Ketika mengetahui budaya, akan lekat dengan mata pencaharian mereka diberbagai wilayah, seperti di perkotaan lebih kepada jual beli, dan konsumsi, sedangkan masyarakat pesisir akan lekat dengan aspek kehidupan Nelayan, kawasan pesisir.
Ketika dipetakan dalam sekitar wilayah yang ada di Pontianak, akan tampak dengan nelayan sui. Kakap, dalam hal ini acara sosial di masyarakat berada pada keadaan budaya sosial di penduduk yang ada pada kehidupan sosial yang terjadi dengan adanya kegiatan masyarakatnya.
Maka, dari itu aneka macam hal terkait kegiatan sosial, budaya akan berada pada pergeseran penduduk menurut kawasan tinggal. Pola konsumsi penduduk terhadap ekbutuhan ekonomi menjadi awal dari terbentuknya sistem ekonomi yang ada dengan aneka macam keperluan di penduduk .
Sementara, hal ini penting dalam mengerti tingkat konsumsi, sebuah pengalaman yang menawan saat untuk pertama kali pergi di kawasan pesisir dengan organsiasi keagamaan, dikala itu di Katedral Pontianak. Hendak dipahami bahwa berbagai hal terkait aktivitas aku saat berada di Pontianak.
Itu untuk pertama kali, suatu aktivitas berlangsung dengan pengenalan sahabat – sahabat yang ada di sini dikala ini. Maka, aneka macam hal terkait dengan sosial budaya masyarakat pesisir yang lebih banyak didominasi ada Tionghoa dan Melayu ( Islam ), dalam hal ini ikan menjadi sumber daya pangan di penduduk , mampu ditemui di daerah itu.
Apa saja yang menawan dari kawasan tersebut? saat menyaksikan luasnya bahari itu maka di tengah kota terdapat klenteng, Maka, berbagai hal terkait aktivitas keagaamaan berada disitu tepatnya dengan adanya masyarakat beragama Konghucu.
Dari hal tersebut dengan hal yang berada problem kelas sosial maka, akan lekat dengan aktivitas sosial budaya di penduduk yang menempel pada kebudayaan lokal. Begitu juga dengan adanya masalah sosial yang berada pada kondisi masyarakat sosial, dengan kelas sosial yang rendah – menegah.
Permainan politik ekonomi perkotaan di Pontianak, tidak jauh berbeda dari kepentingan ekonomi seksualitas, sampah di penduduk yang berada pada problem masyarakat Tionghoa, seperti itu. Hal ini tidak sehingga tidak memiliki budaya aib pada orang bau tanah mereka utamanya Batak Sihombing – Budha (Tionghoa) di Pontianak.
Hingga karakteristik dan kelakuannya di masyarakat yang akan diketahui, dengan kualitas manusia yang rendah, serta moralitas dan etika. Maka, dimengerti dengan baik bagaimana mora urbanisasi ekonomi politik perkotaan berlangsung dengan adanya status dan wawasan yang bobrok di tata cara sosial budaya yang diciptakan di Pontianak, baik itu disengaja atau tidak ialah hasil kejelekan orang disni (Batak – Tionghoa).