Kemerdekaan negara Indonesia merupakan suatu anugerah sumbangan dari Tuhan (Allah swt) yang tak terkira untuk seluruh rakyat Indonesia yang pada saat itu tengah hidup berada dibawah naungan penjajahan bangsa aneh, penjajahan yang telah usang berada di bumi nusantara pada akhirnya menemui akhir perjalanannya dengan dibacakannya naskah Proklamasi kemerdekaan Indonesia oleh Ir. Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945.
Kemerdekaan bangsa Indonesia bukanlah sebuah derma, namun murni atas perjuangan perjuangan segenap rakyat Indonesia yang bahu membahu menentang dan melawan atas ketidak adilan dan perikemanusiaan yang menimpa bangsa Indonesia. Tokoh-tokoh nasional yang bergerak dibidang organisasi dan serdadu PETA terus berusaha keras berjuang semoga Indonesia segera keluar dari penjajahan.
Berikut yaitu sejarah hari proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus, selengkapnya.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dilaksanakan pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 tahun Masehi, atau tanggal 17 Agustus 2605 berdasarkan tahun Jepang, yang dibacakan oleh Soekarno dengan didampingi oleh Drs. Mohammad Hatta bertempat di sebuah rumah hibah dari Faradj bin Said bin Awadh Martak di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta Pusat.
Kata-kata dan deklarasi proklamasi tersebut mesti menyeimbangkan kepentingan kepentingan internal Indonesia dan Jepang yang saling berlawanan pada dikala itu. Proklamasi tersebut menandai dimulainya perlawanan diplomatik dan bersenjata dari Revolusi Nasional Indonesia, yang berperang melawan pasukan Belanda dan warga sipil pro-Belanda, hingga Belanda secara resmi mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949.
Pada tahun 2005, Belanda menyatakan bahwa mereka sudah menetapkan untuk menerima secara de facto tanggal 17 Agustus 1945 sebagai tanggal kemerdekaan Indonesia. Namun, pada tanggal 14 September 2011, pengadilan Belanda menetapkan dalam masalah pembantaian Rawagede bahwa Belanda bertanggung jawab karena memiliki tugas untuk mempertahankan orangnya, yang juga mengindikasikan bahwa kawasan tersebut ialah bagian dari Hindia Timur Belanda, berlawanan dengan klaim Indonesia atas 17 Agustus 1945 sebagai tanggal kemerdekaannya.
Dalam sebuah wawancara tahun 2013, sejarawan Indonesia Sukotjo, antara lain, meminta pemerintah Belanda untuk secara resmi mengakui tanggal kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Perserikatan Bangsa-Bangsa mengakui tanggal 27 Desember 1949 sebagai tanggal kemerdekaan Indonesia. Naskah Proklamasi ditandatangani oleh Sukarno (yang menuliskan namanya sebagai “Soekarno” menggunakan ortografi Belanda) dan Mohammad Hatta, yang kemudian ditunjuk selaku presiden dan wakil presiden berturut-turut sehari sehabis proklamasi dibacakan.
Hari Kemerdekaan dijadikan sebagai hari libur nasional melalui keputusan pemerintah yang dikeluarkan pada 18 Juni 1946.
Latar Belakang
Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima Jepang oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan adab semangat prajurit Jepang di seluruh dunia. Sehari lalu, Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI (Dokuritsu Junbi Chōsa-kai), berubah nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, Dokuritsu Junbi Iin-kai), untuk lebih memastikan cita-cita dan tujuan meraih kemerdekaan Indonesia.
Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menjadikan Jepang menyerah terhadap Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.
Soekarno dan Hatta selaku pimpinan PPKI serta Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur maritim Saigon, Vietnam untuk berjumpa Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan menawarkan kemerdekaan kepada Indonesia.
Sementara itu di Indonesia, pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar gosip lewat radio bahwa Jepang sudah mengalah terhadap Sekutu. Para pejuang bawah tanah berkemas-kemas memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.
Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang lewat Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, menyampaikan kepada Soekarno, Hatta, dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan secepatnya memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, menurut tim PPKI. Meskipun demikian, Terauchi, pimpinan tertinggi Jepang di Asia Tenggara dan putra mantan Perdana Menteri Terauchi Masatake, menghendaki proklamasi diadakan pada 24 Agustus 1945.
Dua hari lalu, saat Soekarno, Hatta, dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno secepatnya memproklamasikan kemerdekaan alasannya adalah menilai hasil konferensi di Dalat selaku tipu tipu daya Jepang, karena Jepang telah menyerah terhadap Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang.
Hatta menceritakan terhadap Syahrir wacana hasil pertemuan di Dalat. Soekarno belum percaya bahwa Jepang memang sudah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu mampu menjadikan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat fatal jikalau para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan alasannya adalah itu ialah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Sementara itu Syahrir menilai PPKI yakni tubuh bikinan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan ‘hadiah’ dari Jepang.
Komandan Jepang menyimak ketentuan penyerahan diri
Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang secara resmi mengalah kepada Sekutu di kapal USS Missouri. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia alasannya adalah Jepang berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini lewat radio BBC.
Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, kalangan muda mendesak kalangan tua untuk secepatnya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan bau tanah tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilaksanakan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah suatu tubuh yang dibuat oleh Jepang. Mereka mengharapkan kemerdekaan atas perjuangan bangsa kita sendiri, bukan derma Jepang.
