Aku suka ombak. Bersama hamparan lautnya. Juga pada semilir anginnya. Yang berhembus menenteng aroma air laut.
Aku suka ombak. Maka kutulis dalam puisi tentang ombak. Meski tak seindah para pujangga. Tak sebaik para penyair.
Puisi Ombak Laut Rindu
Puisi Ombak Kehidupan
Puisi Ombak Pantai
Puisi Ombak Cinta
Puisi Ombak Di Pantai
Puisi Ombak Menghempas Di Atas Batu
Debur Ombak Yang Mengucapkan Rindu
Memecah Di Tepi Pantai, Angin Berhembus Lembah Lembut
Seringkali dikala hati resah, aku datang ke pantai. Menyaksikan ombak dan deburannya.
Ketika nyanyian ombak terdengar, resahku karenanya mulai menyusut. Seperti pasir yang meluruh satu persatu dari atas watu.
Pada kesannya segalanya kembali cerah. Hati kembali tenang. Keresahan itu telah jatuh dan dibawa oleh lautan.
Begitulah Tuhan memperlihatkan karunia. Indahnya alam ini supaya manusia senang. Bersyukur terhadap-Nya untuk ombak dan deburannya, lautan dan gelombangnya, angin dan semilirnya.
Dengan bersyukur kepada-Nya, akan ditambahkan lezat hidup ini. Sehingga segala kerisauan berubah dengan ketenangan.
Kecemasan berubah dengan ketenangan. Dan kekhawatiran berganti dengan kedamaian.
Inilah puisi ombak yang ditulis seraya merasakan deburannya.
Daftar Isi
Ombak Laut Rindu
Setiap kali kaki melangkah
Mendekati pasir di pantai indah,
Setiap kali telinga mendengar,
Suara ombak yang berdebur,
Maka perlahan-lahan
Merayap dalam hati
Kerinduan yang menggebu-gebu
Bagaikan gerimis jatuh di hamparan waktu.
Rinduku ini membuncah
Bagaikan ombak yang pecah
Di atas watu, beliau menghempas
Lalu pulang ke lautan.
Ombak Kehidupan
Resahku belum usai
Saat gerimis turun renyai.
Dengan gontai saya berjalan,
Kaki melangkah entah kemana.
Diterjang ombak kehidupan
Lemahku jatuh terkulai.
Ingin rasanya mirip karang
Yang menyambut gelombang.
Membiarkan ombak menyentuh
Dan pecah di pelukannya.
Ombak Pantai
Kulepaskan pandanganku
Jauh ke luasnya lautan.
Gelombang datang
Bergulung-gulung.
Lalu dikala hingga di pantai
Ia menjadi ombak yang pecah.
Suaranya begitu indah
Merdu mengisi qolbu.
Oh ombak
Tak pernah letik engkau menari
Memesona orang-orang di pantai
Mengiringi perahu dan sampan.
Ombak Cinta
Kapankah kita punya waktu?
Kembali lagi ke pantai itu.
Pantai indah berpasir jernih
Tempat ombak memecah sunyi.
Di sana
Ingin lagi kukatakan cinta
Kepadamu yang kukasihi
Dengan sepenuh hati.
Tahukah kamu
Cintaku padamu laksana ombak
Tak pernah berhenti tiba bertubi-tubi
Hanya kepadamu satu
Seorang kekasih dalam qolbu.
Maka marilah
Kita mencari waktu
Kembali ke pantai indah itu.
Biar ombak cintaku berdebur lagi
Seperti dahulu.
Ombak Di Tepi Pantai
Puisi Ombak Menghempas Di Atas Batu
Duduk sendiri di tepi pantai
Bergemuruh kudengar bunyi lautan
Datang dengan bergelombang
Menjadi ombak pemecah kesunyian.
Ombak menghempas di atas batu
Memercikan air ke udara
Surut pulang ke lautan
Tak usang lalu kembali datang.
Betapa setiap ombak lautan
Selalu kembali ke bebatuan
Menumpahkan suara alam
Terdengar di jiwa sarat kelembutan.
Debur Ombak Yang Mengucapkan Rindu
Debur ombak di pantai
Pecah di atas watu karang
Memercik sampai ke wajah
Menyentuh dengan tangan lembap.
Ombak sudah mengabarkan
Sebuah rindu dari kejauhan
Untukku yang sepi
Menunggu dalam kesunyian.
Kutunggu engkau di sini
Wahai pujaan hati
Di setiap senjakala
Kupuisikan namamu dengan indah.
Kusapukan lenganku
Pada bibir pantai yang merindu
Mungkin saja kamu di sana
Merasakan kehadiranku
Yang juga disergap rindu.
Ombak bisa menjadi lambang banyak hal. Bisa melambangkan kerinduan, ujian, keberanian, usaha, dan lain sebagainya.
Kadang-kadang ombakpun menyertai pantai untuk mengisahkan ihwal perpisahan. Puisi di bawah ini juga masih puisi ombak dan cinta.
Hanya saja akan ada kesepian, karena di dalamnya menceritakan wacana perpisahan.
Di Pelabuhan, Cinta Kita Berpisah
Telah mekar kembang cinta
Di taman-taman sarat kerinduan.
Menjadi harapan di dalam jiwa
Moga saja menjadi kenyataan.
Kunanti-nanti kurun terbaik
Kutunggu-tunggu dalam tanya
Kapankah waktunya untuk bersama?
Ah entah mengapa
Jalan hidup tak sesuai planning
Aku berharap, kamu beri kecewa
Aku meminta, kamu menolak
Aku memberi, kamu melupakannya.
Kini sampailah sudah
Mungkin inilah saatnya berpisah
Usah dikenang ingatan usang
Biarlah dia menjadi sekedar cerita.
Cintaku sudah pudar
Bagai pudarnya ketika senja
Hatiku sudah berlayar
Seperti berlayarnya kapal di pelabuhan.
Senja Di Pelabuhan Berhujan
Jika senja telah datang
Kusebarkan resahku
Pada ombak di bibir pantai.
Kucoba melupakanmu
Yang pergi lama sekali
Tak ada kabar
Kapan kembali
Hari ini aku menangis
Sebab telah kuputuskan
Untuk melewatkan semuanya
Di senja di pelabuhan yang berhujan.
Aku dan Pantai
Aku mengasihi pantai. Kerapkali mengunjunginya. Seperti surya yang menyambangi hari di dunia.
Aku menggemari pantai alasannya beliau menggambarkan persahabatan. Bahwa jikalau engkau yakni lautan biarlah saya menjadi ombaknya.
Jika kau adalah ombak, biarkan aku yang menjadi deburannya. Dan jikalau saya adalah angin, biarkan saya yang menjadi arahnya.
Begitulah hatiku dalam persahabatan. Ia mencintai sahabatnya sebagaimana ombak mencintai pantai.
Tak jua ingin terpisah.
Ombak cuma hilang seandainya lautan mulai mengering. Maka begitulah diriku, persahabatan ini cuma akhir jikalau raga telah terpisah.
Namun jiwanya tetap menyatu. Tak terganggu oleh perpisahan raga.
Kau Semestaku
Aku hanya sebuah kata
Dalam puisi-puisi indahmu.
Aku hanya suatu ombak
Dari gulungan gelombangmu.
Aku cuma satu bintang
Di antara bintang-bintangmu.
Tapi bagiku,
Engkau adalah semestaku.