Sejarah Microfinance

Sejarah Microfinance
1. Kredit Mikro di Indonesia : dari Masa ke Masa 
Pada masa pinjaman kredit pertanian bersubsidi (1950-an – 1970-an), penduduk miskin dipandang sebagai petani kecil yang tersisihkan dengan konsentrasi perhatian pada laki-laki selaku pencari nafkah utama. Oleh karenanya, dianggap perlu untuk meningkatkan produktivitas mereka melalui tunjangan kredit. Pada kurun 1980-an masyarakat miskin lebih banyak dipandang selaku pengusaha mikro, lazimnya perempuan, yang tidak memiliki aset untuk dijadikan jaminan walaupun usahanya memiliki harapan untuk berkembang. Berdasarkan pengertian ini dikembangkan upaya-upaya forum non-pemerintah untuk menyediakan kredit mikro, khususnya bagi perempuan.
Peralihan dari kredit bersubsidi ke kredit tanpa subsidi ini juga dilatarbelakangi oleh argumen bahwa masyarakat miskin bahu-membahu tidak membutuhkan subsidi bunga santunan, tetapi mereka lebih memerlukan kanal terhadap kredit. Kredit mikro kian berkembang pada tahun 1990-an dengan adanya penemuan cara penyaluran kredit terhadap golongan dengan teladan Grameen Bank, dengan golongan wanita miskin sebagai sasaran utama. Pola ini telah menarik perhatian dunia sehingga diadopsi oleh banyak negara dan menemukan pemberian dari banyak forum pendanaan. Perkembangan memunculkan industri keuangan mikro yang menerapkan rancangan “financial viability and sustainability” forum penyedia layanan keuangan mikro. Perkembangan ini diiringi dengan upaya besar-besaran untuk menambah jumlah nasabah atau mengembangkan jumlah kredit per nasabah. 
Pada akhir 1990-an, beberapa studi secara kritis menyoroti gejala kian tersingkirnya kelompok paling miskin dari pelayanan keuangan mikro, sebagai akhir sampingan dari pementingan yang berlebihan pada kelancaran pembayaran dan ‘institutional viability’ lembaga pemberi layanan keuangan mikro. Secara lazim, Matin, Hulme dan Rutherford juga menyatakan bahwa ketersingkiran kelompok paling miskin tersebut disebabkan oleh ketidaksesuaian antara rancangan layanan keuangan mikro yang tersedia dengan acuan penghidupan kelompok masyarakat termiskin yang aktivitas ekonominya (bikinan, konsumsi, perdagangan, tabungan pinjaman dan acara mencarinafkah) dilakukan dalam kecil-kecilan, dan mempunyai tingkat kerentanan yang sungguh tinggi kepada gejolak ekonomi. 
2. Sejarah Grameen Bank
Mengapa perlu mengupas sejarah Grameen Bank? Apa keterkaitannya dengan micofinance? Ketika kita membicarakan kredit mikro maka kita tak lepas dari pembicaraan mengenai Grameen Bank. Karena Grameen Bank dianggap selaku pioner dalam dunia kredit mikro. Mata dunia telah tertuju kapada keberhasilan yang telah diraih oleh Grameen Bank. Bagaimana sejarah Grameen Bank, sehingga perjuangan krdit mikro harus mengacu kepadanya?
Muhammad Yunus dari Grameen bank Bangladesh. Seorang ekonomis mudah menerima hadian Nobel perdamaian (bukan pertama kalinya). Memang sempurna. Karena kondisi ekonomi, utamanya yg menyangkut massa miskin, yaitu faktor paling kuat untuk perdamaian. Grameen bank ialah bank yg memberi microcredit (santunan sangat rendah) tanpa agunan tetapi memakai metode kelompok berdasar keyakinan. Terutama pada perempuan-wanita miskin.
Menurut Muhammad yunus, banyak orang yang kehilangan semangat memerangi korupsi dalam negara yang korup. Dia mencontohkan negeri asalnya, Bangladesh, yang merupakan negara terkorup di dunia model Transparency International. Dari serangkaian diskusi pemberantasan korupsi, banyak orang di Bangladesh yang sudah menyerah semenjak permulaan.
