Relasi Hukum Dengan Struktur Sosial Dinamika Sosial

Sebelum membahas ihwal perkaitan antara aturan dengan struktur sosial serta dinamika sosial di mana aturan itu berlaku, terlebih dulu perlu aku ingatkan bahwa dalam mempelajari Sosiologi Hukum, kita menempatkan hukum tidak sebagai seperangkat peraturan yang logis dan konsisten saja melainkan kita tempatkan hukum itu di dalam konteks sosial. Optik yang kita pakai harus kita ubah, dari konsep hukum yang normatif ke rancangan aturan dalam perspektif sosiologis, in context.

Bila diibaratkan sebagai sebuah bangunan badan manusia, maka aturan formal yang berbentukperaturan perundang-seruan hanyalah ialah tulang-tulang yang menjadi kerangka (Sketch, skeleton) saja bagi bangunan hukum itu sedangkan “penduduk ” bolehlah diibaratkan dagingnya. Kaprikornus ada kerangka dan ada dagingnya. Para andal hukum biasanya lebih senang menekuni kerangka bangunan itu dibandingkan dengan mengkaji pula daging-dagingnya maupun urat-uratnya yang menempel pada kerangka itu. Sebaliknya para jago sosiologi akan merasa lebih betah menggumuli daging-daging sebuah bangunan hukum, yakni proses-proses yang menyangkut peri kelakuan insan yang melaksanakan aturan itu.

Sosiologi hukum selaku cabang ilmu yang bangun sendiri, merupakan ilmu sosial, yaitu ilmu wawasan yang mempelajari kehidupan bareng insan dengan sesamanya, ialah kehidupan sosial atau pergaulan hidup, singkatnya sosiologi hukum mempelajari penduduk , khususnya gejala hukum dari masyarakat tersebut.

Pada hakikatnya manusia mampu ditelaah dari dua sudut, yakni sudut structural dan sudut dinamikanya. Segi structural masyarakat atau dinamakan pula struktur sosial, adalah keseluruhan jalinan antara unsur-bagian sosial pokok adalah kaidah-kaidah sosial, forum-lembaga sosial, dan kelompok-golongan sosial serta lapisan-lapisan sosial.

Sedangkan yang dimaksud dengan dinamika masyarakat ialah apa yang disebut proses sosial dan pergantian-pergantian sosial. Dengan proses sosial diartikan sebagai efek timbale balik antara berbagai segi kehidupan bareng . Dengan kata lain, perkataan proses-proses sosial yakni cara berhubungan yang dapat dilihat apabila orang perorang dan kelompok-kelompok insan saling bertemu dan memilih sistem serta bentuk-bentuk hubungan tersebut, atau apa yang hendak terjadi bila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya cara-cara hidup yang telah ada.

Terutama yang akan disoroti adalah interaksi sosial yang merupakan dasar dari proses sosial. Interaksi sosial yaitu hubungan-kekerabatan sosial yang dinamis menyangkut relasi antara orang perorang an, antara kalangan-kelompok manusia, maupun antara individual dengan golongan manusia.

A. Struktur Sosial

1. Kaidah-Kaidah Sosial dan Hukum

Pergaulan hidup manusia diatur oleh perbagai macam kaidah atau norma, yang pada hakikatnya bertujuan untuk menghasilkan kehidupan bareng yang tertib dan tentram. Di dalam pergaulan hidup tersebut, manusia mendapatkan pengalaman-pengalaman perihal bagaimana menyanggupi kebutuhan-keperluan pokok atau primary needs,yang antara lain, meliputi sandang, pangan, papan, keselamatan jiwa dan harta, harga diri, potensi untuk berkembang dan kasih sayang.

Pola fikir insan akan mempengaruhi sikapnya yang condong untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan sesuatu terhadap insan, benda ataupun keadaan. Sikap-sikap manusia kemudian membentuk kaidah-kaidah, alasannya manusia condong untuk hidup terstruktur dan pantas. Kehidupan manusia yang terstruktur dan sepatutnya berdasarkan manusia adalah berbeda-beda, oleh sebab itu diharapkan patokan-kriteria yang berupa kaidah-kaidah.

