close

Rangkuman Mata Kuliah Kriminologi

KRIMINOLOGI

A. Definisi Kriminologi

Secara Etimologis, kriminologi ( criminology ) berasal dari kata crime ( kejahatan)  dan logos (ilmu). Dengan demikian, Kriminologi mempunyai arti  ilmu pengetahuan yang mempelajari perihal kejahatan. Adapun pemahaman Kriminologi menurut Para Ahli yaitu :

1. W.A Bonger

Kriminologi ialah ilmu wawasan yang bermaksud menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya.

2. E.H. Sutherland

Kriminologi yaitu keseluruhan ilmu pengetahuan yang bertalian dengan perbuatan kejahatan sebagai tanda-tanda sosial dan meliputi proses-proses tindakan aturan, pelanggaran hukum dan reaksi atas pelanggaran hukum.

3. Wood

Kriminologi adalah keseluruhan pengetahuan yang diperoleh berdasarkan teori atau pengalaman yang bertalian dengan tindakan jahat dan penjahat dan,termaksud di dalamnya reaksi dari penduduk kepada perbuatan jahat dan para penjahat.

4. Noach

Kriminologi adalah ilmu wawasan wacana tindakan jahat dan sikap tercela yang menyangkut orang-orang terlibat dalam perilaku jahat dan tindakan tercela itu.

5. Walter Reckless

Kriminologi yaitu pengertian ketertiban individu dalam tingkah laris delinkuen dan tingkah laris jahat dan pengertian bekerjanya metode peradilan pidana.

6. Mr. Paul Moedigdo

Kriminologi yakni ilmu wawasan dari aneka macam ilmu yang membahas kejahatan selaku masalah manusia. Berbagai ilmu disini memberikan kriminologi belum merupakan ilmu yang berdiri sendiri”.


B.Istilah-ungkapan ( Penamaan) Kriminologi

Belanda                 =

Perancis                 =

Inggris                   = Criminology

Jerman                   = Kriminologie

C.Tujuan Kriminologi

1. Memberi petunjuk bagaimana masyarakat mampu memberantas kejahatan dengan hasil yang baik dan lebih-lebih menghindarinya.

2. Mengantisipasi dan bereaksi terhadap semua kebijakan di lapangan aturan pidana, sehingga dengan demikian mampu dicegah kemungkinan timbulnya balasan-akibat yang merugikan, baik sisi si pelaku,korban, maupun masyarakat secara keseluruhan.

3. Mempelajari kejahatan,sehingga menjadi misi kriminologi yaitu :

a. Apa yang dirumuskan sebagai kejahatan dan fenomenanya yang terjadi di dalam kehidupan penduduk , kejahatan apa dan siapa penjahatnya ialah materi penelitian para kriminolog;

b. Apakah aspek-faktor yang menjadikan timbulnya atau dilakukannya kejahatan.

4. Menjabarkan identitas kriminalitas dan kausa kriminologisnya untuk dimanfaatkan bagi penyusunan rencana pembangunan social pada era pembangunan dewasa ini dan di abad mendatang.


D. Hubungan Kriminologi dengan Ilmu Pengetahuan Lainnya

Adapun ilmu bantu dalam Kriminologi meliputi:

a. Ilmu Filsafat

   Filsafat yang mempersoalkan hakekat manusia sebagai makhluk yang tidak sejajar dengan makhluk lain disebut ”Antropologi Filsafat”. Antropologi Filsafat yang menentukan manusia berlawanan dengan hewan. Karena itu,hewan tidak pernah akan bertindak jahat karena untuk memilih sesuatu yang jahat,mesti ada norma serta harus ada kesadaran. Hewan tidak bernorma dan tidak berkesadaran sehingga pasal-pasal KUHP tidak diberlakukan.

b. Sosiologi Kriminal

    Sosiolohi kriminal mempelajari aspek sosial yang menyebabkan timbulnya serta reaksi masyarakat dan akibat kejahatan .keadaan sosial dan ekonomi yang jelek menjadikan kejahatan. ilmu ini meningkat dalam kriminologi sehingga melahirkan madzab lingkungan yang dirintis oleh Perancis.

c. Antropologi Kriminal

Ilmu ini menginstrodusir alasannya-alasannya kejahatan alasannya adalah kelaian anatomis yang dibawah semenjak lahir. Dengan demikian penjahat yaitu salah satu jenis homosapieus yang mampu diputuskan secara anatomis ilmu ini meneliti alasannya-sebab kejahatan terletak pada tengkorak, tengkorak yang aneh melakukan perbuatan jahat dan melahirkan madzab autropologi.