Yunus adalah satria pengentas penduduk dari kemiskinan dunia. Lewat Grameen Bank, forum keuangan paling revolusioner dalam sejarah perbankan dunia, pria kelahiran Chittagong, Bangladesh, ini menunjukkan kredit ringan terhadap orang miskin, tergolong pengemis di Bangladesh, tanpa jaminan sama sekali. Gagasan dan acuan penyaluran kredit Grameen Bank menunjukkan pandangan baru bagi banyak orang dan forum yang tengah berjuang memerangi kemiskinan di banyak sekali negara, tergolong Indonesia.
Dia menjelaskan Grameen Bank menabrak sistem dan prinsip bank konvensional, ialah makin kaya seseorang, santunan kredit akan semakin besar. Tapi Grameen Bank justru memperlihatkan kredit terhadap orang miskin, yang sebagian besar tidak berpenghasilan tetap. Pembayaran pemberian dilakukan secara kolektif oleh seseorang yang ditunjuk Grameen Bank. Uang yang terkumpul dari nasabah dibawa oleh pengumpul (collector) ke kantor perwakilan Grameen Bank.
Grameen Bank merupakan bank skala nasional dengan perputaran uang tunai hingga jutaan dolar setiap hari. “Faktanya, tidak ada korupsi,” katanya. Keberadaan institusi mirip Grameen Bank yang dilakukan tanpa korupsi membentuk cita-cita bagi masyarakat. “Jika satu institusi mampu dibangun bebas korupsi dan dikerjakan tanpa korupsi, kita bisa menciptakan institusi yang lain bebas korupsi,” kata Yunus. Grameen tidak meminta standar yang rumit seperti halnya bank perkreditan rakyat yang lain,alasannya hal itu tidak mungkin dilakukan untuk mencoba mendapatkan sasaran nasabah mereka yang tidak mempunyai rumah tinggal tetap. untuk masalah pembayaran pun pada prosesnya jika terjadi masalah dalam bisnis nasabah bisa diperlunak sesuai kemampuan nasabah.
Dengan acuan, hal ini terbukti dari salah satu nasabah grameen yang rumah dan segala kekayaannya habis alasannya adalah petaka kebakaran, jelas tidak mampu mengeluarkan uang kembali maka grameen meminjamkan lagi untuk modal awal sehingga beliau mampu menata kehidupannya kembali dan malah saat ini dia bisa mnggaji orang lain menjadi pegawainya dan mengeluarkan uang sesuai agenda.
Grameen bank atau juga diketahui dengan nama Bank Kaum Miskin semenjak permulaan diresmikan tidak pernah menyandang nama syariah, Islam atau apapun juga yang berbau agama. Namun dalam perjalanannya bank yang diresmikan oleh Muhammad Yunus ini menebarkan berbagai nilai-nilai kemanusiaan. Penghapusan kemiskinan, penyediaan pendidikan, layanan kesehatan, kesempatan kerja bagi kaum miskin, kesetaraan jender lewat pemberdayaan wanita serta memutuskan kesejahteraan manula, semua ialah tujuan-tujuan sosial yang menjadi kesepakatan Grameen Bank. Grameen menentang kerangka kelembagaan yang ada kini, Grameen menentang perekonomian yang didasarkan pada ketamakan bisnis, Gramen ingin membuat perusahaan-perusahaan yang sadar sosial untuk menyaingi perusahaan-perusahaan yang tamak.
Grameen bukanlah bank non riba, Grameen bank menyalurkan tiga jenis kredit dan menambah beban masing-masing kredit tersebut dengan tingkat bunga berlainan:
1) kredit mata penelusuran dengan suku bunga 20 persen,
2) kredit perumahan dengan suku bunga 8 persen dan
3) kredit pendidikan tinggi bawah umur keluarga Grameen dengan suku bunga 5 persen.
Seluruh bunga adalah bunga tunggal yang dikalkulasi menurut tata cara declining balance. Terkait dengan pendidikan, Grameen bank meyakini bahwa pendidikan yaitu salah satu bagian utama untuk keluar dari kemiskinan.
Setiap tahun Grameen memberikan beasiswa terhadap 30.000 siswa. Tidak ada ungkapan mudharabah, musyarakah ataupun murabahah dalam desain Grameen Bank. Setiap tahun sejak resmi bangun tahun 1983 Grameen Bank selalu mencetak keuntungan kecuali pada tahun 1983, 1991 dan 1992. Tahun 1983 yakni tahun berdirinya, sedangkan tahun 1991 dan 1992 ialah tahun rehabilitasi bagi semua nasabah sesudah badai siklon dahsyat melanda Bangladesh di bulan April 1991.
