Politik Aturan Kala Orde Baru

Masa Orde gres dibagi atas dua kala :

  1. Masa Permulaan Orde Baru (1966-1971)
  2. Masa Orde Baru (1971-1998)

1. Masa Permulaan Orde Baru (1966-1971)

Disebutkan era permulaan Orba, karena pada abad tersebut kekuasaan pemerintahan belum sepenuhnya berada di tangan Orba yang dipimpin oleh Jendral Soeharto. Kekuatan-kekuatan usang yang tidak terlibat G30S/PKI masih diikut sertakan dalam pemerintahan, terutama partai-partaipolitik yang masih mempunyai wakil yang cukup signifikan di DPR GR mirip NU dan PNI Osa-Usep. Dengan demikian segala kebijakan pemerintahan Orba akan menerima legitamis lewat DPR GR dan juga MPRS, sehingga kesan konstitusional dalam semua kebijakan akan menguat di masyarakat.

Pada kurun permulaan Orba, penguasa mendapat pinjaman yang luas dari masyarakat Indonesia utamanya yang anti komunis, organisasi politik yang tidak mendapat daerah pada abad Demokrasi Terpimpin, organisasi kemasyarakatan yang anti komunis, mahasiswa, dll. Semuanya mengharapkan Orba memperbaiki kehidupan ekonomi, sosial-budaya, politik, dan aturan yang terpurukmasa Demokrasi Terpimpin.

Hakikat Orba (sesuai dengan buku penataran P4) adalah :

  1. Orba adalah tatanan kehidupan negara dan bangsa yang diletakkan kembali pada pelaksanaan kemurnian pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
  2. Orba ingin mewujudkan impian kemerdekaan, penduduk adil dan sejahtera berdaasarkan pancasila;
  3. Orba ingin menegakkan kehidupan bernegara dan kemasyarakatan yang konstitusional, demokratis dan berdasarkan aturan;
  4. Orba ialah Orde Konstitusional dan Orde Pembangunan,

Format Politik

Ciri khas sistem politik yang muncul pada era ini ialah tampilnya Soeharto sebagai penguasa Orba dengan perlindungan utama dari ABRI yang mendapat pertolongan dari partai-partai politik. Kunci dari format baru ini yakni dwifungsi ABRI di dalam tata cara politik.

Konfigurasi Politik

Peranan partai-partai poltik tidak berarti lagi dalam membendung kekuatan riel dari ABRI, sebagian besar dari anggota-anggota parpol di dewan perwakilan rakyat-GR sudah ialah penunjang Orba, sebab mereka yang dianggap masih mendukung Demokrasi Terpimpin telah direcall dari dewan perwakilan rakyat-GR berdasarkan hak recall yang diberikan kepada parpol dan golkar. Karena itu konfigurasi politik pada awal Orba dapat dibilang sebagai konfigurasi politik yang non demokratis.

Dengan derma kuat di DPR GR dan MPRS maka dapat diketahui bahwa Supersemar 1966 dengan gampang dapat dijadikan Ketetapan MPRS No. IX/MPRS 1966, dan pencabutan kekuasaan pemerintahan dari Soekarno dan pengangkatan Jendral Soeharto menjadi Pejabat Presiden melalui TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 ditempuh dengan suara bulat si MPRS, dan pengangkatan Soeharto sebagai Presiden melalui TAP MPRS No. XLIV/MPRS/1968 begitu mulus prosesnya.

Jumlah anggota parpol yang besar di DPR-GR, tidak menjadi hambatan bagi Soeharto dalam membentuk undang-undang. Politik hukum Orba ialah membentuk peraturan perundang-seruan yang ialah dasar aturan kekuasannya dan pembangunan ekonomi yang dijanjikannya yang dirancang melalui sebuah Repelita dalam kerangka Pembangunan Jangka Panjang 25 tahun ke depan.

  Pembangunan Di Hentikan Termasuk Kalimantan

Pembangunan yang dijalankan itu bertumpu pada trilogi pembangunan adalah :

  1. Pemerataan pembangunan dan hasil-akhirnya yang menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
  2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi
  3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

Dari trilogi pembangunan tersebut mampu disimak bahwa untuk berhasilnya pembangunan maka dibutuhkan stabilitas pemerintahan dan politik. Maka dapat dibayangkan bahwa untuk pembangunan itu dibutuhkan pemerintahan yang represif dan sewenang-wenang, sehingga hak-hak rakyat akan terus dibatasi seperti pada abad demokrasi terpimpin, dan hakikat Orba hanyal semboyan politik saja.