Kaidah ialah persyaratan-persyaratan atau aliran-pemikiran ihwal tingkah laris atau perikelakuan yang diharapkan. Setiap penduduk memerlukan sebuah prosedur pengendalian sosial semoga selalu sesuatunya berlangsung dengan tertib. Yang dimaksud dengan mekanisme pengendalian sosial (mechanisme of social control) adalah segala sesuatu yang dilakukan untuk melaksanakan proses yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan untu mendidik, mengajak atau bahkan memaksa para warga penduduk agar mengikuti keadaan dengan kaidah-kaidah dan nilai-nilai kehidupan masyarakat yang bersangkutan.

Kaidah-kaidah itu ada yang mengatur pribadi insan dan terdiri dari kaidah doktrin dan kesusilaan. Kaidah iktikad bermaksud untuk meraih suatu kehidupan yang beriman sedangkan kaidah kesusilaan bermaksud supaya insan berakhlak atau memiliki hati nurani higienis. Di lain fihak ada kaedah-kaedah yang mengatur kehidupan antar manusia atau langsung, yang berisikan kaidah-kaidah kesopanan dan kaidah hukum.

Kaidah kesopanan bermaksud agar pergaulan hidup berlangsung dengan mengasyikkan, sedangkan kaidah aturan bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam pergaulan antar manusia. Kedamaian tersebut akan tercapai dengan menciptakan suatu keharmonisan antara ketertiban (yang bersifat lahiriah) dengan ketentraman ( yang bersifat bathiniah). Kedamaian melalui keserasian antara ketertiban dengan kenyamanan, merupakan  suatu ciri yang membedakan aturan dengan kaidah-kaidah sosial yang lain.

Ciri-ciri kaidah hukum yang membedakan dengan kaidah lainnya : 

  • Hukum bermaksud untuk membuat keseimbangan antara kepentingan;
  • Hukum mengontrol tindakan insan yang bersifat lahiriah;
  • Hukum dikerjakan oleh tubuh-badan yang diakui oleh penduduk ;
  • Hukum memiliki berbagai jenis sanksi yang tegas dan bertingkat;
  • Hukum bermaksud untuk meraih kedamaian (ketertiban dan ketentraman)

Berikut beberapa pertimbangan dari para ahli ilmu-ilmu sosial mengenai perbedaan antara perilakelakuan sosial yang kasatmata dengan perilekakuan sebagaimana yang diperlukan oleh hukum. Menurut Hurt, inti dari suatu sistem aturan terletak pada kesatuan antara aturan utama dan hukum-anturan sekunder (prymary and secondary rules). Aturan-aturan utama ialah ketentuan informal tentang keharusan yang bermaksud untuk memenuhi keperluan pergaulan hidup. Oleh alasannya itu diperlukan aturan-hukum sekunder yang terdiri dari:

  1. Rules of recognition adalah hukum yang menjelaskan apa yang dimaksudkan dengan aturan utama dan dimana perlu menyusun hukum-aturan tadi secara hirarkis berdasarkan urutan kepentingannya.
  2. Rules of change yakni aturan yang mensahkan adanya aturab-aturan utama yang gres
  3. Rules of adjudication adalah aturan yang menawarkan hak-hak kepada orang perseorangan untuk memilih apakah pada insiden tertentu sebuah hukum utama dilanggar.

Pendapat lain dikemukakan oleh antropolog L.Pospisil (1958), yang menyatakan bahwa dasar-dasar hukum yakni sebagai berikut:

