Brunai Darussalam seperti yang kita tahu ialah negara berdaulat di Asia Tenggara yang terletak di pantai utara pulau Kalimantan. Negara ini mempunyai wilayah seluas cuma 5.765 km2 yang menempati pulau Kalimantan dengan garis pantai seluruhnya menjamah Laut Tiongkok Selatan. Wilayahnya dipisahkan ke dalam dua negara bagian di Malaysia yakni Sarawak dan Sabah.
Sekarang ini, Brunei Darussalam memiliki Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tertinggi kedua di Asia Tenggara sesudah Singapura, sehingga diklasifikasikan selaku negara maju. Menurut Dana Moneter Internasional, Brunai mempunyai produk domestik bruto per-kapita terbesar kelima di dunia dalam keseimbangan kesanggupan membeli.
Sementara itu, majalah Forbes menempatkan Brunai selaku negara terkaya kelima dari 182 negara sebab memiliki ladang minyak bumi dan gas alam yang luas. Selain itu juga, Brunei juga terkenal dengan kemakmurannya dan ketegasan dalam melaksanakan syariat Islam, baik dalam bidang pemerintahan maupun kehidupan bermasyarakat.
Penjelasan selengkapnya tentang sejarah kemajuan Islam di Brunai Darussalam, akan kita jelaskan pemaparannya secara lengkap berikut ini.
Sejarah Perkembangan Islam di Brunai Darussalam
Islam mulai meningkat dengan pesat di Kesultanan Brunai semenjak Syarif Ali diangkat menjadi Sultan ke-3 Brunai pada tahun 1425. Sultan Syarif Ali yaitu seorang Ahlul Bait dari keturunan cucu Rasulullah SAW, Hasan, sebagaimana tercantum dalam Batu Tarsilah atau Prasasti dari masa ke-18 Masehi yang terdapat di Bandar Sri Begawan, ibu kota Brunai Darussalam.
Selanjutnya, agama Islam di Brunai Darussalam terus berkembang pesat. Sejak Malaka yang diketahui selaku sentra penyebaran dan kebudayaan Islam jatuh ke tangan Portugis tahun 1511, banyak ahli agama Islam yang pindah ke Brunai. Masuknya para ahli agama membuat perkembangan Islam semakin cepat menyebar ke masyarakat.
Kemajuan dan kemajuan Islam semakin faktual pada abad pemerintahan Sultan Bolkiah (sultan ke-5) yang daerahnya mencakup Suluk, Selandung, Kepulauan Sulu, Kepulauan Balabac, Pulau Banggi, Pulau Balambangan, Matanani, dan utara Pulau Palawan. Di masa Sultan Hassan (sultan ke-9), masyarakat Muslim Brunai mempunyai institusi-institusi pemerintahan agama.
Agama pada dikala itu dianggap mempunyai peran penting dalam memandu negara Brunai ke arah kemakmuran. Pada ketika pemerintahan Sultan Hassan ini, undang-undang Islam, yaitu Hukum Qanun yang terdiri atas 46 pasal dan 6 bagian, diperkuat selaku undang-undang dasar negara.
Di samping itu, Sultan Hassan juga sudah melakukan perjuangan penyempurnaan pemerintahan, antara lain dengan membentuk Majelis Agama Islam atas dasar Undang-Undang Agama dan Mahkamah Qadhi tahun 1955. Majelis ini bertugas memberikan dan menasihati sultan dalam masalah agama dan ideologi negara.
Untuk itu, dibentuk Jabatan Hal Ehwal Agama yang tugasnya menyebarluaskan paham Islam, baik terhadap pemerintah beserta aparatnya maupun kepada penduduk luas. Langkah lain yang ditempuh sultan adalah menyebabkan Islam benar-benar berfungsi selaku pandangan hidup rakyat Brunai. Pada tahun 1888-1983, Brunai berada di bawah kekuasaan Inggris.
Brunai merdeka sebagai negara Islam di bawah pimpinan sultan ke-29, ialah Sultan Hassanal Bolkiah Mu’izzuddin wad Daulah, sehabis memproklamasikan kemerdekaannya pada 31 Desember 1983. Gelar Mu’izzuddin wad Daulah (Penata Agama dan Negara) memberikan ciri keislaman yang selalu menempel pada setiap raja yang memerintah.
Pada Tahun 1839, James Brooke dari Inggris tiba ke Serawak dan menjadi raja di sana serta menyerang Brunai, sehingga Brunai kehilangan kekuasaannya atas Serawak. Pada tanggal 19 Desember 1846, pulau Labuan dan sekitarnya diserahkan kepada James Brooke.
