close

Prinsip-Prinsip Budbahasa Bisnis Islami

Bahasan berikut ini yaitu uraian lanjutan dari acuan makalah budbahasa bisnis dalam perspektif islam pada sub judul: prinsip-prinsip etika bisnis islami

1. Kesatuan (unity)
Kesatuan yang dimaksud terefleksikan pada desain tauhid yang memadukan keseluruhan aspek faktor kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh. Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar persepsi ini pula maka akhlak dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk sebuah persamaan yang sungguh penting dalam tata cara Islam (Naqvi, 1993: 50-51).

2. Keseimbangan (keadilan)

Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil, tak terkecuali pada pihak yang tidak digemari. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Maidah:8. Keseimbangan atau keadilan menggambarkan dimensi horizontal aliran Islam yang berafiliasi dengan keseluruhan harmoni pada alam semesta. Hukum dan tatanan yang kita lihat pada alam semesta mencerminkan keseimbangan yang serasi. (Beekun, 1997: 23.) Dengan demikian keseimbangan, kebersamaan, kemoderatan merupakan prinsip etis mendasar yang mesti dipraktekkan dalam aktivitas maupun entitas bisnis.

3. Kehendak Bebas

Kebebasan ialah bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak adanya batas-batas pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya. Sampai pada tingakat tertentu, manusia dianugerahi kehendak bebas untuk memberi isyarat dan membimbing kehidupannya sendiri selaku khalifah di mukabumi (QS. Al-Baqarah, 2:30). Berdasarkan prinsip hasratbebas ini, manusia memiliki kebebasan untuk membuat sebuah perjanjian tergolong menepati komitmen atau mengingkarinya. Tentu saja seorang muslim yang percaya kepada hasratAllah akan memuliakan semua kesepakatan yang dibuatnya. (Beekun,1997: 24).

  Bagaimana Apbd Dikatakan Defisit?

4. Pertanggungjawaban

Kebebasan tanpa batas ialah suatu hal tidak mungkin, lantaran tidak menuntut tanggung jawab. Menurut Al-Ghozali, rancangan adil meliputi hal bukan cuma equilibrium tapi juga keadilan dan pemerataan. Untuk menyanggupi tuntutan keadilan dan kesatuan, insan perlu mempertanggung jawabkan tindakannya. Allah menekankan desain tanggung jawab tabiat langkah-langkah insan, (QS. 4:123-124).) Menurut Sayyid Qutub prinsip pertanggungjawaban Islam ialah pertanggungjawaban yang seimbang dalam segala bentuk dan ruang lingkupnya. Antara jiwa dan raga, antara person dan keluarga, individu dan sosial antara suatu masyarakat dengan penduduk lainnya. (Beekun, 1997: 103)

5. Kebenaran: Kebajikan dan Kejujuran

Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran musuh dari kesalahan, mengandung pula dua bagian yakni kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, perilaku dan sikap benar yang meliputi proses kesepakatan (transaksi) proses mencari atau menemukan komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau memutuskan laba. Adapun kebajikan ialah perilaku ihsan,yang ialah tindakan yang dapat memberi keuntungan kepada orang lain (Beekun, 1997: 28). Dalam al-Qur’an prinsip kebenaran yang mengandung kebajikan dan kejujuran mampu diambil dari penegasan keharusan menunaikan atau memenuhi perjanjian atau transaksi bisnis. Termasuk ke dalam kebajikan dalam bisnis yaitu perilaku kesukarelaandan keramahtamahan. Kesukarelaan dalam pemahaman, sikap suka-rela antara kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi, kolaborasi atau persetujuanbisnis. Hal ini ditekankan untuk membuat dan menjaga keharmonisan kekerabatan serta cinta menyayangi antar kawan bisnis. Adapun kejujuran yaitu sikap jujur dalam semua proses bisnis yang dikerjakan tanpa adanya penipuan sedikitpun. Sikap ini dalam khazanah Islam dapat dimaknai dengan amanah. Dengan prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat mempertahankan dan berlaku preventif kepada kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan transaksi, kerjasama atau perjanjian dalam bisnis. Dari sikap kebenaran, kebajikan dan kejujuran demikian maka suatu bisnis secara otomatis akan melahirkan persaudaraan, dan kemitraan yang saling menguntungkan, tanpa adanya kerugian dan penyesalan.