d.  Psychologi Kriminal

Ilmu ini meneliti alasannya kejahatan terletak pada penyimpanan kejiwaan, meneliti hubungan susila,penyakit (jiwa) dengan bentuk kejahatan, serta suasana Psikologis yang mensugesti tindakan jahat juga meneliti aspek psikis dari para oknum yang terlibat dalam persidangan (jaksa,hakim,panitera,terdakwa).

e. Paenologi

Paenologi membahas timbulnya dan pertumbuhan hukum, arti hukuman serta manfaat eksekusi.

f. Neuro Pathologi Kriminal

Ilmu ini meneliti penyimpangan syaraf terhadap timbulnya kejahatan. Ahli yang bergerak dibidang ini berpendapat ketidak beresan susunan urat syaraf mendorong seseorang untuk berbuat jahat.

E.  Ruang Lingkup Kriminologi

Pemahaman perihal ruang lingkup khususnya perihal luasnya problem yang menjadi sasaran perhatian kriminologi mampu bertolak dari beberapa definisi serta perumusan tentang bidang cakupan kriminologi yang diketengahkan oleh sejumlah kriminolog yang diakui mempunyai pengaruh besar kepada bidang pengetahuan ilmiah ini.

Menurut Walter C. Reckless dalam bukunya The Crime Problem mengemukakan 10 ruang lingkup atau kawasan yang merupakan bidang kerja kriminologi;

1. Kriminologi mempelajari bagaimanakah kejahatan dilaporkan pada badan-tubuh resmi dan bagaiman pulakah langkah-langkah yang dilaksanakan menyikapi laporan itu;

2. Kriminologi mempelajari kemajuan dan pergantian aturan pidana dalam relevansinya dengan ekonomi, politik, serta jawaban masyarakatnya;

3. Kriminologi membahas secara khusus kondisi penjahat ,membandingkan dengan yang bukan penjahat mengenai : sex, ras, kebangsaan, kedudukan ekonomi, kondisi kekeluargaan, pekerjaan atau jabatan dan kedudukan, keadaan kejiwaan, phisik, kesehatan jasmani,rohani dan sebagainya;

4. Kriminologi mempelajari tempat-kawasan atau kawasan-kawasan dihubungkan dengan jumlah kejahatan dalam kawasan atau wilayah yang dimaksud dan bahkan diteliti pula bentuk spesifik dari kejahatan yang terjadi misalnya penyelundupan di kawasan pelabuhan atau korupsi di lingkungan pejabat;

5. Kriminologi berupaya memperlihatkan klarifikasi mengenai factor-faktor penyebab kejahatan untuk menuangkannya dalam bentuk anutan dan teori;

6. Kriminologi mempelajari jenis kejahatan yang dimanifestasikan secara istimewa dan menunjukkan kelainan daripada yang sering berlaku, organized crime, white-collar crime yang berupa bentuk-bentuk kejahatan modern, tergolong pembajakan pesawat, pencucian uang dan pembobolan ATM;

7. Kriminologi mempelajari hal-hal yng sungguh akrab hubungannya dengan kejahatan, contohnya alkoholisme, narkoba, pelacuran, perjudian, Vagrancy  atau gelandangan dan pengemis;

8. Kriminologi mempelajari apakah peraturan perundang-undangannya beserta penegak hukumnya telah efektif;

9. Kriminologi mempelajari kemanfaatan forum-lembaga yang dipakai untuk menangkap, menahan, dan menghukum;

  Kehidupan Seksualitas, Kesehatan Covid 19 Masyarakat Tionghoa Di Kalimantan Barat 2020 - 21

10. Kriminologi mempelajari setiap usaha untuk mencegah kejahatan.


F.  Perkembangan Kriminologi

1.      Pra Kriminologi

  Kriminologi sebagaimana ilmu yang lain baru lahir pada abad XIX dimulai pada tahun 1830 adalah Adolpen dari kota Quetelet Perancis sebagai pelopornya jdi bersama-sama dengan dimulainya sosiologi, namun kalau diurut ke belakang sebagaimana kebanyakan wawasan dan ilmu lainnya telah dimulai pada Jaman Kuno meski kajiannya tidak mampu atau hampir tidak dapat dikatakan selaku kriminologi.

