Sejarah Pertumbuhan Islam Di Jerman

Negara Republik Federal Jerman yakni negara berupa federasi di Eropa Barat. Negara ini mempunyai posisi ekonomi dan politik yang sungguh penting di Eropa maupun di dunia. Dengan luas 357.021 km2 (kira-kira dua setengah kali pulau Jawa) dan penduduk sekitar 82 juta jiwa, negara dengan 16 negara bab ini menjadi anggota kunci organisasi Uni Eropa (masyarakatterbanyak). 

Sistem pemerintahan di Jerman yakni demokrasi parlementer. Pemerintahan sehari-hari dipegang oleh seorang kanselir, yang berperan mirip perdana menteri di negara lain dengan bentuk pemerintahan serupa. Selain Jerman, Austria juga memiliki kanselir Bangsa Jerman sudah mengenal Islam sejak zaman pendudukan Kekhalifahan Islam di Spanyol. 
Pada dikala itulah kekuasaan dan perkembangan dunia Islam disegani oleh bangsa-bangsa Eropa. Andalusia dijadikan sentra pengembangan ilmu wawasan dibawah Kekhalifahan Islam. Eropa mulai memasuki kala pertengahan, mereka menyebutnya sebagai zaman kegelapan atau The Dark Age. Memang tepat sekali sebutan tersebut bagi bangsa Eropa pada zaman itu. 
Ekspansi dan kemajuan besar-besaran Kekhalifahan Islam baik dibidang politik, ekonomi, budaya, dan ilmu wawasan jauh melebihi bangsa Eropa. Pada zaman perang salib, pertempuran terjadi antara kaum muslim dengan bangsa Eropa, terutama Perancis, Jerman dan Inggris. Setelah perang salib rampung, toleransi antar agama dan kebudayaan pun berjalan. 
Di ketika itulah bangsa Eropa tergolong Jerman mulai mengenal lebih jauh ihwal Islam. Sastrawan nomor satu di Jerman, Wolfgang von Goethe, yaitu seorang pengagum Muhammad Saw. Tulisan basmallah pun menghiasi buku-buku yang dibentuk Wolfgang von Goethe. Pada tamat khayatnya beliau mengucapkan dua kalimat syahadat. Hubungan antara Jerman dan Islam terus berlanjut. 
Seperti yang diungkap pada harian Medan Waspada, bahwa pada tahun 1739, raja Friedrich Wilhelm I mendirikan suatu masjid di kota Potsdam untuk tentaranya yang beragama Islam, mereka disebut dengan nama pasukan Muhammadaner. Mereka juga diberikan jaminan kebebasan beribadah. 
Pada Pebruari 1807 pasukan Muhammadaner menolong raja Wilhelm memerangi Napoleon dari Perancis. Pada satu resimen bernama Towarczy, 1220 serdadu beragama Islam dan 1320 prajurit lainnya beragama kristen. Pada zaman itu, kaummuslim di Jerman selain menjadi tentara, mereka juga banyak yang menjadi pedagang, diplomat, ilmuwan, dan penulis. 
Pada saat Perang Dunia Pertama, Jerman kembali bersekutu dengan tentara muslim dari Kekhalifahan Turki. Hal ini membuat komunitas muslim di Jerman semakin banyak dan makin menguatkan eksistensinya. Lembaga Muslim Jerman sudah bangkit pada tahun 1930. Imbas dari perang dunia, negara Jerman hancur awut-awutan.
Jerman membutuhkan banyak tenaga kerja. Para pekerja berdatangan dari Italia, Turki dan Eropa Timur untuk membangun Jerman kembali pada simpulan periode ke 17, yang ialah respons perlawanan terhadap kolonialisme Barat. Setelah kontrak kerja mereka final, para pekerja ini menolak untuk pulang ke negara mereka, bahkan mereka mendatangkan keluarga-keluarganya untuk tinggal menetap di Jerman. 
Berlin menjadi kota dengan jumlah komunitas Turki paling besar sesudah Istanbul. Umat muslim dari Yugoslavia dan Iran pun berdatangan dan menetap di Jerman. Tahun 1961, 1963, dan 1965 orang-orang keturunan Turki, Maroko, dan Tunisia direkrut sebagai pekerja di Jerman atas kesepakatan antara pemerintah Jerman dengan negara-negara bersangkutan. 
Belakangan warga Muslim dari Libanon, Palestina, Afganistan, Aljazair, Iran, Iran dan Bosnia juga tiba ke Jerman mengungsi sebab negara mereka dilanda perang. Hal-hal tersebut menciptakan jumlah masyarakatyang beragama Islam di Jerman mencapai lebih dari dua juta jiwa pada permulaan tahun 1990. 
Komunitas Muslim Indonesia mempunyai andil dalam pertumbuhan Islam pada kala-era kini, mereka mendirikan Masjid Al-Falah di pusat kota Berlin, yang lokasinya tak jauh dari Kedutaan Besar Republik Indonesia. Ada 2500 mahasiswa Indonesia yang melanjutkan studinya di Jerman, dan dari angkatan lama ke angkatan baru mereka secara bergantian mengurus Rumah Allah tersebut. 
Setiap tanggal 3 Oktober, seluruh masjid dan Islamic Center di Jerman menyelenggarakan open house bagi warga non muslim yang ingin mengenal lebih jauh perihal Islam. Hasil dari kegiatan berkala tahunan ini sangat memuaskan, tidak hanya wawasan dan perhatian penduduk Jerman saja yang bertambah, namun juga jumlah mualaf yang meningkat. 
Awal tahun di kota Hannover diadakan festival perihal Islam. Sejumlah perwakilan negara muslim, organisasi dan forum Islam lokal turut ikut serta. Menariknya, festival tersebut dikoordinasi oleh pihak Gereja Protestan Lutheran lokal. Tujuan penyelenggaraan pekan raya yaitu supaya masyarakat Jerman lebih mengetahuiagama Islam. 
Dengan begitu, umat muslim dan masyarakat lokal menjadi makin menyatu. Selain Hannover, bazar serupa diselenggarakan di sepuluh kota lainnya. Fokusnya yaitu tentang kehidupan sehari-hari para muslimah Jerman. Kenapa muslimah, sebab legalitas jilbab masih diperdebatkan di negeri itu. 
Oleh karenanya, panitia pun telah merancang program tanya jawab dengan sejumlah muslimah. Warga bebas bertanya seputar jilbab serta proses pembiasaan mereka kepada gaya hidup Barat, upaya-upaya tersebut membuahkan hasil.
Demikian pembahasan bahan tentang Sejarah Perkembangan Islam di Jerman.
  Mengenal Para Penguasa Dinasti Ayyubiyah