A. Audit Plan (Perencanaan Pemeriksaan)
Perencanaan dan supervisi berlangsung terus-menerus selama audit, dan mekanisme yang berhubungan kadang-kadang tumpang tending(overlap). Audior sebagai penanggung jawab tamat atas staf lain dalam kantor akuntannya (asisten).
Perencanaan dan supervisi berlangsung terus-menerus selama audit, dan mekanisme yang berhubungan kadang-kadang tumpang tending(overlap). Audior sebagai penanggung jawab tamat atas staf lain dalam kantor akuntannya (asisten).
Perencanaan audit mencakup pengembangan seni manajemen menyeluruh pelaksanaan dan lingkup audit yang dibutuhkan. Sifat, luas, dan ketika penyusunan rencana bervareasi dengan ukuran dan kompleksitas sebuah perjuangan, pengalaman mengenai satuan usaha, dan wawasan ihwal bisnis satuan perjuangan. Dalam perencanaan audit, auditor mesti menimbang-nimbang antara lain:
- Masalah yang berhubungan dengan bisnis satuan perjuangan tersebut dan industry dimana satuan usaha tersebut beroperasi didalamnya.
- Kebijakan dan prosedur akuntansi satuan usaha tersebut
- Metode yang dipakai oleh satuan usaha tersebut dalam mengolah info akuntansi yang segnifikan, tergolong penggunaan organisasi jasa dari luar untuk mengolah berita akuntansi pokok perusahaan
- Penetapantingkat resiko pengendalian yang direncanakan
- Pertimbangan permulaan ihwal tingkat meterialitas untuk tujuan audit
- Pos pembukuan keuangan yang mungkin memerlukan pembiasaan (adjustment)
- Kondisi yang mungkin memerlukan ekspansi atau pengubahan pengujian audit, seperti resiko kekeliruan dan ketidakberesan yang material atau adanya transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai korelasi istimewa
- Sifat laporan audit yang diharapkan akan diserahkan kepada pemberi peran (selaku teladan, laporan audit perihal laporan keuangan konsolidasi, laporan khusus untuk menggambarkan kepatuhan klien kepada kesepakatan/perjanjian).
Prosedur yang dapat diperhitungkan oleh auditor dalam penyusunan rencana dan supervise lazimnya meliputi review kepada catatan auditor yang berkaitan dengan satuan usaha dan diskusi dengan staf laindalam kantor akuntan dan pegawai satuan perjuangan tersebut. Contoh prosedur tersebut meliputi:
- Mereview arsip korespondensi, kertas kerja, arsip permanen, pembukuan keuangan, laporan audit tahun lalu
- Membahas problem-persoalan yang memiliki pengaruh kepada audit dengan staf kantor akuntan yang bertanggung jawab atas jasa non audit bagi satuan perjuangan
- Mengajukan pertanyaan terhadap pertumbuhan bisnis saat ini yang berdampak terhadap satuan perjuangan
- Membaca pembukuan keuangan interim tahun berlangsung
- Membicarakan tipe, luas, dan waktu audit dengan administrasi, dewan komisaris, atau komite audit
- Mempertimbangkan dampak diterapkannya pernyataan standar akuntansi dan tolok ukur auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia, khususnya yang baru
- Mengkoordinasi santunan dari pegawai satuan usaha dalam penyiapan data
- Menentukan luasanya keterlibatan bila ada konsultan, seorang ahli, dan auditor intern
- Membuat jadwal pekerjaan audit ( time schedule)
- Menentukan dan mengkoordinasikan kebutuhan staf audit
- Melaksanakan diskusi dengan pihak pemberi peran untuk memperoleh tambahan info ihwal tujuan audit yang hendak dilakasanakan sehingga auditor dapat mengartisipasi dan menawarkan perhatian kepada hal-hal yang berhubungan yang dipandang perlu
Agar mampu menciptakan penyusunan rencana audit dengan sebaik-baiknya, auditor harus memahami bisnis lien dengan sebaik mungkin (understanding client business), termasuk sifat dan jenis usaha klien, struktur organisasinya, struktur permodalan, sistem bikinan, penjualan, distribusi dan lain-lain.