  Plato (427-347 SM) filsuf jaman Yunani dalam bukunya Republik mengatakan bahwa emas, merupakan sumber dari banyak kejahatan. Makin tinggi kekayaan dalam pandangan manusia kian merosot penghargaan terhadap kesusilaan.

  Aritoteles (384-322 SM) murid Plato dalam bukunya Politiek mengemukakan pendapatnya ihwal korelasi antara kejahatan dengan penduduk , bahwa kemiskinan menyebabkan kejahatan dan pemberontakan.

2. Kriminologi

Pada masa XIX sosiologi criminal ( kriminologi) timbul akhir dari berkembangnya sosiologi dan statistic criminal. Sehingga studi perihal tindak pidana dan pelaku pidana pidana telah mulai sungguh-sungguh dipelajari.

3. Perkembangan Kriminologi pada Era Global

     Era global yang dimulai sekitar tahun 1970 sering dinamakan globalisasi mengandung makna yang dalam dan terjadi pada segala faktor kehidupan, contohnya ekonomi, social budaya,politik, ilmu pengetahuan, dan teknologi, dan sebagainya, sebagai efek kemajuan teknologi transportasi, komunikasi dan informatika modern yang hebat. Globalisasi yang ditandai oleh isu menuntut nilai-nilai dan norma baru dalam kehidupan nasional dan antar bangsa.

    Kriminologi selaku suatu ilmu pada abad global memperluas cakrawala keilmuan dengan mengkaji banyak sekali kejahaatan modern yang menuntut penanggukangannya secara modern pula. Ketentuan aturan yang tepat dan berlaku serta penegakan aturan atas terjadinya kejahatan menjadi sorotan pula sebagai  materi kajian kriminologi.

     Penjelasan kriminologi kala globalisasi membutuhkan pendekatan baru yang berbeda dengan pendekatan di era lampau; kemajuan kejahatan money laundering, terorisme,insider trading ( kejahatan ekonomi oleh orang dalam ), penyuapan kepada pejabat publik asing oleh pihak swasta, kejahatan lingkungan dan global, dan masih banyak lagi jenis kejahatan gres pada kurun XXI, mustahil lagi dapat dianalisis dari segi pendekatan teori klasik maupun liberal. Penjelasan jenis kejahatan gres tersebut hanya dapat dilakukan dengan pendekatan sosiologi ekonomi makro yang mengakui bahwa kejahatan tipe baru terkait dengan perkembangan ekonomi global.                   

G.  Aliran Kriminologi

1. Kriminologi Klasik

 Aliran ini mendasarkan pada persepsi bahwa intelegensi dan rasionalitas merupakan cirri fundamental manusia dan menjadi dasar bagi klarifikasi perilaku insan, baik yang bersifat individual maupun kelompok.

Kunci perkembangan berdasarkan anutan ini ialah kesanggupan kecerdasan atau akal yang dapat ditingkatkan melalui latihan dan pendidikan, sehingga manusia bisa mengatur dirinya sendiri bak selaku individu maupun selaku sebuah penduduk .Di dalam kerangka fatwa ini, biasanyakejahatan dan penjahat dilihat semata-mata dari batas-batas undang-undang.

2.  Aliran Neo Klasik

   Aliran Neo Klasik bertolak dari persepsi yang serupa dengan Aliran Klasik, sehingga tidak menyimpang dari konsepsi umum perihal manusia yang berlaku pada waktu itu di Eropa,bahwa manusia bebas untuk memilih untuk berbuat kejahatan maupun berbuat baik, menghasilkan pengecualian tertentu, ialah :

1. Anak di bawah umur 7 tahun tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada kejahatan karena belum mampu mengartikan pemahaman perbedaan yang benar dengan yang salah;

2. Penyakit mental tertentu dapat melemahkan tanggung jawab.

Aliran Neo Klasik tidak mengekui kriminologi sebagai ilmu, meskipun demikian, pemikiran ini berjasa di bidang kriminologi, pertama; pengecualian mereka kepada prinsip bebas bertidak, tergolong salah satu alasannya adalah meskipun cara pandang pemikiran ini tidak menurut ilmu,ke dua; banyak di antara undang-undang pidana dan kebijakan modern didasarkan pada prinsip yang klasik modern.

