Kehidupan sosial yang berasal dari budaya Tionghoa – Dayak 1967 – 99 tidak lepas dari banyak sekali faktor yang mengikat adanya budaya lokal masyarakat setempat. Hal ini menjelaskan banyak sekali hal terkait dinamika budaya penduduk yang tidak lekang pada faktor ekonomi.
Masing-masing masyarakat Tionghoa berawal dari migrasi di kawasan sebelumnya, di China baik itu selaku penambang, petani, pekerja, dan hebat aturan menjelaskan berbagai kegiatan sosial budaya mereka di penduduk hingga dikala ini.
Hal ini dikenali bahwa banyak sekali kegiatan ekonomi berawal dari masyarakat setempat, yang memiliki tugas serta di masyarakat secara lazim. Konflik sosial ekonomi diciptakan oleh segelintir orang dan di rumah tangga, khususnya banyak sekali peristiwa yang terjadi di Pontianak, berdasarkan hasil mata pencaharian yang menyimpang baik itu pengetahuan dan yang lain menerangkan hal ini.
Ekonomi politik dan seksualitas akan berasal dari dinamika budaya setempat, yang dibuat menurut agama, dan kehidupan sosial yang saling berinteraksi. Hal ini menjelaskan aneka macam hal dengan dinamika budaya yang melekat pada faktor kehidupan budaya, dan ekonomi di masyarakat hingga saat ini.
Ketika hal ini memiliki efek pada budaya setempat di Pontianak, akan berasal dari Tionghoa – Dayak contohnya, kemajuaan ekonomi menurut kehidupan sosial sehari – hari telah terjadi berdasarkan sistem ekonomi dilangsungkan di tempat bekerja.
Sementara, apa yang penting dalam menyaksikan aneka macam faktor politik akan sungguh berlawanan saat kebutuhan, rakayasa sosial, dan berbagai hal terkait problem sosial memang tampak pada kehidupan budaya mereka yang keras.
Pada tahun 2002 dalam hal ini ekonomi anjlok, dan krisis ekonomi terjadi maka politik ekonomi menjadi pilihan untuk membereskan kota dan diri mereka secara budaya dan agama khususnya di Pontianak, Kalimantan Barat, dan di Indonesia tentunya.
Menjadi refleksi dan aspek kehidupan sosial yang pantas diketahui dengan baik adanya pergantian sosial budaya, dan politik di penduduk menurut hasil peraih kelas sosial, dan kepentingan politik. Tidak mau kalah, dengan budaya yang lain maka diterangkan dengan baik adanya ketimpangan sosial, kompetisi kelas sosial, dan upah kerja terjadi di Pontianak – Jakarta.
Secara kolektif dan individual maka mereka berlomba – lomba urbansiasi ekonomi politik, dengan baiknya tidak selaku non insan atau binatang. Hal ini dijelaskan adanya pertentangan sosial, baik itu disengaja yang terjadi di penduduk , dan kalangan.