Sukarno dikala diasingkan di Bengkulu pada 1939 |
Pertengahan Februari 1942, Belanda terdesak oleh Jepang. Belanda ingin menenteng Sukarno yang diasingkan di Bengkulu ke Australia dengan kapal yang disiapkan di Padang. Dikirimlah delegasi menjemput Sukarno di Bengkulu.
Untuk mengakses Padang, mereka menempuh jalur darat dari Bengkulu. Melewati kampung hingga rimba raya agar tidak diketahui Jepang. Namun, Belanda mendapat info Jepang telah menguasai Padang. Sehingga Sukarno dan keluarga tidak jadi dibawa sebab pejabat dan serdadu Belanda menyelamatkan diri masing-masing.
Mestika Zed, sejarawan Universitas Negeri Padang menyampaikan, Belanda tergesa-gesa membawa Sukarno ke Padang biar tidak jatuh ke tangan Jepang. “Belanda cemas, jikalau nantinya Sukarno dimanfaatkan Jepang untuk tujuan propaganda anti-Belanda,” ujar Mestika. Kegagalan Belanda menjinjing Sukarno ke Australia, membuat Sukarno terdampar di Padang selama lima bulan.
Dalam Sejarah Perjuangan Kemerdekaan 1945-1949 di Kota Padang dan Sekitar karya Mestika Zed, Emizal Amri dan Edmihardi, diterangkan sesampainya di Padang, Sukarno bersama Inggit, awalnya menginap di rumah Egon Hakim. Kemudian mereka pindah ke rumah kawan lama orang Manado, Waworuntu.
Keberadaan Sukarno segera dimengerti jasus Jepang. Dikirimlah beberapa orang untuk menemui Sukarno, salah satunya, Kapten Sakaguci, perwira Sendenbu (Departemen Propaganda) Jepang.
Sukarno melihat kehadiran Jepang dielu-elukan oleh rakyat. Di jalanan rakyat meneriakan “Merdeka, Banzaai, Hidup Jepang.” Sukarno mencicipi euforia rakyat menyambut Saudara Tua yang akan membebaskan Saudara Muda.
Mestika menyertakan, saat berjalan-jalan di sepanjang jalan kota, Sukarno juga menyaksikan dengan mata telanjang banyak orang-orang yang terlantar, lemah, dan tidak mampu sumbangan secara wajar. “Sebagai penganjur keleluasaan yang baru saja bebas dari penjara Belanda, Sukarno kembali memulai acara pergerakan yang telah usang ditinggalkan,” tukasnya.
Sukarno dengan Fatmawati dan kelima anaknya |
Sukarno paham akan impian rakyat, tapi dia juga tahu di saat-waktu kekejaman prajurit Jepang tidak terhindarkan. Di kota paling besar pantai barat Sumatera ini, Sukarno memilih jalan melakukan pekerjaan sama dengan Jepang. Dia berperan dalam mendirikan Komite Rakyat, organisasi penjaga ketertiban dan keamanan yang direstui Jepang. Kemudian juga didirikan Badan Keamanan Rakyat versi Jepang.
Sukarno juga memberikan penyelesaian untuk memenuhi kebutuhan seksual tentara Jepang dengan menyerahkan 120 pekerja seks komersial. Kepada tokoh adat dan agama, Sukarno menyampaikan bahwa maksudnya “semata-mata sebagai langkah-langkah darurat, demi menjaga para gadis kita, saya berencana mempergunakan para pelacur di tempat ini. Dengan cara ini, orang-orang gila mampu memuaskan keinginannya dan sebaiknya para gadis tidak diusik.” Perempuan yang dipaksa melayani serdadu Jepang disebut ianfu.
Selain menyokong Jepang, Sukarno juga pernah meminta terhadap Kapten Sakaguci untuk membatalkan perintah penurunan bendera merah putih. Kendati ditolak, dia kian dipandang Jepang sebagai perwakilan rakyat. Dia kian hadir di tengah tokoh pergerakan lainnya di Sumatera Barat.
Tiga hari berselang, Sakaguci menemuinya, menyampaikan pesan Komando Balatentara Dai Nippon Sumatera yang berkedudukan di Bukittinggi. Dalam perjalanan ke Bukittinggi, kecintaan rakyat Sumatera Barat kepada Sukarno kian menabal. Di setiap stasiun pemberhentian kereta api, ia disambut kolam satria.
Sukarno disambut oleh Kolonel Fujiyama, komandan Gerakan F-Kikan, intelijen yang menyelusup ke Sumatera sebelum kejatuhan Belanda. Dalam dialog yang berlangsung dua jam itu, Fujiyama memberikan kepada Sukarno semoga bersedia melakukan pekerjaan sama dengan Jepang.
“Di bawah tekanan psikologis yang berat, Sukarno terpaksa menerima usulan Jepang itu. Suatu sikap yang dipegangnya sampai kembali ke Jakarta via kapal Jepang dari Teluk Bayur ke Tanjung Priok,” ujarnya.
Pulang ke Jakarta, Sukarno menjinjing buah tangan dan yang penting yaitu ide ketuhanan untuk sila pertama Pancasila dari Syekh Abdullah Abbas di Padang Japang, Kabupaten 50 Kota.
Pada 9 Juli 1942, Sukarno berlabuh di Tanjung Priok disambut Mohammad Hatta dan beberapa tokoh lainnya. Pasca Sukarno balik ke Jawa, Komite Rakyat yang didirikannya selaku upaya mempersatukan kaum pergerakan tak berumur panjang. Jepang membubarkannya, alasannya adalah mencium ada anyir pergerakan bawah tanah. Sumber: http://historia.id/terbaru/lima-bulan-sukarno-di-padang