Orang-orang itu terkejut. Saat mereka memandikan mayit Ali Zainal Abidin, mereka memperoleh punggungnya kehitam-hitaman. Mereka saling berpandangan & bertanya. Mengapa?
Salah seorang mengetahui jawabannya. “Sebenarnya, Ali sering memanggul karung tepung di punggungnya.”
“Kapan?” tanya temannya. Sebab sepengetahuannya, Ali bin Husein bin Ali bin Abu Thalib yakni seorang ulama yg sungguh tekun beribadah. Ia hampir tak pernah melihatnya mengangkat-angkat tepung.
“Malam. Sewaktu kalian beristirahat & orang-orang Madinah terlelap. Saat itulah Ali keluar dgn menenteng tepung kemudian diletakkannya di depan pintu orang yg memerlukan. Ia kembali ke rumahnya, mengambil tepung berikutnya & diberikan pada orang miskin yang lain. Begitu kebiasaannya.”
Orang-orang miskin Madinah memang merasakan adanya sedekah diam-diam. Saat pagi-pagi buta tatkala mereka hendak ke masjid untuk shalat Subuh, di depan pintu mereka sudah ada sekarung tepung. Hal itu berjalan bertahun-tahun tanpa ada yg tahu siapa sebenarnya orang baik hati yg menunjukkan materi-materi makanan itu dengan-cara sembunyi-sembunyi.
Apa yg diceritakan oleh orang tadi risikonya dirasakan oleh penduduk Madinah. Sejak Ali Zainal Abidin wafat, tak ada lagi tepung atau bahan makanan di depan pintu rumah mereka. Sedekah itu terhenti. “Ternyata orang baik hati selama ini yakni Ali,” simpul mereka.
Demikianlah pola keteladanan dr Ali Zainal Abidin. Ia sungguh-sungguh bisa menjalankan anjuran Rasulullah untuk bersedekah dengan-cara diam-diam: “Seseorang yg bersedekah kemudian ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tak mengenali apa yg disedekahkan oleh tangan kanannya”
Sedekah seperti inilah yg menjadi perisai bagi umat atau komunitas di dalamnya. Persis seperti sabda Nabi, “Sesungguhnya sedekah dengan-cara sembunyi-sembunyi akan meredam kemarahan Rabb ‘azza wa jalla.”
Sedekah dengan-cara diam-diam seperti yg dikerjakan oleh Ali Zainal Abidin pula lebih selamat dr riya’. Sebab tak ada yg tahu siapa yg sesungguhnya sudah bersedekah. Yang diketahui hanyalah keuntungannya; bahwa kaum dhuafa’ sudah terbantu & teringankan bebannya. Siapa yg berzakat tak dapat diketahui dengan-cara niscaya. Hingga tak ada terima kasih, tak ada kebanggaan, tak ada tepuk tangan. Senyap dlm kebajikan. Meskipun sedekah dengan-cara terang-terangan pula diperbolehkan. [Muchlisin BK/wargamasyarakat]