  1. Hukum ialah sebuah langkah-langkah yang berfungsi sebagai fasilitas pengendalian sosial. Agar mampu dibedakan antara aturan dengan kaidah-kaidah yang lain, diketahui adanya empat tanda aturan atau attributes of law.
  2. Tanda yang pertama dinamakannya attribute of authority, ialah bahwa hukum merupakan keputusan dari pihak yang berkuasa dalam masyarakat, keputusan mana ditujukan untuk menanggulangi ketegangan yang terjadi di dalam masyarakat.
  3. Tanda yang kedua disebut attribute of intention of universal of application yang artinya adalah bahwa keputusan yang mempunyai daya jangkau panjang untuk masa mendatang.
  4. Attribute of obligation merupakan tanda keempat yang berarti bahwa keputusan penguasa harus terdiri dari keharusan pihak kesatu terhadap pihak kedua dan sebaliknya. Dalam hal ini semua pihak mesti masih di dalam kaidah hidup.
  5. e. Tanda keempat disebut sebagai attribute of sanction yang menentukan bahwa keputusan-keputusan dari pihak yang berkuasa mesti dikuatkan dengan hukuman yang didasarkan pada kekuasaan masyarakat yang faktual.

2. Lembaga-Lembaga Kemasyarakatan

  Sumber Hukum Dalam Arti Formal Yang Tertulis

Lembaga kemasyarakatan terdapat di dalam setiap penduduk , oleh sebab setiap penduduk tentunya mempunyai keperluan-kebutuhan pokok yang jika dikelompokkan, terhimpun menjadi forum-lembaga kemasyarakatan di dalam pelbagai bidang kehidupan.. Dan dapat diketahui bahwa suatu forum kemasyarakatan merupakan himpunan daripada kaidah-kaidah dari segala tingkatan yang berkisar pada suatu keperluan utama di dalam kehidupan masyarakat.

Fungsi dari lembaga kemasyarakatan itu sendiri, ialah:

  1. Untuk menawarkan aliran kepada para warga masyarakat, bagaimana mereka bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi persoalan-dilema masyarakat yang terutama dalam menyangkut keperluan-kebutuhan utama.
  2. Untuk mempertahankan keutuhan masyarakat yang bersangkutan.
  3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan system pengendalian sosial (sosial control).

Disamping itu terdapat tipe-tipe lembaga kemasyarakatan, yang antara lain:

  1. Dari sudut perkembangannya, Lembaga dengan sendirinya tumbuh dari budbahasa istiadat penduduk
  2. Dari sudut sistem nilai-nilai yang diterima penduduk , basic institutions dan subsidiary institution
  3. Dari sudut penerimaan penduduk , socially sanctioned institutions dan unsanctioned institutions
  4. Perbedaan antara general Institutions dan restricted Institution
  5. Dari fungsinya, terdapat pembedaan antara operative Institutions dan regulative institution

Tidaklah mudah untuk memilih relasi antara hukum dan lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya khususnya di dalam memilih korelasi timbal balik yang ada. Hal itu semuanya tergantung pada nilai-nilai penduduk dan pusat perhatian penguasa terhadap aneka macam forum kemasyarakatan yang ada, dan sedikit banyaknya ada dampak-efek pula dari fikiran-pikiran perihal keperluan-keperluan apa yang pada suatu saat merupakan kebutuhan pokok. Namun demikian sebaliknya Hukum dapat kuat kepada lembaga-lembaga kemasyarakatan, bila dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

  1. Sumber dari aturan tersebut mempunyai (authority) wewenang dan berwibawa (prestigefull)
  2. Hukum tadi terperinci dan sah secara yuridis, filosofis maupun sosiologis
  3. Penegak hukum mampu dijadikan acuan bagi faktor kepatuhan terhadap hukum
  4. Diperhatikannya aspek pengendapan aturan didalam jiwa para warga masyarakat
  5. Para penegak dan pelaksanaa aturan merasa dirinya terikat pada aturan yang diterapkannya dan membuktikannya didalam teladan-contoh perikelakuannya
  6. Sanksi-hukuman yang faktual maupun negative dapat mampu dipergunakan untuk menunjang pelaksanaan hukum
  7. Perlindungan yang efektif kepada mereka yang terkena oleh aturan – hukum aturan.