Politik Hukum

Politik aturan pada abad awal Orba yakni membentuk aturan yang menguatkan kekuasaan Orba sehingga hukum yang dihasilkan itu akan menjauhkan tata hukum dari realitas penduduk . Politik aturan juga ditujukan untuk meniadakan dan mengelimir efek dari Demokrasi Terpimpin, dengan mencabut, mengubah atau mengubah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh rezim sebelumnya. Tetapi ada juga politik hukum yang ditempuh dengan menjaga kekuasaan atau yang mampu dijadikan alat untuk meredam perlawanan-perlawanan dari kekuatan politik yang tidak sejalan dengan kebijakan Orba.

Poltik hukum penguasa pada permulaan Orba untuk memperkuat dan menjaga dan memperluas kekuasannya lewat ketetapan MPR.

Pada masa permulaan Orba, lewat Keputusan Presiden tanggal 1 November 1965 mengangkat soeharto selaku Panglima “Operasi Pemulihan keamanaan dan Ketertiban” (KOPKAMTIB) dengan tuga menangani pemulihan keselamatan dan ketertiban akhir kejadian G 30 S. pada perkembangan berikutnya fungsi Kopkamtib ini meluas dan menjadi alat pemerintah Orba dalam melaksanakan kontrol politik untuk mempertahankan dan memantapkan kekuasaanya.

Di bidang penegakan hukum, poltik aturan pemerintah ialah menghalangi campur tangan pemerintah secara eksklusif dalam proses peradilan, namun tetap menguasai pengadilan melalui campur tangan dalam organisasi (kepegawaian) manajemen dan keuangan semua lingkungan peradilan lewat UU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.

2. Masa Orde Baru (1971-1998)

Politik Hukum pada abad permulaan rezim Orba, memantapkan rezim Orba melangkah ke kurun Orba yang sesungguhnya dengan kekuasaan yang diktatorial setelah kemenangan gemilang Orba tahun 1971 melalui mesin politiknya Golkar.

Pemilu yang diselenggarakan tahun 1971 dimenangkan oleh Golkar sebagai mesin politik Orba secara mutlak di DPR, DPRD dan juga di MPR. Ditambah pengangkatan anggota-anggota dewan perwakilan rakyat dan MPR, maka kekuatan Orbamenjadi mayoritas mutlak. Sehingga politik pada kala Orba untuk mempertahankan kekuasaannya dan melakukan pembangunan ekonomi lewat GBHN tidak menemui kendala yang bermakna. Kondisi ini terus berlanjut melalui pemilu-pemilu berikutnya adalah : pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, 1992 hingga selesai Orba 21 Mei 1998.

  Karakteristik Sosial Budaya, Orang Batak Dan Tionghoa

Format Politik

Rezim Orba ini menyebabkan pemerintah menjadi autokrasi, yang tidak lagi mengenal pertanggungjawaban dalam arti bantu-membantu alasannya adalah semua lembaga pengawasan mulai dari DPR, BPK, Kejaksaan sudah berada di bawah pengaruhnya. Kalaupun ada pertanggungjawabannya itu hanyalah semu.

Pemerintah yang autokrasi ini lalu bermetamorfosis “pemerintah yang totaliter” setelah diterapkan “asas tunggal pancasila” bagi semua parpol dan ormas pada tahun 1985. Totaliterisme itu menurut Notohamidjojo biasanya dibarengi oleh satu ideologi yang menguntungkan negara. Pemerintah turut campur dalam kehidupan manusia dalam penduduk dan kebudayaan. Rakyat diambangkan dalam politik artinya parpol dihentikan sampai ke desa.

Menurut J.W. Schoorl rezim Orba disebut sebagai ”oligarki pembangunan”, dimana konsentrasi kekuasaan di tangan pemerintah dipandang sebagai syarat perstuan dan penyatuan negara dan demi kecepatan pembangunan. Pengawasan sepenuhunya berada di tangan militer atau rezim sipil yang didukung oleh elit yang baik organisasinya dan besar jumlahnya. Parlemen tidak memiliki kekuasaan lagi, fungsinya cuma untuk memberi persetujuan, tidak ada kawasan bagi oposisi. Kekuasaan yudikatif tidak bebas lagi.kekuasaan juga dipakai untuk melumpuhkan rakyat. Peranan parpol dalam tata cara politik yang dibangun Soeharto kian mengecil dan selalu meminta restu penguasa Orba dalam menentukan pimpinannya utamanya Ketua Umumnya.