Pengetahuan tentang bisnis satuan usaha biasanya diperoleh auditor melalui pengalaman dengan satuan usaha atau industrinya serta dari pengajuan pertanyaan kepada pegawai perusahaan. Kertas kerja audit dari tahun sebelumnya dapat berisi gosip yang berguna mengenai sifat bisnis, struktur organisasi, dan karateristik operasi, serta auditor yaitu publikasi yang dikeluarkan oleh industry, laporan keuangan satuan usaha lain dalam industry, buku teks, majalah, dan perorangan yang mempunyai wawasan tentang industry.
Pengetahuan wacana bisnis klien, membantu auditor dalam:
- Mengidentifikasikan bidang yang memerlukan pertimbangan khusus
- Menilai keadaan yang didalamnya dat akuntansi yang dihasilkan, diolah, di-review dan dikumpulkan dalam organisasi
- Menilai kewajaran perhitungan, seperti evaluasi atas persediaan, depresiasi, penyisihan piutang sangsi persentase solusi kontrak jangka panjang
- Menilai kewajaran representasi manajemen
- Mempertimbangkan kesesuaian tolok ukur akuntansi yang diterapkan dan kecukupan pengungkapanya
Supervisi mencakup pengaraha usaha ajun yang terkait dalam pencapaian tujuan audit dan memilih apakah tujuan tersebut tercapai. Unsur supervise ialah memberikan instruksi kepada tangan kanan, tetatp menjaga penyampaian info persoalan-problem penting yang dijumpai dalam audit, me-review pekerjaan yang dilaksanakannya, dan menuntaskan perbedaan pendapat di antara staf audit kantor akuntan. Luasnya supervise yang memadai bagi suatu kondisi tergantung atas banyak factor, tergolong kompleksitas dilema dan kualifikasi orang yang kutan dengan melaksanakan audit.
Para tangan kanan mesti di beritahu tanggung jawab mereka dan tujuan mekanisme audit yang mereka laksanakan. Mereka harus di beritahu hal-hal yang kemungkinan berpengaruh terhadap sifat, luas, dan dikala mekanisme yang mesti dilaksanakan, mirip sifat bisnis satuan usaha yang bersangkutan dengan penugasan dan problem-duduk perkara akuntansi dan audit. Auditor dengan tanggung jawab tamat untuk setiap audit mesti mengarahkan ajudan untuk mengemukakan pertanyaan akuntansi dan auditing signifikan yang muncul dalam audit sehingga auditor dapat menetapkan seberapa signifikan duduk perkara tersebut.
Pekerjaan yang dikerjakan oleh ajudan hrus direview untuk menentukan apakah pekerjaan tersebut telah dikerjakan secara memadai dan menilai apakah akhirnya sejalan dengan kesimpulan yang disuguhkan dalam laporan audit.
Auditor mesti menyusun Audit Plan, secepatnya sesudah Engagement Letter disetujui oleh klien.
Isi dari Audit Plan meliputi:
a. Hal-hal yang mengenai klien
- Bidang usaha Klien, Alamat, Nomor Telephon, facsimile dan lain-lain
- Status Hukum Perusahaan ( berdasar akta Pendirian )
- Accounting policy ( kebijakan akuntansi )
- Neraca ( laporan posisi keuangan) komparatif dan perbandingan pemasaran Laba/Rugi tahun lalu dan sekarang. Perbandingan antara Neraca tahun lalu dan Neraca tahun sekarang/ bulan terakhir tahun sekarang supaya diperoleh gambaran tentang ukuran besar kecilnya perusahaan
- Client contact ialah mengenai nama dari orang-orang yang mau sering dihubungi auditor contohnya:
- Presiden Direktur
- Controller, Chief Accountant
- Dewan komisaris dan komite Audit
- Accounting, Auditing & Tax Problem, mesti diterangkan dilema-problem yang ( mungkin) akan dihadapi oleh klien, seperti:
- Accounting Problem, misalnya:
- Perubahan metode pencatatan dari menual ke computer
- Revaluasi fixed asset
- Perubahan metode atau tarif penyusutan
- Auditing Problem, misalnya:
- Hasil konfirmasi tahun kemudian tidak memuaskan
- Perubahan accounting policy
- Tax Problem, contohnya:
- Masalah restitusi, kekurangan penyetoran
- Adanya 2 pembukuan
b.Hal-hal yang menghipnotis Klien, bias didapat dari majalah-majalah ekonomi/surat kabar, antara lain: Business News, ekonomi keuangan Indonesia.
c. Rencana Kerja Auditor
Hal-hal yang penting antara lain:
· Staffing
· Waktu Pemeriksaan
· Jenis jasa yang diberikan
· Bantuan-tunjangan yang dapat diberikan klien
· Time Schedule
B. Audit Program
Setelah audit plan disusun, tetapi sebelum investigasi lapangan dimulai, auditor mesti menyusun audit program yang merupakan kumpulan dari prosedur audit yang mau dilaksanakan dan dibuat secara tertulis.