3. Kelompok-Kelompok Sosial dan Hukum

Menurut pendapat aristoteles bahwa insan itu yakni Zoon Politicon, dimana dalam hidupnya manusia senantiasa akan memerlukan orang lain dalam menyanggupi kebutuhan hidupnya, yang hal ini mampu dilihat dari interaksi antara sesama manusia. Reaksi seperti ini mengakibatkan keinginan untuk menjadi satu dengan masyarakat sekelilingnya (antar manusia) sehingga terjadi sosial groups.

  Contoh Makalah Hukum Perikatan Dalam Islam

Interakasi manusia berlaku timbal balik yang artinya saling mensugesti satu sama lain yang dengan demikian maka suatu kelompok sosial memiliki syarat-syarat selaku berikut:

  1. Setiap warga kalangan tersebut mesti sadar bahwa beliau ialah sebagian dari kelompok yang bersangkutan.
  2. Ada kekerabatan timbal balik antara warga negara yang satu dengan warga-warga yang lain.
  3. terdapat beberapa faktor yang dimiliki bareng oleh warga – warga kelompok itu, sehingga korelasi antara mereka bertambah dekat. Faktor yang tadi ialah nasib yang serupa, kepentingan yang sama, tujuan yang serupa, ideologi politik yang serupa, dan lain – lain.
  4. ada struktur.
  5. ada perangkat kaidah – kaidah.
  6. menghasilkan metode tertentu.

Mempelajari golongan-kalangan sosial merupakan hal yang penting bagi hukum, oleh alasannya adalah hukum merupakan abstraksi dibandingkan dengan interaksi-interaksi sosial yang dinamis tersebut lama kelaman alasannya pengalaman, menjadi nilai-nilai sosial yakni konsepsi-konsepsi absurd yang hidup di dalam alam anggapan bagian terbesar warga-warga masyarakat perihal apa yang dianggap baik dan tidak baik di dalam pergaulan hidup.

4. Lapisan Sosial, Kekuasaan dan Hukum

Dalam lapisan penduduk terdapat golongan atas (Upper Class) dan kalangan bawah (Lower Class), dijelaskan bahwa kalangan Upper Class jumlahnya lebih minim dibandingkan Lower Class, alasannya adalah Kalangan Upper Class terang – jelas memiliki kesanggupan yang lebih banyak dan dianggap suatu hal yang paling penting dalam kehidupan bermasyarakat.

Upper Class yang memiliki kesanggupan yang lebih tadi akan berwujud kepada kekuasaan yang tentunya dapat menentukan berjuta – juta kehihupan manusia. Dan baik bauruknya sebuah kekuasaan senantiasa diukur dari kegunaanya untuk mencapai suatu tujuan yang disadari oleh penduduk .

Kekuasaan mempunyai peranan yang sungguh penting sebab dapat menentukan nasib beuta-juta nasib insan. Baik buruknya kekuasaan tadi selalu mampu diukur dengan kegunaanya untuk meraih suat tujuan yang telah diputuskan atau disadari oleh penduduk terlebih dahulu. Kekuasaan bergantung dari relasi antara yang berkuasa dan yang dikuasai. Atau dengan kata lain, antara pihak yang memiliki kesanggupan untuk melancarkan efek dan pihak lan yang mendapatkan dampak itu dengan rela atau karna terpaksa.

Apabila kekuasaan dihubungkan denga hukum, maka paling sedkit dua hal yang menonjol, pertama para pembentuk, penegak maupun pelaksana aturan yakni para warga penduduk yang memiliki kedudkan yang mengandung unsure-bagian kekuasaan akan namun mereka tak dapat mempergunakan kekuasaannya dengan absolut karna ada pembatasan-pembatasan praktis dari penggunaan kekuasaan itu sendiri.

Yang kedua, karna sistem hukum antara lain membuat dan ialah hak dan keharusan beserta pelaksanaanya. Dalam hal ini ada hak warga penduduk ang tak mampu dijalankan karna yang tak mampu dilaksanakan karna ynag bersangkutan tidak memiliki kekuasaan untuk melaksanakannya dan sebaliknya adahak-hak yang dengan sendirinya didukung oleh kekuasaan tertentu.

