Rukun Dan Syarat Shulhu (Akad Perdamaian)

Rukun dan Syarat Shulhu
Rukun-rukun Al-Shulhu yaitu sebagai berikut:
a. Mushalih,yakni masing-masing pihak yang melaksanakan komitmen perdamaian untuk menghilangkan permusuhan atau sengketa;
b. Mushalih‘anhu, yaitu duduk perkara-problem yang diperselisihkan atau disengketakan;
c. Mushalih’alaihi, yakni hal-hal yang dilakukan oleh salah satu pihak terhadap lawannya untuk menetapkan perselisihan. Hal ini disebut juga dengan ungkapan badal al-Shulh;
d. Shigat, ijab dan Qabul diantara dua pihak yang melakukan komitmen perdamaian.

[Hendi Suhendi,Fiqh Muamalah,(Jakarta: Raja Grafindo Persada,2002), hlm.172.]

    Ijab kabul mampu dijalankan dengan lafadz atau dengan apa saja yang mengambarkan adanya pernikahan yang mengakibatkan perdamaian, seperti perkataan: “Aku berdamai denganmu, kubayar utangku padamu yang lima puluh dengan seratus” dan pihak lain menjawab “ Telah aku terima”.
Adapun yang menjadi syarat sahnya suatu kesepakatanperdamaian dapat diklasifikasikan:
A.    Menyangkut subyek, adalah musalih (pihak-pihak yang mengadakan perjanjian   perdamaian) 
Tentang subyek atau orang yang melakukan perdamaian haruslah orang yang piawai bertindak menurut aturan. Selain piawai bertindak berdasarkan hukum, juga harus orang yang memiliki kekuasaan atau memiliki wewenang untuk melepaskan haknya atas hal-hal yang dimaksudkan dalam perdamaian tersebut.
Adapun orang yang cakap bertindak berdasarkan aturan dan memiliki kekuasaan atau wewenang itu seperti :
1)    Wali, atas harta benda orang yang berada di bawah perwaliannya.
2)    Pengampu, atas harta benda orang yang berada di bawah pengampuannya
3)    Nazir (pengawas) wakaf, atas hak milik wakaf yang berada di bawah pengawasannya.

B.    Menyangkut obyek perdamaian


Tentang objek perdamaian haruslah memenuihi ketentuan selaku berikut :
– Untuk harta (mampu berupa benda berwujud seperti tanah dan mampu juga benda tidak berwujud seperti hak intelektual) yang mampu dinilai atau dihargai, dapat diserah terimakan, dan berguna.
– Dapat dikenali secara jelas sehingga tidak melahirkan kesamaran dan ketidak jelasan, yang pada hasilnya dapat pula melahirkan pertikaian yang gres pada objek yang serupa.

C.    Persoalan yang boleh di damaikan 

    Adapun problem atau pertikaian yang boleh atau mampu di damaikan yaitu hanyalah sebatas menyangkut hal-hal berikut : 
a)    Pertikaian itu berupa harta yang dapat di nilai
b)    Pertikaian menyangkut hal insan yang dapat diganti
    Dengan kata lain, kontrakperdamaian hanya sebatas masalah-duduk perkara muamalah (aturan privat). Sedangkan problem-dilema yang menyangkut hak ALLAH tidak dapat di lakukan perdamaian. [Pasaribu & K. Lubis,Hukum….,.hlm.28-30]