Sejak berdiri, Grameen Bank sudah menyalurkan perlindungan mencapai US $ 6 milyar dengan tingkat pengembalian sebesar 99 persen ( Yunus, 2007, hal 259). Lantas apa menariknya? Di mana letak benang merahnya dengan prinsip syariah? Banyak bank-bank lain mencapai prestasi yang sama bahkan lebih dari Grameen Bank, dan terang Grameen Bank bukan bank syariah alasannya adalah menerapkan bunga pada nasabahnya. Yang mempesona dalam hal ini adalah alasannya dengan jumlah nasabah meraih 7 juta orang, 95 persennya ialah kaum wanita sungguh miskin yang dalam dunia perbankan modern sungguh tidak layak untuk diberi kredit.
Tidak ada satupun bank di dunia ini yang hendak memperlihatkan perlindungan dengan atau tanpa bunga pada orang yang tidak memiliki 5C. Tidak ada satupun bank di dunia ini yang hendak dengan sukar payah mencari nasabah para orang miskin yang sudah terbelit hutang dengan rentenir dan menawari mereka tunjangan tanpa agunan apapun dengan tujuan biar hidup mereka terbebas dari kemiskinan, mendapatkan penghasilan yang patut dan mampu menyekolahkan anak-anak mereka.
Belum ada dalam sejarah perbankan dunia, sebuah bank yang 95 persen nasabahnya berasal dari orang miskin bisa menguasai 93 persen total ekuitas bank, yang 9 dari 13 anggota Dewan Komisarisnya yakni para perwakilan peminjam.Grameen bank bukan yayasan sosial karena bank ini tetap mengenakan bunga bahkan pada orang miskin sekalipun, tetapi Grameen bank yaitu bank yang penuhdengan tujuan sosial. Kredit mirip dikatakan Yunus (2007, hal 248) lebih dari sekedar bisnis, layaknya pangan, kredit ialah hak asasi insan. Karenanya menolak menawarkan kredit dengan argumentasi tidak bankable merupakan pelanggaran kepada hak asasi insan.
Dengan alasan ini, Yunus mengajukan dua perubahan terhadap ciri dasar kapitalisme yang telah mengakibatkan kekayaan cuma menumpuk pada segelintir pengusaha yang bankable. Perubahan pertama yang diajukan Yunus terkait dengan persepsi yang berlebihan dari seorang pengusaha kapitalis. Menurutnya seorang pebisnis bukanlah orang yang punya bakat khusus, semua insan adalah usahawan memiliki potensi. Sebagian kita berdasarkan Yunus mendapatkan potensi untuk menunjukkan bakat ini, namun pada umumnya kita tidak pernah memperoleh potensi . Perubahan kedua terkait dengan bagaimana seorang usahawan membuat keputusan investasi. Teori ekonomi menggambarkan pebisnis hanya selaku orang yang memaksimalkan keuntungan.
Di beberapa Negara di Amerika Undang-undang korporasinya bahkan mengharuskan maksimalisasi keuntungan. Pemegang saham mampu menuntut direktur atau dewan direktur yang memakai dana perusahaan untuk kepentingan masyarakat secara umum ketimbang untuk maksimalisasi laba pemegang saham. Sebagai balasannya dimensi sosial dalam ajaran pengusaha diabaikan sepenuhnya.
Menurut Yunus jika kita tidak menyisihkan ruang bagi nilai-nilai sosial dalam kerangka teoritis kita, maka yang terjadi yakni kita akan mendorong insan bertingkah tanpa menghargai nilai-nilai sosial. Karenanya Yunus mengusulkan mengganti prinsip sempit maksimalisasi laba dengan prinsip yang lebih luas bahwa seorang pebisnis harus memaksimalkan dua hal sekaligus, yakni laba dan faedah sosial. Apa yang diusulkan dan sudah dijalankan Yunus ini menggambarkan dengan sungguh sempurna keseimbangan antara sifat egoistik dan altruistik yang mesti ada dalam akuntansi syariah mirip pernah dibahas oleh Triyuwono (2006).
