci” yang menyatakan bahwa interaksi kuantitatif antara auksin dan sitokinin besar lengan berkuasa memilih tipe pertumbuhan dan peristiwa morfogenetik di dalam flora. Penelitian kedua ilmuwan tersebut pada tanaman tembakau mengungkapkan bahwa rasio yang tinggi antara auksin terhadap sitokinin akan menginduksi morfogenesis akar, sedangkan rasio yang rendah akan menginduksi morfogenesis pucuk. Namun acuan yang demikian ternyata tidak berlaku secara universal untuk semua spesis tanaman.
Ditemukannya prosedur perbanyakan secara in vitro pada tumbuhan anggrek Cymbidium 1960 oleh Morel, serta diformulasikannya komposisi medium dengan konsentrasi garam mineral yang tinggi oleh Murashige dan Skoog pada tahun 1962, semakin merangsang kemajuan aplikasi teknik kultur jaringan pada aneka macam spesies flora. Perkembangan yang pesat pertama kali dimulai di Perancis dan Amerika, lalu teknik ini pun di kembangkan di banyak negara, tergolong Indonesia, dengan prioritas aplikasi pada sejumlah tumbuhan yang memiliki arti penting bagi masing-masing negara.
Meningkatnya observasi kultur jaringan dalam dua dekade terakhir telah memberi tunjangan yang sungguh besar bagi jago pertanian, pemuliaan flora, botani, biologi molekuler, biokimia penyakit tumbuhan, dan sebagainya. Karena kultur jaringan sudah mencapai konsekuensi praktis yang demikian jauh di bidang pertanian, pemuliaan tumbuhan dan sebagainya maka mampu ditentukan junlah observasi dan aplikasi teknik ini akan terus meningkat pada kurun-kurun mendatang. Pierik (1997) mengemukakan sejumlah insiden penting dalam sejarah perkembangan kultur jaringan hingga dekade 1980 an sebagai berikut;
  • 1892 Ditemukan fenomena sintesis senyawa-senyawa pembentuk organ yang didistribusikan secara polar di dalam tumbuhan.
  • 1902 Usaha pertama aplikasi kultur jaringan tumbuhan
  • 1904 Usaha pertama aplikasi kuktur embrio sejumlah tanaman Cruciferae
  • 1909 Fusi protoplas tumbuhan, namun produk yang dihasilkan mengalami kegagalan untuk hidup.
  • 1922 Perkecambahan in vitro biji anggrek secara asimbiosis.
  • 1922 Kultur in vitro ujung akar
  • 1925 Aplikasi kultur embrio pada flora Linum hasil silang antar spesies
  • 1929 Kultur embrio Linum untuk menghindari inkompatibilitas persilangan
  • 1934 Kultur in vitro jaringan kambium dari sejumlah flora pohon dan perdu mengalami kegagalan karena tidak adanya ketrelibatan auksin
  • 1934 Keberhasilan kultur akar flora tomat.
  • 1936 Kultur embrio sejumlah tumbuhan Gymnospermae
  • 1939 Keberhasilan menumbuhkan kultur kalus secara kontinu
  • 1940 Kultur in vitro jaringan kambium dari tanaman Ulmus untuk mempelajari pembantukan tunas adventi
  • 1941 Air kelapa (Yang mengandung aspek pembelahan sel) untuk pertama kalinya dipakai pada kultur embrio tanaman Datura
  • 1941 Kultur in vitro jaringan tumor crown-gall
  • 1944 Untuk pertama kalinya kultur in vitro tembakau dipakai pada penelitian pembantukan tunas adventif
  • 1945 Budi daya potongan tunas tanaman Asparagus secara in vitro
  • 1946 Untuk pertama kalinya diperoleh tumbuhan Lupinus dan Tropaelum dari kultur pucu
  • 1948 Pembentukan akar dan tunas adventif tumbuhan tembakau diputuskan oleh rasio auksin : adenin
  • 1950 Regenerasi organ tumbuhan dari jaringan kalus Sequoia sempervirens.
  • 1952 Aplikasi sambung mikro (micrografiting) untuk pertama kalinya
  • 1953 Produksi kalus haploid flora Ginkgo biloba dari kultur serbuk sari
  • 1954 Pengkajian terhadap pergeseran-pergeseran kariologi dan sifat-sifat kromosom pada kultur endosperm tumbuhan jagung
  • 1955 Penemuan kinetin, ialah suatu hormon perangsang pembelahan sel.
  • 1956 Realisasi kemajuan kultur di dalam metode multiliter untuk menciptakan metabolit sekunder.
