Sebelum berdirinya negara Republik, Indonesia dahulunya disebut dengan Nusantara. Perubahan nama terjadi sehabis adanya penjajahan yang sudah memecah belah bangsa antar satu kerajaan dengan kerajaan yang lainnya. Atas adanya hal tersebut maka para kaum cendekia Indonesia yang sudah mengenyam pendidikan, mereka melakukan upaya-upaya untuk mempersatukan bangsa Indonesia tanpa menatap suku, ras dan agama.
Upaya-upaya mempersatukan anak bangsa tersebut melibatkan semua unsur masyarakat seperti : Kaum Ulama dan santrinya juga turut serta dalam membela tanah air dari para penjajah. Dengan upaya dan kerja kerasnya, balasannya berhasil mampu mempersatukan kembali bangsa Indonesia dibawah satu naungan panji yakni bendera Merah Putih yang kemudian disebut dengan nama Republik Indonesia.
Berikut akan dijelaskan secara rinci ihwal kemajuan Islam di kawasan Nusantara selengkapnya.
Daftar Isi
1. Sejarah Perkembangan Islam di Sumatera
Sejak kurun ke-7 Masehi, daerah Asia Tenggara telah bersinggungan dengan tradisi Islam. Ini terjadi alasannya adalah para pedagang muslim, yang berlayar di tempat ini, singgah untuk sementara waktu. Di Indonesia, kedatangan Islam secara lebih kasatmata terjadi sekitar akhir periode 13 Masehi, ialah dengan bukti adanya makam Sultan Malik al-Saleh yang terletak di kecamatan Samudera di Aceh Utara.
Pada makam tersebut tertulis bahwa dia wafat pada bulan Ramadhan tahun 696 H/1297 Masehi. Dalam Hikayat Rajaraja Pasai dan Sejarah Melayu Malik, dua teks Melayu tertua Malik al-Saleh digambarkan selaku penguasa pertama Kerajaan Samudera Pasai. Untuk menjustifikasi teori ini, Moquette membandingkan data di atas dengan data historis lainnya, yakni catatan Marco Polo yang mendatangi Perlak dan daerah lain di wilayah ini pada tahun 1292 Masehi.
Selama berlangsungnya proses Islamisasi, persentuhan pedagang muslim dengan penduduk lokal sudah terjalin sangat intens hingga sebuah kerajaan Islam bangkit pada abad ke-13 Masehi, ialah kerajaan Samudera Pasai.
Berdirinya kerajaan tersebut bisa dihubungkan dengan lemahnya kerajaan Sriwijaya semenjak kala ke-12 dan ke-13 Masehi, sebagaimana dituturkan oleh Chou-Chu-Fei dalam catatan Ling WaTaiTa (1178 M). (Tjandrasasmita, 13-14). Berdirinya kerajaan Samudera Pasai pada era ke-13 M ialah bukti masuknya Islam di Sumatera.
Selain kerajaan Samudera Pasai, ada kerajaan Perlak dan kerajaan Aceh. Pada tahun 1978, peneliti dari Pusat Riset Arkeologi Nasional Indonesia telah mendapatkan sejumlah watu nisan di situs Tuanku Batu Badan di Barus.
Yang terpenting dari temuan itu yakni makam yang mencantumkan suatu nama, adalah Tuhar Amsuri, yang meninggal pada 19 Shafar 602 H, sebagaimana ditafsirkan oleh Ahmad Cholid Sodrie dari Pusat Riset Arkeologi Nasional. Tapi ada juga penafsiran lain yang mengemukakan bahwa Tuhar Amsuri meninggal pada 19 Shafar 972. Dari temuan arkeologis di Barus,
itu, mampu dibilang bahwa usia kerikil nisan Tuhar Amsuri yang tertanggal 602 adalah lebih permulaan dari kerikil nisan Sultan Malik As-Salih yang tertanggal 696 Hijriyah. Ini bermakna, jauh sebelum kerajaan Samudera Pasai, sudah ada penduduk muslim yang tinggal di Barus, salah satu kawasan di sekitar pantai barat Sumatera (Tjandrasasmita, 15-16).
2. Sejarah Perkembangan Islam di Kalimantan
Penduduk orisinil Pulau Kalimantan disebut penduduk Dayak. Orang Dayak yang mendiami Pulau Kalimantan terdiri atas beberapa suku. Masing-masing suku mempunyai sistem keyakinan sendiri. Tetapi intinya antar kepercayaan mereka itu mempunyai banyak persamaan. Istilah paling terkenal untuk menyebut pemikiran iktikad mereka yaitu doktrin Kaharingan.
