Puisi Saya, Karya Chairil Anwar Yang Populer (1922-1949)

Puisi Aku – Tahukah kalian bahwa Chairil Anwar yakni seorang sastrawan kenamaan Indonesia yg namanya sudah kadang-kadang disebut. Karya-karyanya banyak dikutip & dipentaskan ulang oleh para seniman lain hingga sekarang.

Bahkan karyanya pula banyak dicantumkan dlm buku teks pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah-sekolah & yg paling populer yakni puisi Aku.


Biografi Singkat Chairil Anwar

Biografi Singkat Chairil Anwar

Lahir di Medan pada 26 Juli 1922, Chairil Anwar merupakan salah satu pelopor Angkatan ’45 sekaligus puisi modern Indonesia. Karya puisinya yg diketahui berjumlah lebih kurang ada sejumlah 70 karya dr 96 karya sastra yg telah dituliskan.

Dilahirkan & dibesarkan di Medan, Chairil Anwar berkenalan dgn dunia sastra setelah kepindahannya ke Batavia dgn sang ibu ketika usianya menginjak 19 tahun. Puisi pertamanya dipublikasikan 2 tahun setelah kepindahannya, yaitu pada 1942. Tema yg sering diusung dlm tulisan-tulisannya yakni dilema pemberontakan, ajal, individualisme, eksistenalisme, hingga multi-interpretasi.

Chairil sudah mempunyai tekat untuk menjadi seorang seniman sejak ia berusia 15 tahun & putus sekolah pada usia 18 tahun. Meskipun demikian, selain Bahasa Indonesia, dikenali ia menguasai tiga bahasa asing yakni Inggris, Belanda, & Jerman.

Waktunya banyak dihabiskan untuk membaca karya para pengarang kenamaan dunia pada masa itu, seperti Rainer Maria Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, Hendrik Marsman, J. Slaurhoff, serta Edgar du Perron. Nama-nama besar tersebut turut mensugesti gaya penulisan Chairil yg dengan-cara tak pribadi pula mensugesti arah perkembangan kesusastraan Indonesia.

Chairil Anwar meninggal pada usia yg masih muda, 26 tahun, tepatnya pada 28 April 1949 di Jakarta. Hari kematiannya ini senantiasa diperingati selaku Hari Chairil Anwar oleh pengagumnya hingga kini.


Mendalami Puisi Aku Karya Chairil Anwar

DOA

Hampir semua penduduk Indonesia yg mengenyam pendidikan setidaknya hingga kursi Sekolah Menengah Pertama pasti pernah mendengar atau membaca puisi Aku. Puisi ini ditulis oleh Chairil Anwar pada 1943 & pertama kali dibacakan di Pusat Kebudayaan Jakarta bulan Juli pada tahun yg sama.

  Puisi Ihwal Ibu Hamil Yang Penuh Berkah

Puisi Aku pernah dicetak di Pemandangan dgn judulnya diubah menjadi Semangat untuk menghindari sensor dr Pemerintahan Jepang yg waktu itu menduduki Indonesia. Selain judul, ada serpihan dlm puisi pula diubah karena alasan yg sama. Pilihan kata Chairil Anwar dinilai radikal & riskan terkena sensor sehingga perlu diganti dgn kata yg lebih lunak. Bagian tersebut yakni Ku mau tak seorang kan merayu diubah menjadi Ku tahu tak seorang kan merayu, kata mau diganti dgn tahu.

Berikut ini ialah puisi Aku karya Chairil Anwar:

Baca Juga: Puisi Tentang Alam


<

blockquote>

Aku

Kalau hingga waktuku

‘Ku  mau tak seorang ‘kan merayu

Tidak pula kau

                Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang

Dari kumpulan yg terbuang

                Biar peluru menembus kulitku

                Aku tetap meradang menerjang

Luka & mampu kubawa berlari

Berlari

                Hingga hilang pedih peri

Dan gue akan lebih tak peduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi!

Baca Juga: Contoh Syair


1. Parafrase

Parafrase yaitu penyampaian puisi dlm bahasa yg sama dgn gaya goresan pena yg berbeda tanpa mengganti makna yg ada. Berikut yaitu parafrase puisi Aku ke dlm bentuk prosa:

Suatu ketika gue niscaya harus pergi. tatkala saatnya gue untuk pergi itu tiba, gue tidak mau ada yg merayuku untuk tetap tinggal. Meskipun itu kamu yg merayu, gue akan tetap pergi.

Aku tak membutuhkan tangisan & air mata darimu untuk mengirim kepergianku, jadi jangan menangis.

Menurut rezim dikala ini, gue ini merupakan binatang jalang. Aku menentang segala aturan & belenggu yg dipaksakan pada rakyat untuk dikenakan. Oleh alasannya adalah itu gue ini ialah penggalan dr kumpulan kaum yg terbuang, dikucilkan. Karyaku tak dianggap lantaran gue enggan tunduk pada harapan penguasa.

Meskipun hujan peluru menyambut, gue akan tak akan pernah mengalah & berhenti berjuang lewat tulisanku. Aku akan tetap berlari menerjang dgn kobaran semangat yg terus meradang.

Walau tubuhku sarat luka & racun serta mampu, gue akan terus berlari. Meski gue harus mati, gue tak akan menghentikan lariku.