Audit program menolong auditor dalam menawarkan perintah terhadap tangan kanan mengenai pekerjaan yang mesti dilaksanakan
Audit program harus menggariskan dengan rinci, prosedur audit yang berdasarkan iktikad auditor diperlukan untuk mencapai tujuan audit
Audit program yang bagus mesti mencantumkan:
a. Tujuan pemeriksaan
b. Prosedur audit yang mau dikerjakan
c. Kesimpulan pemeriksaan
Sebagian KAP menggunakan audit acara yang sudah distandarisasi dan dipakai di setiap kliennya, sebagian lagi memakai audit program yang disusun sesuai kondisi dan situasi di perusahaan (tailor made). Akan lebih baik jikalau audit acara dibuat terpisah untuk Compliance test dan substantive test.
C. Audit Procedures dan Audit Teknik
Audit Procedures yaitu langkah-langkah yang mesti dilakukan oleh auditor dalam melakukan pemeriksaannya dan sungguh di perlukan oleh tangan kanan supaya tidak melakukan penyimpangan dan dapat melakukan pekerjaan secar efisien dan efektif.
Audit procedures dilakukan dalam rangka menerima materi-bahan bukti (audit avidence) yang cukup untuk mendukung pertimbangan auditor atas kewajaran pembukuan keuangan
Untuk itu di butuhkan audit teknik, adalah cara-cara untuk menemukan audit evidence mirip : konfirmasi, observasi, inspeksi, Tanya jawab(inquiry) dan lain-lain
D. Resiko Audit dan Materialitas
Dalam PSA No.25, diberikan ajaran bagi auditor dalam mempertimbangkan resiko dan materialitas pada saat penyusunan rencana dan pelaksanaan audit atas pembukuan keuangan berdasar persyaratan auditing yang ditetapakan Ikatan Akuntan Indonesia:
- Resiko audit dan materialita mempengaruhi penerapan tolok ukur auditing, utamanya kriteria pekerjaan lapangan dan tolok ukur pelaporan, serta tercermin dalam laporan audit bentuk baku. Resiko audit dan materialaitas, bareng dengan hal-hal lain, perlu diperhitungkan dalam menentukan sifat, dikala, dan luas mekanisme audit serta dalam memeriksa hasil prosedur tersebut
- Adanya resiko audit diakui dengan pernyataan dalam penjelasan perihal tanggung jawab dan fungsi auditor independen yang berbunyi sebagai berikut :”alasannya sifat bukti audit karakteristik kecurangan, auditor dapat mendapatkan akidah memadai, bukan mutlak, bahwa salah saji material terdeteksi. Resiko audit yaitu resiko yang timbul alasannya adalah auditor tanpa disadari tidak memodifikasikan pendapatnya sebagaimana mestinya, atas sebuah pembukuan keuangan yang mengandung salah saji material.
- Konsep materialitas mengakui bahwa beberapa hal, baik secara individual atau keseluruhan, yakni penting bagi kewajaran penghidangan pembukuan keuangan sesuai dengan kriteria akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, sedangkan beberapa hal yang lain yakni tidak penting. Frasa”menyuguhkan secar wajar, dalam semua hal yang material, keyainan auditor bahwa pembukuan keuangan secara keseluruhan tidak mengandung salah saji material.