Soekarno dan Hatta mengunjungi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk menemukan konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong.
Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jalan Imam Bonjol 1). Maeda menyambut kehadiran mereka dengan ucapan selamat atas kesuksesan mereka di Dalat. Sambil menjawab dia belum mendapatkan konfirmasi serta masih menunggu isyarat dari Tokyo.
Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta secepatnya merencanakan konferensi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10:00 pagi tanggal 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No. 2 guna membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan antisipasi Proklamasi Kemerdekaan.
Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para perjaka dari beberapa kelompok. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10:00 pagi tidak dijalankan alasannya adalah Soekarno dan Hatta tidak muncul.
Peristiwa Rengas Dengklok
Para pemuda pejuang, tergolong Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana terbakar gelora kepahlawanannya setelah berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan ketekunan. Pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945, mereka bareng Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan cowok lain, membawa Soekarno (bareng Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) serta Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal selaku kejadian Rengasdengklok.
Tujuannya yakni semoga Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah mengalah dan para pejuang sudah siap untuk melawan Jepang, apa pun karenanya.
Di Jakarta, kalangan muda, Wikana, dan kelompok tua, ialah Achmad Soebardjo melaksanakan perundingan. Achmad Soebardjo menyepakati untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Achmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Achmad Soebardjo sukses meyakinkan para cowok untuk tidak terburu – buru memproklamasikan kemerdekaan.
Setelah datang di Jakarta, mereka pulang ke tempat tinggal masing-masing. Mengingat bahwa Hotel Des Indes (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan setelah pukul 10:00 malam, maka anjuran Laksamana Muda Maeda untuk memakai rumahnya (kini gedung museum perumusan teks proklamasi) selaku kawasan rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.
Kisah Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Mayor Nishimura dan Laksamana Muda Maeda
Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda tidak mau menerima Sukarno-Hatta yang diantar oleh Tadashi Maeda dan memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang, untuk mendapatkan kehadiran rombongan tersebut.
Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 sudah diterima perintah dari Tokyo bahwa Jepang mesti mempertahankan status quo, tidak mampu memberi izin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana sudah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang antusiasBushido, ingkar komitmen semoga dikasihani oleh Sekutu.
Akhirnya Sukarno-Hatta meminta biar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin dengan cara pura-pura tidak tau. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan membisu-diam meninggalkan ruangan alasannya adalah diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi perintah Tokyo dan dia mengenali sebagai perwira penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di kawasan Angkatan Darat (Rikugun) ia tak punya wewenang menetapkan.
Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No. 1) diiringi oleh Shunkichiro Miyoshi guna melaksanakan rapat untuk merencanakan teks Proklamasi. Setelah menyapa Sukarno-Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya.
Penyusunan teks Proklamasi dikerjakan oleh Soekarno, Mohammad Hatta, dan Achmad Soebardjo serta disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik. Miyoshi yang setengah mabuk duduk di bangku belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi lalu ada kalimat dari Shigetada Nishijima seakan-akan ia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan supaya pemindahan kekuasaan itu cuma mempunyai arti kekuasaan administratif.
Tentang hal ini Bung Karno memastikan bahwa pemindahan kekuasaan itu bermakna “transfer of power”. Bung Hatta, Subardjo, B.M Diah, Sukarni, Sudiro dan Sayuti Malik tidak ada yang membenarkan klaim Nishijima tetapi di beberapa golongan klaim Nishijima masih didengungkan.
Setelah desain simpulan disepakati, Sayuti menyalin dan mengetik naskah tersebut menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan Angkatan Laut Jerman, milik Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler. Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada, namun berhubung argumentasi keselamatan dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jalan Proklamasi no. 1).
Peringatan Hari Kemerdekaan
Setiap tahun pada tanggal 17 Agustus, rakyat Indonesia merayakan Hari Proklamasi Kemerdekaan ini dengan semarak. Beragam perlombaan dihadirkan mulai dari kontes panjat pinang, lomba makan kerupuk, hingga upacara militer di Istana Merdeka, serta seluruh masyarakat ikut ikut serta dengan caranya masing-masing.
Peringatan Detik-Detik Proklamasi
Peringatan detik-detik Proklamasi di Istana Merdeka dipimpin oleh Presiden RI selaku Inspektur Upacara. Upacara dimulai sekitar pukul 10:00 WIB untuk memperingati permulaan upacara Proklamasi tahun 1945. Seremoni peringatan lazimnya disiarkan secara langsung oleh seluruh stasiun televisi nasional Indonesia.
Acara-acara pada pagi hari tergolong: penembakan meriam dan sirene, pengibaran bendera Sang Saka Merah Putih (Bendera Indonesia), pembacaan naskah Proklamasi, dan lain sebagainya. Pada sore hari sekira pukul 17:00 terdapat program penurunan bendera Sang Saka Merah Putih.
Kewajiban Mengibarkan Bendera
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 wacana Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan pasal 7 ayat 3 mengatur perihal kewajiban mengibarkan bendera Merah Putih bagi setiap warga negara yang memiliki hak penggunaan rumah, gedung kantor, satuan pendidikan, angkutanpublik dan transportasi langsung di wilayah NKRI, serta kantor perwakilan diplomatik Indonesia di mancanegara pada tanggal 17 Agustus.
Demikianlah bahasan wacana sejarah hari proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus.
Semoga berguna.