Foto Dibuat Antara Tahun 1915 – 1930
Nji Anah, pesinden tembang Sunda Cianjuran dan penulis kelahiran Cianjur, pernah menulis pupuh yang kemudian menjadi buku panduan wisata, Beschrijving van Pangalengan en Omstreken yang dilengkapi dengan foto-foto dan peta berukuran besar yang sangat terperinci.
Dalam pupuh Sinom lama, Nji Anah, menuliskan ihwal keindahannya:
“Tanah makmur Pangalengan
Mun ku urang dikuriling
Atawa ditingalian
Palih ti wetan ngadingding
Watesna Gunung Bedil
Gunung Wayang Gunung Windu
Ngantay jadi sajajar
Jiga nu pairing-iring
Cek urang teh bade arangkat ka mana?”
Artinya:
“Tanah Makmur Pangalengan
Jika kita kelilingi
Atau sekadar dilihat
Sebelah timur mendinding
Batasnya Gunung Bedil
Gunung Wayang Gunung Windu
Seperti beriring-iring
Kata kita mau berangkat ke mana ?”
Foto Keluarga Eropa yang sedang berwisata di kawah Gunung Wayang. Salah bukti bahwa Gunung Wayang sejak jaman Belanda telah dijadikan kawasan rekreasi |
Sejarah Singkat Situs Gunung Wayang
Gunung Wayang telah dikenal semenjak nenek-moyang orang Sunda menyembah Tuhannya di kesunyian alam nan permai. Sejarawan Belanda Dr. N.J. Krom (1914) melaporkan bahwa di salah satu puncak Gunung Wayang terdapat beberapa arca dari batu cadas yang pengerjaannya agresif, dan terdapat pula 40 arca yang lain. Dalam salah satu kuburan di sana terdapat belahan-penggalan tembikar, kapak batu, dan tembikar.
N.J. Krom juga melaporkan, di bersahabat hulu Ci Tarum terdapat guci-guci dan sebuah arca dengan mahkota (seperti suatu meriam antik). Di segi Perkebunan Kina Argasari, Pacet, terdapat parit-parit pertahanan yang terbentuk rapi. Bila dilihat dari atas, terdapat contoh-teladan yang terstruktur mengikuti garis ketinggian yang kemudian dipapas untuk kepentingan pertahanan. Keadaannya masih tersadar, kecuali di beberapa kawasan yang pernah digunakan untuk pembibitan kopi serta beberapa rumah yang berjajar di arah selatannya.
Kata wayang dalam Gunung Wayang yang berada di selatan Bandung itu ternyata bukan berasal dari kata wayang (golek) mirip yang kita kenal ketika ini. Wayang di sini berasal dari kata wa, yang mempunyai arti angin atau berangin lembut, dan yang atau hyang artinya yang kuasa. Makara, kata wayang yang menjadi nama gunung ini berarti angin surgawi atau angin dewata yang lembut, yang mencirikan citra keindah-permaian alam yang awet.
Bujangga Manik, rahib pengelana dari Kerajaan Sunda masa ke-15, dalam perjalanan pulang dari ekspedisi suci kedua mengelilingi Pulau Jawa dan Pulau Bali, menyempatkan untuk mendatangi daerah suci di Gunung Wayang.
Dalam naskah antik “Siksa Kandang Karesian” yang ditemukan oleh “Andrew James” saudagar asal Inggris, Bujangga Manik menulis :
Sacunduk ka Gunung Sembung,
Eta huluna Ci Tarum,
Di inya aing ditapa,
Sambian ngeureunan palay,
Tehering puja nyanghara,
Puja nyapa pugu-pugu,
Tehering nanjeurkeun lingga.
Sadari aing ti inya
Leumpang aing ngidul-ngetan,
Meuntasing di Ci Marijung,
Meuntasing di Ci Carengcang,
Meuntas aing di Ci Santi,
Sananjak ka Gunung Wayang.
Ini memperlihatkan, bahwa Gunung Wayang dan sekitarnya sudah sangat dikenal sejak lama. Pada tahun 1930-an Pangalengan telah menjadi objek wisata yang populer karena pemandangan alamnya yang permai. Apel dan kapas yang bermutu tumbuh dengan baik di sini, ditambah keasrian hotelnya, menciptakan Pangalengan menjadi sangat populer.