  • 1957 Ditemukannya pengaturan pembentukan organ (akar dan pucuk) dengan mengubah rasio antara auksin dan sitokinin
  • 1958 Regenerasi embrio somatik secara in vitro dari jaringan nuselus flora Citrus ovules
  • 1958 Regenerasi proembrio dari massa kalus dan suspensi sel tanaman wortel
  • 1959 Publikasi buku pegangan mengenai kultur jaringan flora untuk pertama kali
  • 1960 Keberhasilan pembuahan in vitro pada Papaver rhoeas untuk pertama kalinya
  • 1960 Degradasi dinding sel secara enzimatik untuk mendapatkan protoplas dalam jumlah besar.
  • 1960 Perbanyakan vegetatif tumbuhan anggrek lewat kultur meristem
  • 1960 Filtrasi suspensi sel dan isolasi sel tunggal
  • 1962 Pengembangan medium dasar Murashige dan Skoog (MS)
  • 1964 Produksi tanaman Datura haploid dari kultur serbuk sari untuk pertama kalinya
  • 1964 Regenerasi tunas dan akar pada jaringan kalus tanaman Populus tremuloides
  • 1965 Induksi pembungaan secara in vitro pada tanaman tembakau
  • 1965 Diferensiasi flora tembakau dari isolasi sel tunggal pada kultur mikro
  • 1967 Induksi pembentukan bunga pada Lunaria annua dengan vernalisasi secara in vitro
  • 1967 Produksi tanaman haploid dari kuktur serbuk sari tanaman tembakau (Nicotiana tabacum).
  • 1969 Analisis kariologi tanaman yang diregenerasikan dari kultur kalus tembakau.
  • 1969 Keberhasilan isolasi protoplas dari kultur suspensi Haplopappus gracilis untuk pertama kalinya
  • 1970 Seleksi mutan biokimia secara in vitro
  • 1970 Pemanfaatan kultur embrio untuk menghasilkan barley monoploid
  • 1970 Keberhasilan peleburan protoplas untuk pertama kalinya
  • 1971 Keberhasilan regenerasi tumbuhan dari kultur protoplas untuk pertama kalinya.
  • 1972 Hibridisasi antarspesies melalui peleburan protoplas pada dua spesies Nicotiana
  • 1973 Sitokinin diketahui mampu memecahkan dormansi pada eksplan jaringan kapitulum tanaman Gerbera
  • 1974 Induksi percabangan aksilar oleh sitokinin pada eksplan tunas tumbuhan Gerbera.
  • 1974 Regenerasi Petunia hybrida haploid dari kultur protoplas.
  • 1974 Diketahui bahwa peleburan protoplas haploid mampu dilaksanakan sehingga mendukung hibridisasi
  • 1974 Biotransformasi pada kultur jaringan tanaman
  • 1974 Penemuan Ti-plasmid pada Agrobacterium selaku senyawa penginduksi pembentukan tumor
  • 1975 Seleksi faktual terhadap kultur kalus tanaman jagung yang resisten terhadap Helminthosporium maydis.
  • 1976 Inisiasi pucuk dari eksplan tunas flora anyelir yang berasal dari penyimpanan pada suhu rendah (kreopreservasi).
  • 1976 Hibridisasi antarspesies melalui peleburan protoplas pada tanaman Petunia hybrida dan P. Parodii.
  • 1976 Sintesis dan perombakan oktopin dan nopalin dimengerti dikelola secara genetis oleh Ti-plasmid Agrobacterium tumefaciens.
  • 1977 Keberhasilan integrasi DNA Ti-plasmid dari Agrobacterium tumefaciens pada flora
  • 1978 Hibridisasi somatik tomat dan kentang
  • 1979 Pengembangan prosedur co-cultivation untuk teransformasi protoplas flora dengan Agrobacterium
  • 1980 Pemanfaatan sel untuk biotransformasi digitoksin menjadidigoksin
  • 1981 Pengenalan istilah kombinasi somaklon atau keragaman somaklon
  • 1981 Isolasi auksotrop lewat skrining berukuran besar terhadap koloni sel yang diperoleh dari protoplas haploid flora Nicotiana plumbaginifolia dengan perlakuan mutagen.
  • 1982 Protoplas dapat bergabung dengan DNA telanjang sehingga memungkinkan untuk dilakukannya transformasi dengan isolasi DNA.
  • 1983 Hibidisasi sitoplasma antargenus pada tumbuhan bit dan Brassica napus
  • 1984 Transformasi sel flora dengan DNA plasmid
  • 1985 Infeksi dan transformasi penggalan daun dengan Agrobacterium tumefaciens dan regenerasi flora yang mengalami transformasi
  Terangkan Ciri Utama Kehidupan Zaman Watu Tengah!