Ciri-ciri Aliran Neo Klasik adalah:

1. Adanya dokrin kehendak bebas;

2. Pengakuan dari sahnya kondisi yang memperlunak;

3. Perubahan dokrin tanggung jawab sempurnah untuk memungkinkan pelunakan hukuman menjadi tanggung jawab sebagian saja;

4. Dimasukkannya kesaksian dan atau informasi jago dalam program peradilan untuk menentukan besarnya tanggung jawab.

3. Aliran Positivisme

 Aliran ini menghasilkan 2 pandangan yang berbeda ialah

1. Determinis biologic ialah organisasi social berkembang selaku   hasil individu dan perilakunnya dimengerti dan diterima sebagai pencermanan umum dari warisan biologic.

2.Determinis cultural menilai bahwa perlaku insan dalam segala aspeknya senantiasa berhubungan dan merefleksikan ciri-ciri dunia sosio cultural yang melengkapinya.

 Positivis menolak klarifikasi yang berorietasi pada nilai, dan mengarahkan pada faktor  yang mampu diukur dari pokok persoalannya dalam perjuangan mencari sebab-akibat.

  Tugas kriminologi yakni  menganalisis sebab-sebab sikap kejahatan lewat  studi lmiah  kepada ciri-ciri penjahat  dari aspek fisik, social,dan cultural. Aliran ini dipelopori oleh Cesare Lombrosa(1835-1909) yang dikenal dengan biologi criminal yang menyebutkan bahwa factor penyebab kejahatan ialah factor alami dan sebagian alasannya adalah efek lingkungan.

4. Aliran Kritis

–  Aliran ini mengatakan bahwa tingkat kejahatan dan ciri-ciri pelaku khususnya diputuskan ole bagaimana undang-undang disusun dan di lakukan.

–  Tugas kriminologi kritis yakni menganalis proses-proses bagaimana cap jahat tersebut diterapkan kepada tindakan dan orang-orang tertentu.

–  Pendekatan kritis ini dibedakan menjadi pendekatan interaksionis dan pertentangan.

–  Pedekatan interaksionis menentukan mengapa tindakan dan orang tertentu didefisinikan selaku criminal di masyarakat tertentu dengan cara mempelajari pandangan  makna kejahatan yang dimiliki penduduk yang bersangkuutan.

– Pendekatan kriminologi konflik menyampaikan bahwa orang berlawanan sebab memilki perbedaan kekuasaan dalam mempengaruhi perbuatannya dan bekerjanya hokum dan mengasumsikan bahwa manusia ialah makhluk yang terlibat kelompok kumpulannya.

  Tinjauan Umum Ihwal Aturan Pidana

5. Aliran Social Defence ( Pembelaan Masyarakat )

Aliran ini mengatakan bahwa telah terjadi pergeseran nilai-nilai dalam perkembangan studi kriminologi. Pergeseran nilai-nilai diawali dari studi kriminologi yang menitik beratkan pada faktor akhlak dan nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat abstrak, dilanjutkan pada pandangan terhadap pentingnya unsurnya individu dan peranan factor kepribadian serta lingkungan dalam membentuk seseorang selaku manusia penjahat, dan kesannya terjadi perubahan ihwal sikap dan pandangan yang kurang menghargai penemuan-inovasi ilmiah dan menggantikannya dengan pandangan yang lebih bersifat praktis pragmatis dalam menghadapi penjahat. Meskipun demikian, anutan social defence tetap masih menghargai nilai-nilai adab pada kehidupan bermasyarakat dalam arti bahwa perlakuan kepada kejahatan tidak lagi selaku obyek fasilitas peradilan pidana namun diperlakukan selaku manusia dengan integritas kemanusiaannya.

H. Teori-Teori Kriminologi

1. Teori Asosiasi Diferensial ( Differential Association Theory )

Dalam teori ini diterangkan bahwa contoh-teladan delinquency dan kejahatan dipelajari dengan cara yang sama mirip setiap jabatan atau akupasi, terutama melalui jalan imitation atau peniruan dan association atau pergaulan dengan yang lain. Berarti kejahatan yang dijalankan seseorang adalah hasil peniruan terhadap tindakan kejahatan yang ada dalam penduduk dan ini terus berjalan.