Dapat dikatakan bahwa kekuasaan dan aturan memiliki relasi timbale bali disatu pihak aturan member batas kekuasaan, dan dilain pihak kekuasan merupakan sebuah jaminan berlakunya hukum. Peran hukum disini yakni untuk mempertahankan biar kekuasaan tadi tidak melakukan tindakan yang sewenang–wenangnya dimana ada batasan–batas-batas wacana perannanya yang maksudnya tidak lain untuk membuat keadilan.

Dan hal ini tidak menepis kemungkinan bahwa:
1. Semakin Tinggi kedudukan seseorang dalam stratafikasi, makin sedikit aturan yang mengaturnya.
2. Semakin rendah kedudukan seseorang dalam stratafikasi, semakin banyak aturan yang mengaturnya.

B. Dinamika Sosial

1. Hukum dan Interaksi Sosial

Didalam suatu interaksi sosial niscaya memilikki sebuah pengaruh negative maupun nyata, dengan adanya hal itu maka hukum sangatlah berperan penting dalam suatu interaksi sosial. Peran hukum itu sendiri ibarat kompas, yang menjadi petunjuk arah kemana manusia mesti melangkah atau berbuat sesuatu.

Jika manusia selaku makhluk sosial yang dituntut untuk melakukan hubungan dengan insan lain maka seorang insan yang terdiri dari individu maupun golongan perlu memperhatikan hukum yang berlaku di kawasan tempat tinggal mereka, sebab kehidupan makhluk sosial tidak lepas dari hukum yang seperti menjerat mereka untuk menuju sebuah jalan yang benar. Terealisasikannya aturan itu tergantung pada empat aspek, adalah :

  1. Hukum itu sendiri, Hukum memang sungguh diharuskan bersifat melindungi, sehingga penduduk akan merasa kondusif dimanapun mereka berada;
  2. Penegak Hukum, Penegak aturan mesti bersifat tegas, berani dan netral. Karena penegak aturan sungguh berperan penting dalam berjalannya sebuah system hukum;
  3. Fasilitas Pendukung, Fasilitas pendukung aturan dibagi menjadi dua bab adalah perangkat lunak dan perangkat keras. Perangkat lunaknya mirip peyuluhan ihwal hukum terhadap warga maupun penegak aturan. Sedangkan perangkat kerasnya seperti kendaraan bermotor, pistol,dll. Tanpa adanya kemudahan penunjang tersebut, tidak akan mungkin penegak aturan menyerasikan peranan yang semestinya dengan peranan yang faktual.
  4. Masyarakat, Warga atau masyarakat merupakan komponen terpenting didalam berjalannya hukum itu sendiri, sebab aturan dibentuk oleh penduduk itu sendiri dan ditaati oleh masyarakat itu sendiri, sehingga mau tak maumasayarakat harus taat pada aturan yang berlaku apabila tak ingin terkena hukuman dari hukum yang telah berlaku.

Untuk mempertahankan agar peraturan-peraturan aturan itu dapat berlangsung dan terus di terima oleh seluruh anggota penduduk maka peraturan-peraturan hukum yang ada harus sesuai dan tidak boleh berlawanan dengan asas-asas keadilan dari penduduk tersebut. Dengan demikian, eksekusi bermaksud menjamin adanya kepastian aturan dalam masyarakat dan hukum itu mesti berdasarkan pada keadilan.

  Teladan Tawaran Ihwal Tinjauan Yuridis KontrakJual Beli Lewat Internet (E-Commerce)

Adapun tujuan dari hukum dan interaksi sosial itu sendiri yaitu Untuk menjamin kelancaran keseimbangan dalam perhubungan antara anggota masyarakat. Peraturan-peraturan aturan yang bersifat menertibkan dan memaksa warga untuk patuh menaatinya, mengakibatkan terdapat keseimbangan dalam tiap  relasi antar anggota masyarakat. Setiap korelasi kemasyarakatan dilarang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan hukum yang ada dan berlaku dalam masyarakat.