Sampai gue tak bisa merasakan apa pun lagi. Hilang sudah semua pedih & perih yg kurasa.

Aku tak peduli dgn semua yg sedang terjadi, tak peduli dgn bagaimana orang lain menatap & menilaiku. Meski tubuhku sudah tak ada lagi di dunia ini, namun namaku akan tetap hidup hingga seribu tahun lagi. Karyaku akan terus diingat & dikenal melebihi zamanku.

Puisi Aku menggambarkan ihwal keyakinan & semangat Chairil Anwar dlm melahirkan karya-karya tulisannya. Ia dikenal vokal & sering melanggar aturan yg sudah dibuat. Diketahui bahwa tulisannya sering mendapat penolakan lantaran penyeleksian bahasa yg digunakannya bertentangan dgn penguasa pada masa itu. Namun, ia tak goyah dgn keyakinannya & tetap menulis sesuai dgn keyakinannya.

Dan ia meyakini bahwa masa di mana orang akan menerima karya tulisannya akan tiba. Dan kesempatannya untuk terus hidup (diingat) pun sudah terbukti. Dengan namanya masuk dlm jajaran sastrawan kenamaan yg menjinjing masuk puisi terbaru ke Indonesia. Ia tak membutuhkan waktu hingga seribu tahun untuk hal itu mampu terjadi.


2. Rima & Irama

Dalam puisi Aku, Chairil Anwar mempertimbangkan tentang rima & irama yg akan dihasilkan. Hal tersebut dapat dilihat terang dlm keseluruhan tubuh puisi. Misalnya pada bait pertama yg seluruhnya mempunyai sajak akhiran yg sama. Kemudian pada bagian bait yg paling populer ‘Aku ini binatang jalang; Dari kumpulan yg terbuang’, mempunyai akhiran dengau (ng) makin membuktikan bahwa pemilihan setiap kata memikirkan bagaimana nanti puisi ini akan dilafalkan.

Selain itu, digunakan pula kata-kata yg mempunyai struktur yg ibarat, ‘pedih & peri’, sama-sama berawalan pe dan memiliki vokal i. Puisi ini pula ditulis dgn menggunakan aliterasi (pengulangan bunyi konsonan) pada ‘Luka & bisa kubawa berlari,’ yakni penggunaan konsonan b pada mampu, bawa, dan berlari.


3. Ciri Khas Tulisan Chairil Anwar

Puisi-puisi karya Chairil Anwar mempunyai ciri khas yg terdapat pada nyaris semua tulisannya. Ciri tersebut ialah penghilangan suara pada kata-kata yg sudah diketahui luas & orang tak akan salah menafsirkan maksudnya. Misalnya dlm puisi gue ini, terjadi pemenggalan pada kata saya & akan menetralisir bunyi ‘a’ sehingga menjadi ‘Ku dan ‘kan.

Pemenggalan kata ini dipelopori oleh Chairil Anwar pada masa itu, & kini banyak sastrawan yg mengikuti jejaknya menghilangkan suara pada kata-kata yg sudah umum.

Baca Juga: Puisi Senja


4. Pesan dlm Puisi Aku

Karya sastra, termasuk puisi, yaitu karya yg mampu melintasi masa. Artinya tak cuma untuk masa dibuatnya saja, namun pula untuk masa-masa yg mendatang. Sebagai pencerita dr kondisi suatu masa pada generasi penerus.

Puisi Aku ditulis pada masa penjajahan Jepang. Isinya merepresentasikan mengenai keinginan untuk berjuang & menolak penjajahan. Menolak aturan-aturan yg dibentuk untuk mengekang rakyat Indonesia. Banyak karyanya yg ditolak oleh penerbit yg menganggap tulisannya tak merefleksikan visi Jepang untuk Asia Timur Raya.

Melalui Aku, Chairil Anwar seolah ingin memperlihatkan bahwa dirinya rela untuk menjadi berlawanan & dipandang bersalah (saya ini binatang jalang; Dari kumpulan yg terbuang), tak peduli pada konsekuensi yg nantinya mesti ditanggung (Biar peluru menembus kulitku; Aku tetap meradang menerjang; Luka & mampu kubawa berlari; Berlari; Hingga hilang pedih peri). Memberikan pesan untuk terus berjuang melawan penjajah walaupun mesti dibayar nyawa.

Dan lewat puisi ini, Chairil Anwar pula menyampaikan keyakinannya. Bahwa akan tiba saatnya nanti bahwa karyanya tak akan lagi dipandang salah.

Usia singkat Chairil Anwar dlm dunia kesusastraan Indonesia tak lantas menciptakan dirinya kecil. Justru dlm waktu sesingkat itu, ia berhasil mempelopori pertumbuhan puisi terbaru di Indonesia. Puisi-puisi yg ditulis pada masa itu cenderung mempunyai isi pemberontakan kepada penjajahan & keinginan-impian untuk menjadi rakyat yg bebas dr suatu negara yg merdeka.


Demikian halnya dgn puisi Aku, yg seluruhnya menyiratkan akan keengganan untuk tunduk pada aturan penjajah. Meski harus menjadi orang buangan, dgn karyanya yg sering ditolak, namun tak ada kata mengalah. Ancaman eksekusi hingga nyawa menjadi taruhan pun tak dipersoalkan.

Puisi Aku