2. Teori Tegang atau Teori Anomi ( Strain Theory )

Teori ini menjelaskan bahwa di bawah keadaan social tertentu, norma-norma sosial tradisional dan berbagai peraturan, kehilangan otoritasnya atas perilaku. Dilandasi masa tertekan besar yang melanda Eropa tahun 1930 sehingga terjadi perubahan besar dalam struktur masyarakat, misalnya tradisi yang sudah kehilangan dan sudah terjadi a condition of deregulation di dalam penduduk . Keadaan demikianlah yang dinamakan ‘’anomi’’ atau keadaan ( masyarakat) tanpa norma, artinya hancurnya keteraturan social selaku akhir dari hilangnya tolok ukur-persyaratan dan nilai-nilai.

3. Teori Kontrol Sosial ( Social Control Theory )

Penjelasan dalam teori ini menyatakan bahwa individu dimasyarakat memiliki kecenderungan yang serupa kemungkinannya menjadi baik atau menjadi jahat. Berperilaku baik ataupun berperilaku jahatnya seseorang, sepenuhnya bergantung pada masyarakat lingkungannya. Ia menjadi baik jikalau saja masyarakatnya membuatnya demikian, dan menjadi jahat apabila masyarakatnya menjadikannya demikian.

4. Teori Sub-Budaya ( Sub-Culture Theory )

Teori ini menerangkan bahwa terjadinya kenaikan sikap delinquent di tempat kumuh menggambarkan bahwa putus asa pada anak kelas bawah dan menegaskan selaku perjuangan antar kelas, hal itu terjadi saat anak-anak kelas bawah secara tekun berjuang memiliki symbol material untuk kemakmuran.

Sub-budaya dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bentuk, yaitu :

1. Criminal Subculture; bentuk-bentuk perilaku gang yang ditujukan untuk kepentingan pemenuhan uang atau harta benda;

2. Conflik subculture; bentuk gang yang berusaha mencari status dengan memakai kekerasan;

3. Retreatist subculture; bentuk gang dengan ciri-ciri penarikan diri dari tujuan dan peranan konvensional dan kemudian mencari pelarian dengan menyalahgunakan narkotika atau sejenisnya.

5. Teori – teori Sendiri ( The Self-Theories )

Teori ini menjalaskan bahwa teori-teori sendiri tentang kriminalitas menitikberatkan pada interprestasi atau penafsiran individu yang bersangkutan. L. Edward Wells (1978) berspekulasi bahwa sikap yakni suatu usaha oleh seorang individu untuk mengkonstruksi, menguji nengesahkan dan menyatakan apa perihal dirinya. L Edward wells memandang banyak bentuk kesusahan emosional dan penyimpangan perilaku selaku sesuatu yang timbul dari ketidaklayakan yang dihipotesiskan semoga terjadi di antara bayangan sendiri dan pelbagai seruan  atau cita-cita pribadi mirip aspirasi dan harapan-impian. Perilaku dan bayangan sendiri berkaitan paling sedikit dalam 2 (dua) cara ;

1. Perilaku dapat berupa lisan desain diri snediri. Oleh sebab itu kalau seseorang mempunyai opini rendah perihal dirinya umumnya direfleksikan atau dicerminkan ke dalam susunan luas sikap negative termasuk juga frustasi ke dalamnya contohnya penyalahgunaan alcohol dan kriminalitas;

2. Perilaku dapat juga mendukung atau menahan self consept atau konsep diri sendiri.

6.      Teori Psikoanalisis ( Psycho-Analitic )

Sigmund Freud selaku penemu psikoanalisis beropini bahwa kriminalitas mungkin hasil dari an overactive conscience yang menciptakan perasaan bersalah yang berlebih. Sigmund Freud menyebut bahwa mereka yang mengalami perasaan bersalah yang tak tertahankan akan melakukan kejahatan dengan tujuan semoga ditangkap dan dihukum. Begitu mereka dieksekusi maka perasaan bersalah mereka akan mereda. Seseorang melaksanakan sikap yang terlarang alasannya hati nurani, atau superego-nya begitu lemah atau tidak sempurnah sehingga ego-nya ( yang berperan sebagai suatu penegah antara superego dan id ) tidak bisa mengontrol dorongan-dorongan id ( bab dari kepribadian yang mengandung keinginan dan dorongan yang kuat untuk dipuaskan dan dipenuhi).