Terjadinya sebuah interaksi sosial secara otomatis akan ikut menempel pula aturan yang hendak melakukan fungsinya sebagai pengendalian sosial. fungsi aturan dibedakan menjadi beberapa klasifikasi berdasarkan  proses sosial yakni :

  1. Fungsi Hukum Sebagai Pengatur jika dalam proses interaksi sosial tersebut dikerjakan dengan nurani (kodrati), organis (terorgisir) dan mekanis atau dikerjakan berdasarkan cita-cita hati.
  2. Fungsi Hukum Sebagai Pengawas jika terjadi reaksi ( perubahan sosial). Perubahan sosial yang menyebabkan hukum mengawasi yakni pergantian sosial terarah, maju, mengambang, dan mundur.
  3. Fungsi Hukum Sebagai Penyelesaian Masalah. Peranan hukum dalam menuntaskan masalah jika terjadi masalah sosial. Permasalahan sosial terbagi atas beberapa kategori yaitu, persoalan sosial sangat berat, amat berat, berat, dan tidak berat.(Nugraha: 2012)

Dengan demikian aturan berdampingan dengan masyarakat, alasannya adalah terjadinya suatu interaksi sosial hukum berperan sebagai pengatur masyarakat.

2. Hukum dan Kebudayaan

Hukum sungguh berkaitan akrab dengan kebudayaan. Hukum sendiri merupakan produk kebudayaan, sebab sejatinya produk hukum yakni produk ciptaan insan. Dalam studi aturan dikenal struktur aturan, substansi hukum, dan budaya hukum. Hukum diciptakan memiliki karakteristik yang berlainan-beda dari satu kawasan ke kawasan yang lain sesuai dengan kebudayaan lokal. Artinya, kebudayaan membentuk aturan. Menurut Prof. Satjipt, aturan itu bukanlah denah yang akhir, tetapi terus bergerak sesuai dengan dinamika dan pertumbuhan zaman umat manusia. Artinya, hukum akan terus berubah sesuai dengan pertumbuhan zaman dan dinamika insan ini terlahir dalam proses kebudayaan yang berlainan.

Kebudayaan yang terdapat dalam masyarakat terlibat dalam hal pembentukan aturan. Di Indonesia diketahui adanya masyarakat Hukum Adat yang jumlahnya sungguh banyak. Perkembangan kebudayaan dan hukum menciptakan suatu subjek hukum yang bernama Hukum Adat.  Dalam Pendidikan Tinggi hukum, terdapat mata kuliah yang kaitannya dengan Hukum, Masyarakat, dan Kebudayaan: Hukum Adat, Antropologi Hukum, Hukum dan Masyarakat, dan Sosiologi Hukum.  Mata kuliah-mata kuliah inilah ialah permulaan pengenalan mahasiswa hukum terhadap hubungan dari hukum dan kebudayaan.

Kita mengenal konsepsi hukum sebagai bentuk dari peraturan-peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang datang dalam masyarakat. Peraturan-peraturan ini mengandung norma dan nilai di dalamnya. Kebudayaan aturan juga bersumber dari kekuasaan karena  setiap sanksi yang dibentuk di dalam hukum tidak terlepas dari ikut campur peran penguasa. Prof. Sudikno Mertokusumo mengungkapkan bahwa hakikat kekuasaan tidak lain yaitu kemampuan seorang untuk memaksakan kehendaknya terhadap orang lain dan penegakan aturan dalam hal ada pelanggaran yakni monopoli penguasa.

Hukum yang lahir dari kebudayaan merupakan suatu proses aturan yang lahir dengan cara bottom-up (dari bawah keatas), dari akar rumput masyarakat, dari kaidah-kaidah iktikad, spiritual, dan kaidah sosial yang ada di penduduk menjadi suatu hukum yang berlaku. Hukum Adat juga demikian, ada alasannya budaya di masyarakat yang membangunnya. Bahwa Hukum Adat antara masyarakat Jawa, penduduk Minang, masyarakat Bugis yakni berbeda. Ini yaitu sebuah konsep pluralisme hukum (legal pluralism) dimana hukum hadir dalam bentuk kemajemukan kebudayaan.

S. Maronie

selaku bahan kuliah Sosiologi Hukum