- Laporan keuangan yang mengandung salah saji material kalau pembukuan keuangan tersebut mengandung salah saji yang dampaknya secra individual atau keseluruhan, cukup signifikan sehingga mampu menyebabkan laporan keuangan tidak disajikan secara wajar dalam semua hal material, sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Salah saji dpat terjadi sebagai akhir dari kekeliruan atau kecurangan
- Dalam perencanaan audit, auditor berkepentingan dengan persoalan-persoalan yang mungkin material terhadap pembukuan keuangan, auditor tidak bertanggung jawab untuk mempersiapkan dan melaksanakan auditor untuk memperoleh akidah memadai bahwa salah saji yang di sebabkan karena kekeliruan atau kecurangan, tidk material terhadap pembukuan keuangan
- Istilah kekliruan mempunyai arti salah saji atau penghilangan yang tidak di sengaja jumlahnya atau pengungkpan dalam laporan keuangan. Kekliruan meliputi :
Baca Juga
- Kesalahan dalam pengumpulan atau pembuatan data yang menjadi sumber penyusun laporan keuangan
- Estimasi akuntansi yang tidak masuk nalar yang muncul dari kecerobohan atau salah tafsir fakta
- Kekeliruan dalam penerapan standar akuntansi yang berhubungan dengan jumlah klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan
- Meskipun kecurangan merupakan pengertia yang luas dari segi hokum, kepentingan auditor secara khusus berhubungan dengan langkah-langkah curang yang menyebabkan salah saji material dalam pembukuan keuangan. Dua tipe salah saji berhubungan dengan pertimbangan auditor dalam audit laporan keuangan yangsalah saji muncul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan dan salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya kepada asset. Dua tipe salah saji ini diterangkan lebih lanjut dalam SA seksi 316 ( PSA No. 32 dan PSA No. 70 ) usulanatas kecurangan dalam audit pembukuan keuangan. Fakta utam yang membedakan kecurangan dengan kekeliruan yaitu apakah langkah-langkah yang mendasarinya yang berakibat pada salah saji dalam pembukuan keuangan ialah tindakan yang disengaja atau tidak disengaja
- Pada waktu pempertimbangkan tanggung jawab auditor mendapatkan iman mencukupi bahwa laporan keuangan bebas salah saji material, tidak ada perbedaan penting antara kekliruan dan kecurangan. Namun, terdapat perbedaan, dalam hal jawaban auditor terhadap salah saji yang terdeteksi. Umumnya kekeliruan terisolasi, tidak material dalam pembuatan data akuntansi atau penerapan patokan akuntansi tidak signifikan terhadap audit. Sebaliknya, jika kecurangan di deteksi, auditor harus menimbang-nimbang implikasi integritas administrasi atau karyawan dan kemungkinan dampaknya terdapat faktor audit
- Pada waktu menyimpulkan apakah pengaruh salah saji, secar individual atau secara adonan, material, auditor umumnya arus memikirkan sifat dan jumlah dalam kaitannya dengan sifat dan jumlah pos dalam lapora keuangan yang tdiaudit. Sebagai contoh, sebuah jumlah yang material bagi pembukuan keuangan di sebuah entitas mungkin tidak material bagi pembukuan keuangan entitas lain dengan ukuran dan sifat yang berlawanan. Begitu juga, apa yang material bagi pembukuan keuangan entitas lain dengan ukuran atau sifat yang berlainan. Begitu juga, apa yang material bagi pembukuan keuangan entitas tertentu kemungkinan berubah dari satu priode ke priode yang lain
- Pertimbangan auditor tentang materialitas ialah pertimbangan professional dan dipengaruhi oleh pandangan auditor atas kebutuhan orang yang mempunyai wawasan memadai dan yang akan menaruh iman terhadap laporan keuangan. Pertimbangan tentang materialitas yang dipakai oleh ouditor dihubungkan dengan keadaan sekitarnya dan meliputi pendapatkuantitatif maupun kualitatif. Materialitas ialah besarnya berita akuntansi yang apabila terjadi penglihatan atau salah saji, dilihat dari keadaan yang melingkupinya, mungkin mampu mengubah atau menghipnotis pendapatorang yang meletakkan akidah atas informasi tersebut. Defenisi tersebut mengakui usulanmaterialitas dijalankan dengan memperhitungkan keadaan yang melingkupi dan perlu melibatkan baik pertimbangan kuantitatif maupun kualitatif
- Auditor harus memikirkan resiko audit dan materialitas baik dalam :
- Merencakan audit dan mendesain mekanisme audit
- Mengevaluasi pakah laporan keungan secara keseluruhan dihidangkan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku lazim di Indonesia
- Auditor harus menyiapkan auditnya sedemikian rupa, sehingga resiko audit mampu di batasi pada tingkat yang rendah, yang menurut pendapatprofesionalnya, memadai untuk menyatakan usulan atas pembukuan keuangan. Resiko audit mampu di pastikan dalam ukuran kuantitatif dan kualitatif
- Dalam merencakan audit, auditor harus memakai pertimbangannya dalam menentukan tingkat resiko audit yang cukup rendah dan pertimbngan awal tentang tingkat materialitas dengan sebuah cara di inginkan, dalam keterbatasan bawahan dalam proses audit, mampu menawarkan bukti audit yang cukup untuk mencapai keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material. Tingkat materialitas meliputi tingkat yang menyeluruh untuk masing-masing laporan keuangan pokok. Namun, sebab pembukuan keuangan orisinil saling berhubungan dengan lebih dari satu jenis pembukuan keuangan, agar efisien untuk tujuan penyusunan rencana, auditor biasanya memikirkan materialitas pada tingkat kumpulan salah saji terkecil yang dapat di anggap material untuk salah satu pembukuan keuangan pokok. Sebagai pola, bila auditor berkeyakinan bahwa salah saji secara keseluruhan yang berjumlah kurang lebih Rp. 100.000.000,- akan memberi pengaruh material terhadap pos pendapatan, namun baru akan menghipnotis neraca secara material jika meraih angka Rp. 200.000.000,- yakni tidak memadai baginya untuk mendesain sebuah prosedur audit yang dibutuhkan dapat mendeteksi salah saji yang berjumlah Rp. 200.000.000,- saja.