7.      Teknik-teknik Netralisasi atau Teori Netralisasi ( The Techneques of Netralization)

Teori ini menerangkan bahwa aktivitas menusia selalu dikendalikan oleh pikirannya,di sini mencerminkan adanya suatu pertimbangan bahwa pada umumnya orang dalam berbuat sesuatu dikendalikan oleh pikirannya yang baik. Di masyarakat selalu terdapat persamaan pendapat tentang hal-hal yang bagus dalam kehidupan penduduk , dan menggunakan jalan pantas untuk meraih hal tersebut.

8.      Teori Pembelajaran Sosial ( Social Learning Theory )

Sosial Learning Theory  berinduk pada psikhologi, dengan tokohnya; Petrovich Pavlov, John B. waston, B.F. Skinner, belakangan Albert Bandura ( selaku tokoh utamanya) yang mengembangkan teori pembelajaran social ini dikaitkan dengan juvenile delinquency.

Teori ini menjelaskan bahwa sikap seseorang dipengaruhi oleh pengalaman belajar, pengalaman kemasyarakatan dibarengi nilai-nilai dan pengharapannya dalam hidup bermasyarakat.

9.  Teori Kesempatan ( Opportunity Theory )

Teori ini menjelaskan bahwa terdapat kekerabatan yang berpengaruh antara lingkungan kehidupan, struktur ekonomi dan pilihan pelaku yang mereka perbuat selanjutnya.

  Bagaimana Pertentangan Seksualitas, Dan Ideologi Pancasila Revolusi Mental, Masa Presiden Joko Widodo ?

Richard A. Cloward dan Lloyd E. Ohlin dalam bukunya Delinquency and Opportunity berpendapat bahwa munculnya kejahatan dan bentuk-bentuk perilakunya bergantung pada kesempatan, baik potensi patuh norma maupun peluang penyimpangan norma.

10.  Teori Rangsangan Patologis ( Pathological Stimulation Seeking )

Teori ini menjelaskan bahwa;

1. Kriminal dilaksanakan dengan metode urat syaraf yang hiporeaktif dan otak yang kurang member respon, kondisi demikian tidak terjadi dalm vacuum melainkn berinteraksi dengan lingkungan daerah tinggal tertentu di mana individu hidup dalam pergaulannya;

2. Anak-anak pra delinquent condong membiasakan diri kepada eksekusi yang diterimanya dan rangsangan ini dengan mudah memperbesar frustrasi dikalangan orang renta;

3. Interaksi orang berhadapan dengan keadaanmeliputi hipotesis;

a. Respon parental yang negative dan tidak konsisten terhadap perilaku mencari stimulasi atau rangsangan si anak merupakan daya etiologis dalam perkembangan kecenderungan-kecenderungan kriminalitas selanjutnya;

b. Abnormalitas psikis si anak akan menyulitkan baginya mengantisipaso konsekuensi yang menyakitkan atas tindakannya.

11.  Teori Interaksionis ( Interactionist Theory )

Teori ini mempelajari proses interaksi soasial dan konsekuensinya kepada penduduk . Teori ini menerangkan suatu sikap sosial bermakna menerangkan meaning (makna) sikap tertentu yang dilaksanakan dengan cara tertentu pula, baik yang bertalian dengan orang yang melakukan tindakan itu maupun bagi mereka yang melihat tindakan itu. Dengan demikian maka pokok  dilema itu, bagaimana menerangkan dengan sebaik mungkin perilaku sosial insan.

12.   Teori Pilihan Rasional ( Rational Choice Theory )

Teori ini menerangkan bahwa;

1. Teori pilihan rasioanal menitikberatkan pada pemanfaatan yang diantisipasi mengenai taat pada hukum bertentangan dengan sikap melanggar hukum.

2.Akibat pidana yang dialami seseorang ialah fungsi, opsi-pilihan pribadi serta keputusan-keputusan yang dibentuk relative oleh pelaku tindak kriminal bagi peluang-kesempatan yang ada padanya.

3. Teori pilihan rasional dengan demikian berpendapat bahwa individu menimbang dari berbagai kemungkinan , kemudian menentukan pemecahan yang optimal yang mampu dijalankan;

4. Terdaoat kompleksitas dalam proses pengambilan keputusan oleh manusia yang memberikan bahwa keputusan-keputusan yang diambil kadang kala tidak rasional dan bersifat non ekonomis serta bersifat subyektif;

5. Meningkatnya pendapatan atau potensi yang lebih meluas mesti menyusut, tidak saja sebagai insentif bagi ilegalitas dan perilaku menyimpang, melainkan pula bagi perilaku criminal yang bergotong-royong mirip pada berbagai contoh kejahatan konvensional, menurut perspektif pilihan rasional.