Sedikit demi sedikit wilayah Brunai jatuh ke tangan Inggris melalui perusahaan-perusahaan jualan dan pemerintahannya sampai dengan wilayah Brunai kelak bangkit sendiri di bawah protektorat Inggris di tahun 1984. Pada ketika yang sama, Persekutuan Borneo Utara Britania sedang meluaskan penguasaannya di Timur Laut Borneo.
Pada tahun 1888, Brunai menjadi suatu negeri di bawah tunjangan kerajaan Britania dengan kedaulatan dalam negerinya, namun dengan persoalan luar negeri tetap diawasi Britania. Pada tahun 1906, Brunai menerima sebuah langkah perluasan kekuasaan Britania dikala kekuasaan administrator dipindahkan terhadap seorang residen Britania, yang bertugas menasehati baginda Sultan dalam semua kasus, kecuali hal yang bersangkutan dengan budpekerti istiadat lokal dan agama.
Pada 4 Januari 1979, Brunai dan Britania Raya sudah menandatangani Perjanjian Kerjasama dan Persahabatan. Perjanjian tersebut berisi 6 pasal. Akhirnya sehabis 96 tahun di bawah pemerintahan Inggris Brunai resmi menjadi negara merdeka di bawah Sultan Hassanal Bolkiah pada 1 Januari 1984, Brunai Darussalam sudah sukses meraih kemerdekaan sepenuhnya.
Setelah merdeka Brunai menjadi sebuah negara Melayu Islam Baraja. “Melayu” diartikan dengan negara Melayu yang mengamalkan nilai-nilai tradisi atau kebudayaan Melayu yang mempunyai bagian-komponen kebaikan dan menguntungkan. “Islam” diartikan selaku suatu akidah yang dianut negara yang bermadzhab Ahlussunnah wal Jama’ah sesuai konstitusi dan harapan kemerdekaannya.
Sistem Pemerintahan Brunai Darussalam
Baraja yakni suatu sistem tradisi Melayu yang telah usang ada. Brunai merdeka sebagai negara Islam di bawah pimpinan sultan ke-29, yaitu Sultan Hassanal Bolkiah Mu’izzuddin wad Daulah. Panggilan resmi kenegaraan sultan adalah Yang Maha Mulia Paduka Sri Baginda. Gelar Mu’izzuddin wad Daulah (penata agama dan negara) memperlihatkan ciri keislaman yang selalu melekat pada setiap raja yang memerintah.
Kerajaan Brunai Darussalam adalah negara yang mempunyai corak pemerintahan monarki konstitusional dengan Sultan yang menjabat sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, merangkap sebagai Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan dengan dibantu oleh Dewan Penasihat Kesultanan dan beberapa Menteri, yang dipilih dan diketuai oleh Sultan sendiri.
Untuk kepentingan penelitian agama Islam, pada tanggal 16 September 1985 didirikan pusat dakwah yang juga bertugas melaksanakan acara dakwah serta pendidikan terhadap pegawai-pegawai agama serta penduduk luas dan sentra ekspo pertumbuhan dunia Islam. Di Brunai, orang-orang cacat dan anak yatim menjadi tanggungan negara.
Sistem Pendidikan
Seluruh pendidikan rakyat (dari TK/TK hingga Perguruan Tinggi) dan pelayanan kesehatan diberikan secara gratis. Pihak kerajaan memainkan peranan penting dalam perkembangan Islam. Peran ini tampakdari langkah pemerintahan Kesultanan Brunai untuk mendirikan pusat kajian Islam yang ditujukan untuk kepentingan observasi agama Islam.
Pusat kajian yang diresmikan pada 16 September 1985 ini bertugas melakukan program dakwah serta pendidikan terhadap pegawai-pegawai agama serta penduduk luas dan sentra festival kemajuan dunia Islam. Geliat keislaman di Brunai Darussalam terperinci terlihat pada dikala hari-hari besar Islam, mirip Maulid Nabi SAW, Nuzulul Quran, dan Isra Mi’raj.
Setiap hari besar Islam, pihak Kesultanan Brunai senantiasa mengadakan acara perayaan. Bahkan, Sultan Hassanal Bolkiah sebagaipemimpin negara mengharuskan para pegawai kerajaan untuk menghadiri perayaan tersebut.
Demikian bahasan perihal sejarah pertumbuhan Islam di Brunai Darussalam.
Semoga bermanfaat.