- Auditor mempersiapkan audit untuk meraih kepercayaan mencukupi guna mendeteksi salah saji yang diyakini jumlahnya cukup besar, secara individual atau keseluruhan yang secra kuantitatif mempunyai dampak material kepada pembukuan keuangan. Walaupun auditor harus berhati-hati terhadap salah saji yang mungkin material secara kuantitatif, kebanyakan ialah tidak mudah untuk merancang mekanisme pendeteksiannya. SA Seksi 326 (PSA No. 07) , Bukti audit paragraph 20 menyatakan bahwa, “ auditor pada hakikatnya bekerja dalam batasan ekonomi, biar memiliki manfaat ekonomi, usulan auditor mesti dirumuskan dalam jangka waktu dan ongkos yang masuk akal”.
- Dalam situasi tertentu, untuk perencanaan audit, auditor memikirkan materialitas sebelum laporan keuangan yang mau di auditnya simpulan di susun. Dalam situasi lain, tetapi dia mungkin menyadari bahwa laporan tersebut masih memerlukan penyesuaian yang signifikan. Dalam kedua keadaan tersebut, pertimbangan awal auditor ihwal materialitas mungkin didasarkan atas laporan keuangan interim entitas tersebut yang disatukan atau laporan keuangan tahunan satu priode atau lebih sebelumnya, asalkan ia efek perubahan besar dalam entitas tersebut (pola merger) dan pergantian lain yang relevan dalam perekonomian secara keseluruhan atau industry yang ialah kawasan entitas tersebut berupaya
- Pada tingkat saldo akun atau golongan transaksi, resiko audit terdiri ats (a) resiko yang mencakup resiko bawaan (inherent risk) dan resiko pengendalian (control risk) bahwa saldo akun atau golongan transaksi mengandung salah saji ( disebabkan oleh kekliruan atau kecurangan ) yang mampu menjadi material terhadap pembukuan keuangan apabila digabungakan dengan salah saji pada saldo akun atau kalangan transaksi lainnya, dan (b) resiko deteksi (detection risk) bahwa auditor tidak akan mendeteksi salah saji tersebut. Penjelasan berikut menerangkan resiko audit dalam konteks tiga bagian resiko di atas. Cara yang dipakai auditor untuk memikirkan bagian tersebut dan kombinasinya melibatkan pendapatprofessional auditor tergantung pada pendekatan audit yang dilakukannya
1. Resiko Bawaan
Resiko bawaan yakni kerntanan suatu saldo akunatau golongan transaksi kepada suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat pengendalain yang terkait. Resiko salah saji demikian ialah lebih besar pada saldo akun atau kelompok transaksi tertentu ketimbang lainnya. Sebagai misalnya, perkiraan yang rumit lebih mungkin disajikan salah jika di bandingkan dengan perkiraan yang sederhana. Uang tunai lebih gampang dicuri sediaan batu bara. Akun yang terdiri atas jumlah yang berasal dari estimasi akuntansi cenderung mengandung resiko lebih besar dibanding dengan akun yang sifatnya relative berkala dan berisi dat berupa fakta. Factor ekstern juga mempengaruhi resiko bawaan. Sebagai contonya, pertumbuhan teknologi mungkin mengakibatkan produk tertentu menjadi lama, sehingga mengakibatkan sediaan condong dilaporkan lebih besar. Disamping itu, terhadap factor-aspek tersebut yang khusus menyangkut saldo akun atau kalangan transaksi tertentu, factor-aspek yang berhubungan dengan beberapa atau seluruh saldo akun atau kalangan transaksi mungkin mensugesti resiko bawaan yang berhunbungan dengan saldo akun atau kelompok transaksi tertentu. Factor selesai ini mencakup, misalnya kelemahan modal kerja untuk melanjurkan perjuangan atau penurunan aktifitas industry yang di tandai oleh banyanya kegagalan usaha. Lihat SA Seksi 316 (PSA No. 32 dan PSA No. 70) pertimbangan atas kecurangan dalam audit laporan keuangan, paragraph 10.
