Ketika kekuasaan melekat pada politik seksualitas di Pontianak, tepatnya pada kepemimpinan Gubernur Cornelis 2008 – 18, dan walikota Pontianak Sutarmidji M.H. Konflik yang dibuat oleh pada budaya dan agama, baik itu secara individu, organisasi dan kalangan.
Berbagai kepentingan itu timbul dengan adanya kebiadaban mereka baik itu agama Nasrani, Islam, dan Protestan di Indonesia, secara khusus di Kalimantan Barat. Di mulai dari lingkungan tetangga, dan gereja, serta persekolahan. Berbagai catatan yang menempel pada faktor kehidupan sosial mereka di penduduk .
Hal ini tampak dengan berbagai kepentingan ekonomi politik, sosial, dan budaya menempel pada kebiadaban mereka pada orang Batak, Dayak dan Tionghoa, serta Melayu secara khusus di Kalimantan Barat, tanpa terkecuali orang Jawa berasmilasi budaya Batak dan Tionghoa.
Berbagai kepentingan kekuasaan, dan rakusnya orang tersebut dalam budaya dan agama lekat pada kebiadaban mereka untuk membuat onar, pertentangan sosial, konflik sekualitas, dan kebiadan mereka yang mampu disebut pada orang batak Sihombing, Siregar, dan Melayu, Marpaung, mampu dipahami dengan adanya orang Dayak sebagai pemimpinnya terang bagaimana konflik sosial itu di ciptakan di Kota Pontianak, dan Kalimantan Barat.
Gaya hidup yang berperan dalam aspek kehidupan sosial, kelas sosial, dan usaha kelas kepada budaya dan agama mereka, serta aneka macam kepentingan ekonomi politik, dan wawasan yang mereka perbuat sangat minim selama hidup beragama dan budaya serta melakukan pekerjaan . Rencana baik dan jahat tetap dilakukan pada lingkungan rumah tangga, lingkungan militer, dan daerah pedagang,kesehatan dan pendidikan.
Berbagai hal terkait itu juga, seksualitas menjadi alat seni manajemen mereka selaku orang lokal, Indonesia yang baru naik kelas sosial secara umum. Catatan pergantian sosial itu terang bagaimana mereka hidup, dan bertahan pada lingkungan rumah tangga, seharusnya menjadi problem mereka selama hidup bermasyarakat, agama dan budaya, bagaimana mereka memperolehnya ?
Kebringasan itu muncul dengan adanya kebiadaban mereka dibalik tembok agama, dan budaya serta profesi hingga ketika ini, seperti dokter, dan pendidik 2008 – 21, hasil pembangunan manusia (Tionghoa, Batak, Jawa, dan Melayu, Kalimantan Barat) yang tidak baik, selama hidup mereka berkepala Gubernur dan Walikota.
Tanpa mempunyai moral, dan etika selama hidup bermasyarakat, beragama, dan budaya menempel pada aspek kehidupan sosial, dan konflik sosial yang mereka ciptakan secara paksa. Apa sebetulnya motif dari orang Sihombing batak itu, dan Jawa selama di Kalimantan Barat.
Menggangu kesehatan dan pendidikan kah ? atau mengikuti politik seksualitas di DKI Jakarta untuk menerima akreditasi terhadap budaya mereka, dan kesalahan orang bau tanah mereka terdahulu contohnya baik itu secara Protestan dan Islam.
Melalui gaya hidup, dan melalui krisis ekonomi politik yang diciptakan mereka selama berkuasa 2008 – 18 untuk bersanding atau asimilasi budaya melalui perkawinan, tanpa hilang rasa malu mereka sebagai budaya dan agama, suku misalnya, dan agama sebagai nafsu duniawi mereka Islam – Protestan – Kristen (Indonesia).