P.B.B. Pradjurit Kraton Jogjakarta
Acara kunjungan Ratu Juliana ke Indonesia beberapa tahun yang silam menarik perhatian bagi wartawan Belanda yaitu kunjungan ke Kraton Jogjakarta. Disana, rombangan disambut dengan upacara etika keraton, yakni dengan penghormatan pasukan/serdadu Kraton dengan seragam keasliannya. Salah seorang wartawan Belanda menanyakan pada si penulis, wacana bahasa yang digunakan untuk kode. Saya katakan, lho itu kan bahasa anda (Belanda).
Sekali lagi ia kulihat memperhatikan instruksi yang dipakai, juga lagu-lagu tamburan rupanya menawan perhatiannya. Tentu saja wartawan Belanda tersebut galau menerkanya, betapa tidak, instruksi memang memakai bahasa Belanda, tetapi dijawakan.
Aba-aba tersebut antara lain selaku berikut:
“Hip-ah” tujuannya “geeft acht” yang artinya” siap gerak. Rekete (rechtsrichten) = lencang kanan : Hup sekudur uwir (Over shouder geweer) pundak senjata; Honden sekudur uwir : (Aan den schouder geweer) sandang senjata : Hup-ling dan. Hup-reh (hoofd links/hoofd rechrs) = hormat kiri/hormat kanan. Sentir Uwir (presenteer geweer) = hormat senjata, dll.
Prajurit kraton Jogjakarta di Tamansari 1941 |
Begitu pula perihal musiknya. Lagu-lagu tamburan diiringi seruling untuk lagu-lagu Mars v.d. Broek, Mars Marinier dll, disamping lagu-lagu ciptaan pujangga Kraton sendiri yang biasanya khusus untuk gerak pelahan. Sumber INTISARI Juli 1972.No.108.