2. Resiko pengendalian
Resiko pengendalian ialah resiko bahwa suatu salah saji material yang dapat terjadi dalam suatu asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara sempurna waktu oleh pengendalian intern entitas. Resiko ini ialah fungsi efektivitas rancangan dan operasi pengendalian intern untuk meraih tujuan entitas yang berkaitan dengan penyusunan pembukuan keuangan entitas. Beberapa risiko pengendalian akan selalu ada sebab keterbatasan bawaan dalam setiap pengendalian intern
3. Resiko deteksi
Resiko deteksi yaitu resiko bahwa auditor tidak mampu mendeteksi salah saji material yang terdapat dalam suatu asersi. Resiko deteksi merupakan fungsi efektivitas prosedur audit dan penerapannya oleh auditor. Resiko ini muncul sebagian karena ketidakpastian yang ada pada tidak memeriksa 100% saldo akun atau golongan transaksi, dan sebagian lagi karena ketidakpastian lain yang ada, walaupun saldo akun atau kelompok transaksi tersebut diperiksa 100%. Ketidakpastian lain semacam itu muncul sebab auditor mungkin menentukan sebuah mekanisme audit yang tidak cocok, menerapkan secara keliru mekanisme yang semstinya, atau menafirkan secara keliru hasil audit. Ketidakpastian lain ini dapat dikurangi sampai pada tingkat yang mampu diabaikan melalui perencanaan dan supervise yang mencukupi dan pelaksanaan Pratik audit yang cocok dengan kriteria pengendalian kualitas.
- Resiko bawaan dan resiko pengendalian berlainan dengan resiko deteksi. Kedua resiko yang disebut terdahulu ada, terlepas dari dulakukan atau tidaknya audit atas pembukuan keuangan, sedangkan resiko deteksi berhunbungan dengan prosedur audit dan dapat di ubah oleh keputusan auditor itu sendiri. Resiko deteksi mempunyai hubungan yang terbalik dengan resiko bawaan dan resiko pengendalian. Semakin kecil resiko bawaan dan ressiko pengendalian yang diyakini oleh auditor, makin besar resiko deteksi yang dapat diterima. Sebaliknya, semakin besar adanya resiko bawaan dan resiko pengendalian yang diyakini auditor, kian kecil tingkat resiko deteksi yang diterima. Komponen resiko audit ini ditentukan secara kuantitatif, mirip dalam bentuk persentase atau secara non kuantitatif yang berkisar. Misalnya, dari minimum hingga maksimun.
AR=IR×CR×DR atau DR= AR/IR×CRDimana :AR = overall audit riskIR = inherent riskCR = control riskDR = detection risk
- Resiko deteksi yang dapat diterima oleh auditor dalam merangsang mekanisme audit tergantung pada tingkat yang diharapkan untuk menghalangi risiko ausit suatu saldo akun atau kalangan transaksi dan tergantung atas penetapan auditor kepada resiko bawaan dan resiko pengendalian. Apabila penetapan auditor terhadap resiko bawaan dan resiko pengdalian menurun, resiko deteksi yang mampu di terimanya akan meningkat. Namun, auditor tidak boleh sepenuhnya mengandalkan resiko bawaan dan resiko pengendalian denga tidak melaksanakan pengujian substantive kepada saldo akunatau golongan transaksi, yang di dalamnya mungkin terkandung salah saji yangmungkin material bila digabungkan dengan salah saji yang ada pada saldo akun atau golongan transaksi lain.