Gereja Katedral St. Petrus, Bandung menyimpan banyak kisah menarik yang patut diungkapkan, utamanya bagi umat Kristen yang belum sempat mengenalnya lebih jauh. Lebih dari sekedar bangunan yang mempunyai arsitektur yang khas, Katedral ini ternyata menjadi saksi bisu perihal perjalanan panjang perkembangan umat Kristen di (Keuskupan) Bandung.
Cerita ini dimulai sekitar tahun 1878, di mana dikala itu Bandung sebagai ibukota karesidenan Priangan sudah cukup ramai, namun belum memiliki pelayanan umat Kristen sendiri. Untuk melayani umat, pastor didatangkan dari stasi terdekat, ialah Cirebon yang berada di bawah Vikariat Apostolik Batavia. Ketika jalur kereta api Batavia – Bandung dibuka pada tahun 1884 dan transportasi menjadi lebih gampang, pelayanan umat secara tetap di Bandung segera dipersiapkan. Maka, dibangunlah gereja pertama yang berukuran hanya 8 x 21 meter persegi dilengkapi suatu pastoran di Schoolweg (kini Jalan Merdeka), berdekatan dengan gudang kopi milik Pemerintah Kolonial Belanda. Gereja ini diberi nama St. Franciscus Regis dan diberkati oleh Mgr. W. Staal pada tanggal 16 Juni 1895.
Pada tanggal 1 April 1906, Bandung mendapatkan status Gemeente (setingkat kotamadya), sehingga berhak menyelenggarakan pengelolaan kota sendiri. Sejak ketika itu, Kota Bandung mulai berbenah, antara lain dengan melaksanakan pengembangan permukiman kota untuk warga Belanda dan pembangunan daerah sentra pemerintahan kotamadya (civic centre) berupa Gedung Balaikota berikut sebuah taman (lalu disebut Pieterspark) sempurna di lokasi bekas gudang kopi. Melengkapi civic centre ini, kelak dibangun berbagai bangunan publik di sekitar balaikota seperti sekolah, bank, kantor polisi, dan gereja, baik untuk umat Nasrani maupun Protestan.
Pada tanggal 13 Februari 1907, pemerintah mengeluarkan keputusan untuk memisahkan Priangan, tergolong Kota Bandung, secara administratif dari Distrik Cirebon. Kota Bandung ditentukan selaku suatu stasi baru di Jawa Barat yang dipimpin Pastor J. Timmers dari Cirebon yang sudah 4 tahun menetap di Bandung.
Dalam penyelenggaraan gereja selama 4 tahun berikutnya ternyata jumlah jemaat kian bertambah sampai mencapai 280 orang pada Perayaan Ekaristi. Saat itu, jumlah umat Katolik di Bandung sendiri sudah mencapai 1800 orang. Maka Gereja St. Franciscus Regis pun diperluas karena tidak cukup lagi menampung jemaat yang kian banyak. Setelah lewat beberapa alternatif dipilihlah suatu lahan bekas peternakan di sebelah Timur Gereja St. Franciscus Regis, di Merdikaweg (sekarang jalan Merdeka), sebagai lokasi gereja baru. Perancangnya pun telah terpilih, yaitu Ir. C.P. Wolff Schoemaker, seorang arsitek berkebangsaan Belanda.
Pembangunan gedung gereja yang gres dikerjakan sepanjang tahun 1921. Setelah simpulan, geraja yang baru itu diberkati oleh Mgr. Luypen pada tanggal 19 Februari 1922, dan dipersembahkan kepada Santo Petrus, yang ialah nama permandian dari Pastor P.J.W. Muller, SJ. Pada hari itu juga, Mgr. Luypenmeresmikan dan memberkati Pastoran Santo Petrus, yang saat itu tergolong Vikariat Batavia.
Gereja dan pastoran yang usang, Gereja St. Franciscus Regis, dijadikan gedung Perkumpulan Sosial Katolik. Dua tahun lalu, didirikan pendirian suatu gedung sekolah Kristen untuk putra dengan nama St. Berchmans di Javastraat (kini Jalan Jawa), sempurna di sebelah Timur Gereja St. Petrus. Sekarang bangunan sekolah itu digunakan oleh SD St. Yusup II.
Beberapa tahun lalu rel kereta api dibangun tepat di sebelah Selatan kompleks gereja ini. Misa kadang-kadang terganggu oleh deru kereta api, walaupun demikian, Gereja St. Petrus tetap dalam semangatnya melantunkan kebanggaan Ilahi.