Perkembangan Islam Pada Masa Abbasiyah

Oleh: Syafieh, M. Fil. I
A.      Latar Belakan Masalah
Sejarah tak ubahnya kacamata era lalu yang menjadi pijakan dan langkah setiap manusia di abad mendatang. Seperti yang kita ketahui setelah tumbangnya kepemimpinan periode khulafaurrasyidin maka berubah pula metode pemerintahan Islam pada abad itu menjadi era daulah, dan dalam makalah ini akan disajikan sedikit ihwal era daulah Abbasiyah.
Dalam peradaban ummat Islam, Bani Abbasiyah merupakan salah satu bukti sejarah peradaban ummat Islam yang terjadi. Bani Abbasiyah ialah abad pemerintahan ummat Islam yang memperoleh kala kejayaan yang gemilang. Pada kala ini banyak kesuksesan yang diperoleh Bani Abbasiyah, baik itu dibidang Ekonomi, Politik, dan Ilmu wawasan. Hal inilah yang perlu untuk kita ketahui sebagai teladan semangat bagi generasi ummat Islam bahwa peradaban ummat Islam itu pernah mendapatkan masa keemasan yang melebihi  keberhasilan negara-negara Eropa. Dengan kita mengetahui bahwa dulu peradaban ummat Islam itu diakui oleh seluruh dunia,  maka akan memotifasi sekaligus menjadi ilmu wawasan kita tentang sejarah peradaban ummat Islam sehingga kita akan menjajal untuk mengulangi abad keemasan itu kembali nantinya oleh generasi ummat Islam ketika ini.
B.       Kelahiran Daulah Abbasiyah
Masa Daulah Abbasiyah ialah kurun keemasan Islam, atau sering disebut dengan istilah ‘’The Golden Age’’. Pada kala itu Umat Islam sudah meraih puncak kemuliaan, baik dalam bidang ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Selain itu juga sudah berkembang banyak sekali cabang ilmu pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya penerjemahan buku-buku dari bahasa gila ke bahasa Arab. Fenomena ini lalu yang melahirkan cendikiawan-cendikiawan besar yang menghasilkan aneka macam inovasi baru di banyak sekali disiplin ilmu pengetahuan. Bani Abbas mewarisi imperium besar Bani Umayah. Hal ini memungkinkan mereka mampu mencapai hasil lebih banyak, alasannya adalah landasannya telah disediakan oleh Daulah Bani Umayah yang besar. Menjelang tumbangnya Daulah Umayah telah terjadi banyak kesemrawutan dalam banyak sekali bidang kehidupan bernegara; terjadi kekeliruan-kekeliruan dan kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh para Khalifah dan para pembesar negara lainnya sehingga terjadilah pelanggaran-pelanggaran terhadap pemikiran Islam, tergolong salah satunya pengucilan yang dilaksanakan Bani Umaiyah kepada kaum mawali yang mengakibatkan ketidak puasan dalam diri mereka dan kesudahannya terjadi banyak kerusuhan .
Bani Abbas telah mulai melaksanakan upaya perebutan kekuasaan semenjak masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa. Khalifah itu diketahui memberikan toleransi terhadap aneka macam kegiatan keluarga Syiah. Keturunan Bani Hasyim dan Bani Abbas yang ditindas oleh Daulah Umayah bergerak mencari jalan bebas, dimana mereka mendirikan gerakan belakang layar untuk menumbangkan Daulah Umayah dan membangun Daulah Abbasiyah.
Di bawah pimpinan Imam mereka Muhammad bin Ali Al-Abbasy mereka bergerak dalam dua fase, adalah fase sangat diam-diam dan fase jelas-terangan dan pertempuran. Selama Imam Muhammad masih hidup gerakan dijalankan sangat belakang layar. Propaganda dikirim ke seluruh pelosok negara, dan menerima pengikut yang banyak, utamanya dari golongan-kelompok yang merasa ditindas, bahkan juga dari kalangan-kalangan yang pada awalnya mendukung Daulah Umayah. Setelah Imam Muhammad meninggal dan diganti oleh anaknya Ibrahim, pada masanya inilah bergabung seorang pemuda berdarah Persia yang gagah berani dan pintar dalam gerakan belakang layar ini yang berjulukan Abu Muslim Al-Khurasani. Semenjak masuknya Abu Muslim ke dalam gerakan belakang layar Abbasiyah ini, maka dimulailah gerakan dengan cara jelas-terangan, lalu cara pertempuran, dan hasilnya dengan alasan ingin mengembalikan keturunan Ali ke atas singgasana kekhalifahan, Abu Abbas pimpinan gerakan tersebut sukses mempesona pertolongan kaum Syiah dalam mengobarkan perlawanan kepada kekhalifahan Umayah. Abu Abbas lalu mengawali makar dengan melakukan pembunuhan hingga tuntas semua keluarga Khalifah, yang waktu itu dipegang oleh Khalifah Marwan II bin Muhammad. Begitu dahsyatnya pembunuhan itu hingga Abu Abbas menyebut dirinya sang pengalir darah atau As-Saffah. Maka bertepatan pada bulan Zulhijjah 132 H (750 M) dengan terbunuhnya Khalifah Marwan II di Fusthath, Mesir dan maka resmilah bangkit Daulah Abbasiyah.