Format Politik Orba menurut Mukthie Fajar memiliki ciri-ciri :

  1. Sangat dominannya posisi Presiden Soeharto yang memerinah terus menerus selama 30 tahun dan menjadi figur sentral dalam pengendalian kehidupan politik Indonesia.
  2. Lembaga-lembaga negara memang telah ditata sesuadi dengan format UUD 194r5, tetapi fungsi dan peranannya belum optimal sebab sungguh dominannya administrator;
  3. Penataan terhadap infra strukutr politik dijalankan, dengan menyerdahanakan parpol menjadi tiga saja dengan tidak dimungkinkan atau ditolerir partai baru, dianutnya asas tunggal pancasila, serta peranan pengendalian oleh pemerintah lewat konsep training yang dalam praktek mejurus ke campur tangan;
  4. Sangat dominannya peranan politik ABRI melalui rancangan dwifungsi, baik dalam kehidupan pemerintah maupun dalam kehidupan politik masyarakat;
  5. Penjinakan radikalisme dalam politik lewat proses depolitisasi massa, contohnya konsep floating massa, rancangan kampus, pembesaran Golkar selaku perpanjangan tangan ABRI dan birokrasi, sebaliknya pengecilan parpol sehingga tercipta suatu metode kepartaian yang hegemonik. Selaian itu kehidupan pers sungguh dikendalikan lewat konsep “pers bebas dan bertanggungjawab” yang dalam praktiknya condong banyak tanggungjawabnya.

Konfigurasi Politik

  Konsep Demokrasi

Komposisi di parlemen meunjukkan bahwa dominasi Orba di dewan perwakilan rakyat sangat mutlak selaku hasil pemilu yang direkayasa dan pengangkatan. Dari komposisi keanggotaan di dewan perwakilan rakyat berdaasarkan hasil pemilu dan pengangkatan di atas maka konfigurasi politik di parlemen yaitu non demokratis.

Konfigurasi politik di direktur pada periode Orba boleh dibilang non demokratis dan mengarah terhadap despotis dan nepotis dalam penunjukan pembantu-pembantu presiden. Despotisme dan nepotisme ialah warna dari bentuk pemerintahan yang oligarki.

Politik Hukum

Politik hukum pada periode Orba sungguh unik dan menawan untuk diamati, disebut unik dan menarik sebab ada dua macam kebijakan dalam politik hukumnya yang biasanya tidak sejalan. Politik aturan pertama yakni menciptakan aturan untuk menjaga dan mengonsentrasikan kekuasaan di tangan Soeharto, dengan cara melemahkan fungsi legislatif dengan Golkar selaku alatnya demi terciptanya kestabilan di eksekutif tanpa adanya gangguan dari oposisi. Dan yang kedua yakni menciptakan aturan sebagai landasan dalam kebijakan ekonomi yang liberal. Hal tersebut bantu-membantu jarang dipakai dala sebuah sistem yang autoriter, yang sering dipakai ialah tata cara monopoli oleh pemerintah, dan kurang menunjukkan tempat bagi para kapitalis. Inilah uniknya Orba, meskipun kesannya metode perekonomian yang condong liberal itu berpengaruh negatif yaitu menimbulkan perekonomian nasional di tangan segelintir orang (pebisnis), menciptakan maraknya KKN.

Orba dalam kebijakan pembangunan ekonomi menerapkan ekonomi liberal atau kapitalis, dan untuk menerima tunjangan dari rakyat rezim ini memang melakukan pembangunan nasional atau secara sentralistik. Untuk itu maka penyelenggaraan pemerintahan di daerah pun dikontrol sepenuhnya dari pusat melalui pembentukan UU No. 5/1974 tentag Pemerintahan di Daerah yang sangat sentralistik. Daera menjadi penonton dalam pembangunan ekonomi, aparat tempat pun lewat undang-undang tersebut dijadikan alat pusat dan menjadikan Kepala Daera sebagai alat pemerintah sentra di kawasan serta dijadikan penguasa tunggal di wilayahnya.

Banyaknya peraturan perundang-usul yang menrahkan terhadap rancangan ekonomi liberal, namun dalam prakteknya perekonomian di Indonesia dikuasai oleh hanya sekelompok kecil usahawan yang terkenal sebagai KONGLOMERAT. Kelompok ini sangat erat dengan penguasa, hal ini terjadi karena maraknya KKN dalam setipa kebijakan penguasa yang diberikan biasanya melalui Keputusan-keputusan Presiden. Akibatnya kesenjangan dalam masyarakat semakin tajam, hal ini menimbulkan hadirnya oposisi (bukan parpol) dalam penduduk yang dipelopori oleh golongan menengah, mahasiswa, LSM.

*sebagai materi kuliah

S. Maronie