6. Teori pilihan rasional member klarifikasi yang berguna dalam mempelajari kriminalitas

7. Teori opsi rasional kurang mampu mempertanggungjawabkan perihal sikap criminal untuk waktu yang relatife usang.

13.   Teori – teori Perspektif Baru

 Teori ini menjelaskan bahwa kejahatan secara tradisional alasannya menyaksikan pada sifta-sifat pelaku atau terhadap social. Teori ini tidak cuma mempertanyaakan penjelasan tradisional ihwal pengerjaan dan penegakkan hukum pidana, tetapi juga mempersalahkan aturan itu dalam menciptakan penjahat-penjahat, dan teori ini juga mempertanyakan ihwal siapa yang membuat aturan-hukum itu dan mengapa.

14.  Teori Pemberian Nama ( Labeling Theory )

Teori ini menerangkan bahwa karena utama kejahatan dapat dijumpai dalam tunjangan label oleh penduduk untuk mengidentifikasi anggota-anggota tertentu pada masyarakatnya. Berdasarkan perspektif teori ini, pelanggar aturan tidak mampu dibedakan dari mereka yang tidak melanggar aturan, terkecuali bagi adanya tunjangan label kepada mereka yang ditentukan demikian. Oleh karena itu, kriminal dipandang oleh teoritisi perlindungan nama sebagai korban lingkungannya dan kebiasaan sumbangan nama oleh penduduk konvensional.

15.   Teori-teori Konflik (Conflik Theories)

Konsep dari teori ini yaitu power ( kekuasaan ). Struggle ( pertarungan ) untuk kekuasaan merupakan sebuah citra dasar eksitensi insan. Dalam arti pertarungan kekuasaan itulah bahwa banyak sekali kelompok kepentingan berupaya menertibkan perbuatan dan penegakan hukum. Untuk memahami pendekatan teori konflik ini, perlu secara singkat memandang bahwa kejahatan dan peradilan pidana sebagai sesuatu yang lahir dari communal consensus ( consensus penduduk ).

16.  Teori Pemberian Malu Reintegratif atau Teori Pembangkit Rasa Malu (  Reintregrative Shaming Theory)

Konsep-rancangan dasar dari teori ini ialah ;

1. Interdependency atau saling ketergantungan bersifat individual,meliputi keikutsertaan warga penduduk dalam sebuah jaringan social dimana di dalamnya mereka merasa bergantung pada warga masyarakat lain untuk meraih tujuan simpulan dan warga penduduk yang lainpun bergantung padanya.

2. Communitarianism, bersifat kemasyarakatan, artinya di dalam penduduk yang demikian warga terikat kuat dalam suatu hubungan saling ketergantungan yang dicirikan adanya perasaan saling mempercayai dan saling menolong.

3.Shaming ( rasa aib ) adalah semua proses social tentang pernyataan sikap pencelaan yang mengekibatkan timbulnya penyesalan paling dalam bagi seseorang yang di permalukan atau pencelaan oleh pihak lain yang telah menyadari hal itu.

4.Stigmatization atau Stigmatisasi ialah wujud dari disintegrative shaming atau pinjaman malu yang disintegrative, yakni menstigmatisasi dan menghapus, jadi menciptakan sebuah class of outcast (kelas orang-orang terusir/terbuang).

5. Reintegrative atau mengintegrasikan.

17.   Krimonologi Kritis ( Radicai ( Critical) Criminology )

Ian Tailor, Paul Walton, dan Jack Young-kriminolog Marxis dari Inggris menyatakan bahwa kelas bawah ( kekuatan buruh dari masyarakat industri) yang dikontrol lewat aturan pidana dan para penegaknya, sementara pemilik buruh-buruh itu hanya terikat oleh hukum perdata yang mengontrol kompetisi antar mereka. Institusi ekonomi kemudian merupakan sumber dari konflik , pertandingan antar kelas senantiasa bekerjasama dengan distribusi sumber daya kekuasaan, dan hanya jika kapitalisme dimusnahkan maka kejahatan akan hilang.

Daftar Isi

Kriminologi dan Hukum Pidana Oleh Prof.Dr.Drs.Abintoro Prakosos,S.H.,M.S.Penerbit: Laksbang Grafika, 2013.