Penduduk asli Kalimantan pada proses berikutnya banyak yang terdesak ke arah pedalaman akhir masuknya penduduk lain dari luar. Di arah pesisir barat terdesak oleh orang-orang Melayu dan China; di bagian selatan terdesak oleh orang-orang Melayu dan orang-orang Jawa; dan di bagian tenggara terdesak oleh orang-orang Bugis, Makasar dan Sulu.
Masyarakat Dayak yang mendiami daerah-tempat pedalaman Kalimantan tersebut dapat dibagi atas 7 macam suku, yakni:
- Suku Dayak Kenya dan Bahau yang mendiami pedalaman Mahakam.
- Suku Dayak Punan, yang mendiami pedalaman kawasan Berau.
- Suku Dayak Siang, yang mendiami pedalaman Barito Hulu.
- Suku Dayak Kayan, yang mendiami perbatasan Serawak.
- Suku Dayak Iban dan Kalimantan, yang mendiami pedalaman Kalimantan barat dan utara.
- Suku Dayak Ngaju, yang mendiami pedalaman Kapuas, dengan suku-suku kecilnya, adalah: Dayak Lawangan, yang mendiami pedalaman Barito Timur; Dayak Manyan, yang mendiami pedalaman Balangan dan Barito Selatan; Dayak Ot Danum, yang mendiami pedalaman Tumbang Siang, Tumbang Miri, Tumbang Lahang dan sekitarnya.
Munculnya suku Banjar pada tahap berikutnya, yang mendiami kawasan Kalimantan Selatan, adalah keturunan yang lahir dari percampuran orang-orang Melayu dan Jawa serta Olo (orang) Ngaju yang sudah bercampur dan menikah selama beberapa generasi di daerah tersebut. Percampuran itu ditambah lagi dengan pendatang lain seperti orangorang Bugis, China, India dan Arab.
Unsur-komponen animisme, dinamisme, dan spiritisme atau daemonisme yang terdapat dalam kepercayaan Kaharingan, merupakan bagian-unsur yang ternyata masih berpengaruh dalam tradisi kehidupan penduduk orang Banjar kemudian.
Orang Banjar kebanyakan menjunjung tinggi pedoman Islam, namun dalam aktivitas-aktivitas yang berafiliasi dengan ibadah dan amaliyah masih banyak yang belum mampu melepaskan diri dari tradisi-tradisi dogma dan agama yang meningkat sebelumnya. Memasuki periode ke 17 Masehi, Banjarmasin menjadi bandar perdagangan yang ramai.
Hal ini terjadi sebab adanya langkah-langkah Kerajaan Mataram yang menyerang dan menghancurkan kota-kota di pantai utara Jawa, sehingga para pedagang pindah secara besar-besaran ke Makasar dan Banjarmasin. Sejak ketika itu mulai terjadi pergeseran jalan jualan ke Maluku melalui Makasar, Kalimantan Selatan, Patani dan China, atau dari Makasar dan Banten ke India.
Orang Banjar pada waktu itu sudah banyak yang melaksanakan pelayaran berjualan ke luar tempat. Tradisi berlayar ini memperlihatkan kemungkinan kepada orang Banjar untuk melaksanakan ibadah haji ke Makkah dengan menggunakan kapal-kapal sendiri. Mereka yang pergi menunaikan ibadah haji ke Makkah lazimnya tinggal beberapa tahun di sana sambil belajar agama Islam.
Mereka lalu pulang dengan menjinjing pengetahuan dan kitab-kitab dari Makkah. Semakin banyak orang Banjar yang tiba dari Makkah kian banyak persepsi-ide yang masuk ke tempat ini. Namun demikian, hingga dengan awal kurun ke-18 nilai-nilai gres yang masuk bersama orang-orang Banjar yang datang dari Mekah tersebut tidak banyak nampak di penduduk .
Usaha penyebaran agama Islam yang bersumber langsung dari Makkah tersebut baru dimulai pada pertengahan masa ke-18, adalah oleh seorang ulama kelahiran Martapura yang lebih dari 30 tahun memperdalam ilmu agama di Makkah dan Madinah, adalah Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari.
3. Sejarah Perkembangan Islam di Sulawesi
Ribuan pulau yang ada di Indonesia, telah semenjak usang terjalin relasi satu sama lain, baik atas motivasi ekonomi maupun motivasi politik dan kepentingan kerajaan. Hubungan ini pula yang mengantarkan aktivitas dakwah dapat menembus dan merambah Celebes atau Sulawesi.