Grameen bank memperlihatkan bahwa sifat egoistik dan altruistik yang dipadukan dengan sangat bagus mampu menghasilkan sebuah bisnis yang menguntungkan sekaligus mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, merealisasikan keadilan ekonomi serta mendistribusikan kesejahteraan. Keberadaan perusahaan besar di Bangladesh mirip Grameen Check, Grameen Shamogree, GrameenPhone dan Grameen Telecom ialah bukti konkret bahwa tujuan sosial mampu mengangkat harkat martabat insan sekaligus menghadirkan profit dalam waktu yang serempak.
Namun demikian Yunus punya pemahaman sendiri mengenai sifat altruistik yang disebutnya selaku sikap yang digerakkan oleh tujuan sosial. Dalam pandangan Yunus sikap ini tidak cukup dilakukan hanya dengan pertolongan amal atau dalam dunia bisnis diketahui dengan charity. Bantuan amal berdasarkan Yunus hanyalah cara untuk melepas tanggungjawab. Bantuan amal hanya mengekalkan kemiskinan dan bukan ialah solusi terhadap kemiskinan. Bantuan amal kadang kala dipakai karena kita enggan mengakui pokok masalah dan memperoleh solusi. Bantuan amal lebih lanjut dikatakan Yunus cuma menggembirakan hati kecil kita saja.
Permasalahan bekerjsama berdasarkan Yunus ialah memberi potensi yang sama bagi setiap insan, kesempatan dalam hal ini adalah potensi untuk menerima derma semoga mereka mampu berupaya dan meneruskan hidup secara layak yang bebas dari kemiskinan, penderitaan dan kesengsaraan. Bukankah kemiskinan mendekatkan pada kekufuran. Ya..inilah antara lain salah satu nilai syariah yang mampu dipetik dari perjalanan Grameen bank. Grameen mampu menunjukan bahwa maksimalisasi profit juga mampu dikerjakan dengan maksimalisasi faedah sosial. 
3. Dua Pandangan Layanan Microfinance
Perdebatan mengenai ketersingkiran kelompok paling miskin dari layanan keuangan mikro tersebut mengarah pada dua pandangan yang berlawanan. Pandangan pertama intinya beranggapan bahwa golongan paling miskin tidak memerlukan pelayanan keuangan mikro, tetapi lebih memerlukan pinjaman yang bersifat eksklusif. Pandangan ini didasarkan pada kondisi kelompok termiskin, yang lazimnya tinggal di daerah terpencil dengan kanal transportasi dan akses pasar yang sungguh terbatas, sehingga mereka tidak akan mampu mengembalikan kredit. Oleh jadinya, penanggulangan kemiskinan bagi golongan ini mesti dikerjakan lewat pertolongan fasilitas kesehatan, pangan, pendidikan, dan bukan kredit mikro (Robinson, 2002). Selain itu, muncul argumentasi lain perihal mahalnya biaya untuk meraih golongan termiskin, yang tidak seimbang dengan besarnya jumlah kredit dan simpanan mereka, sehingga tidak akan mampu menjamin keberlanjutan dan kemajuan forum penyuplaijasa keuangan mikro (the Microfinance Gateway). 
Pandangan kedua mengajukan argumen bahwa kalangan miskin pun layak menerima layanan keuangan mikro, sehingga rancangan bentuk layanannyalah yang harus disesuaikan dengan keperluan mereka. Alasan ketidaklayakan pelayanan keuangan mikro bagi kalangan termiskin yang dikemukakan oleh persepsi pertama disangkal oleh persepsi ini. Pandangan kedua ini menunjukkan pemfokusan pada perlunya pergantian paradigma keuangan mikro dari konsentrasi pada aspek promosi atau derma terhadap perjuangan ekonomi ke arah layanan keuangan mikro yang bersifat pertolongan melalui program simpanan, dukungan darurat, atau asuransi mikro. Menurut persepsi ini, tidak adanya seruan kepada pelayanan keuangan mikro lebih disebabkan oleh ketidaksesuaian antara bentuk layanan yang tersedia dengan keperluan mereka. Karena itu, perubahan bentuk layanan ke arah yang lebih sesuai dengan keperluan masyarakat paling miskin menjadi prioritas yang mendesak.