Menurut catatan perusahaan dagang Portugis yang tiba pada tahun 1540, ketika mereka datang ke Sulawesi di pulau itu sudah mampu dijumpai pemukiman muslim di beberapa daerah. Meski belum terlalu besar, namun jalan dakwah terus berlanjut sampai menjamah raja-raja di kerajaan Goa di Makassar.
Raja Goa pertama yang memeluk Islam ialah Sultan Alaudin al-Awwal dan Perdana Menteri atau Wazir, Karaeng Matopa, pada tahun 1603. Sebelumnya, dakwah Islam telah hingga pula pada ayah Sultan Alaudin yang bernama Tonigallo dari Ternate yang lebih dulu memeluk Islam. Namun Tonigallo khawatir kalau beliau memeluk Islam kerajaannya akan di bawah pengaruh kerajaan Ternate.
Beberapa ulama Kerajaan Goa di kurun Sultan Alaudin begitu populer alasannya pengertian dan aktivitas dakwah mereka. Mereka yaitu Khatib Tunggal, Datuk Ri Bandang, Datuk Patimang dan Datuk Ri Tiro. Dapat diketahui dan dilacak dari nama para ulama di atas, yang bergelar Datuk adalah para ulama dan mubaligh asal Minangkabau yang membuatkan Islam ke Makassar.
Pusat-pusat dakwah yang dibangun oleh Kerajaan Goa pada proses selanjutnya sukses melanjutkan dakwah sampai ke kawasan lain sampai ke Kerajaan Bugis, Wajo Sopeng, Sidenreng, Tanete, Luwu dan Palopo.
4. Sejarah Perkembangan Islam di Maluku
Kepulauan Maluku yang terkenal kaya dengan hasil bumi yang melimpah membuat daerah ini semenjak zaman dulu dikenal dan dikunjungi para pedagang dari seantero dunia. Karena status itu pula Islam lebih dahulu mampir ke Maluku sebelum datang ke Makassar dan kepulauan-kepulauan yang lain. Kerajaan Ternate ialah kerajaan terbesar di kepulauan ini.
Islam masuk ke kawasan ini semenjak tahun 1440. Sehingga, ketika Portugis mendatangi Ternate pada tahun 1512, raja Ternate yakni seorang muslim, yaitu Bayang Ullah. Kerajaan lain yang juga menjadi representasi Islam di kepulauan ini adalah Kerajaan Tidore yang kawasan teritorialnya cukup luas mencakup sebagian wilayah Halmahera, pesisir Barat kepulauan Papua dan sebagian kepulauan Seram.
Ada pula Kerajaan Bacan. Raja Bacan pertama yang memeluk Islam adalah Raja Zainul Abidin yang bersyahadat pada tahun 1521. Di tahun yang serupa bangun pula Kerajaan Jailolo yang juga dipengaruhi oleh pemikiran-ajaran Islam dalam pemerintahannya.
5. Sejarah Perkembangan Islam di Papua
Beberapa kerajaan di kepulauan Maluku yang wilayah teritorialnya sampai ke pulau Papua menjadikan Islam masuk pula di pulau Cendrawasih ini. Banyak kepala suku di daerah Waigeo, Misool, dan beberapa tempat lain yang di bawah administrasi pemerintahan kerajaan Bacan.
Pada kurun ini pula, berkat dakwah yang dilakukan kerajaan Bacan, banyak kepala suku di pulau Papua memeluk Islam. Namun disbanding daerah lain kemajuan di papua ini tidak terlampau besar.
6. Sejarah Perkembangan Islam di Nusa Tenggara
Islam masuk ke kawasan Nusa Tenggara mampu dikatakan semenjak permulaan masa ke-16 masehi. Hubungan Sumbawa yang bagus dengan Kerajaan Makassar menciptakan Islam turut berlayar pula ke Nusa Tenggara. Sampai sekarang jejak Islam mampu dilacak dengan meneliti makam seorang mubaligh asal Makassar yang terletak di kota Bima.
Begitu juga dengan makam Sultan Bima yang pertama kali memeluk Islam. Bisa disebut, seluruh penduduk Bima yakni para muslim semenjak semula. Selain Sumbawa, Islam juga masuk ke Lombok. Orang-orang Bugis tiba ke Lombok dari Sumbawa dan mengajarkan Islam di sana. Hingga sekarang, beberapa kata di suku-suku Lombok banyak kesamaannya dengan bahasa Bugis.
Demikian bahasan tentang kemajuan Islam di daerah Nusantara.
Semoga berfaedah.