Dalam kejadian tersebut salah seorang pewaris takhta kekhalifahan Umayah, yaitu Abdurrahman yang baru berumur 20 tahun, sukses meloloskan diri ke daratan Spanyol. Tokoh inilah yang kemudian sukses menyusun kembali kekuatan Bani Umayah di seberang lautan, adalah di keamiran Cordova. Di sana dia berhasil mengembalikan kejayaan kekhalifahan Umayah dengan nama kekhalifahan Andalusia.
Pada mulanya kekhalifahan Daulah Abbasiyah memakai Kufah sebagai pusat pemerintahan, dengan Abu Abbas As-Safah (750-754 M) sebagai Khalifah pertama. Kemudian Khalifah penggantinya Abu Jakfar Al-Mansur (754-775 M) memindahkan sentra pemerintahan ke Baghdad. Di kota Baghdad ini lalu akan lahir suatu imperium besar yang hendak menguasai dunia lebih dari lima abad lamanya. Imperium ini diketahui dengan nama Daulah Abbasiyah.
Dalam beberapa hal Daulah Abbasiyah memiliki kesamaan dan perbedaan dengan Daulah Umayah. Seperti yang terjadi pada masa Daulah Umayah, contohnya, para ningrat Daulah Abbasiyah cenderung hidup glamor dan bergelimang harta. Mereka gemar memelihara budak belian serta istri peliharaan (hareem). Kehidupan lebih cenderung pada kehidupan duniawi dibandingkan dengan berbagi nilai-nilai agama Islam . Namun tidak dapat disangkal sebagian khalifah mempunyai selera seni yang tinggi serta taat beragama.
C.      Sistem Politik, Pemerintahan dan Sosial
1.   Sistem Politik dan Pemerintahan
Khalifah pertama Bani Abbasiyah, Abdul Abbas yang sekaligus dianggap selaku pendiri Bani Abbas, menyebut dirinya dengan julukan Al-Saffah yang mempunyai arti Sang Penumpah Darah. Sedangkan Khalifah Abbasiyah kedua mengambil gelar Al-Mansur dan meletakkan dasar-dasar pemerintahan Abbasiyah. Di bawah Abbasiyah, kekhalifahan meningkat sebagai system politik. Dinasti ini timbul dengan dukungan orang-orang Persia yang merasa bosan kepada Bani Umayyah di dalam duduk perkara sosial dan politik diskriminastif. Khalifah-khalifah Abbasiyah yang menggunakan gelar ”Imam”, pemimpin penduduk muslim bertujuan untuk menekankan arti keagamaan kekhalifahan. Abbasiyah menyontek tradisi Umayyah di dalam mengumumkan lebih dari satu putra mahkota raja.
Al-Mansur dianggap sebagai pendiri kedua dari Dinasti Abbasiyah. Di abad pemerintahannya Baghdad dibagun menjadi ibu kota Dinasti Abbasiyah dan ialah pusat perdagangan serta kebudayaan. Hingga Baghdad dianggap selaku kota terpenting di dunia pada dikala itu yang kaya akan ilmu wawasan dan kesenian. Hingga beberapa dekade lalu dinasti Abbasiyah mencapai periode kejayaan.
Ada beberapa tata cara politik yang dilaksanakan oleh Daulah Abbasiyah, ialah
a.         Para Khalifah tetap dari keturunan Arab murni, sedangkan pejabat yang lain diambil dari kaum mawalli.
b.        Kota Bagdad dijadikan selaku ibu kota negara, yang menjadi pusat acara politik, ekonomi, sosial dan ataupun kebudayaan serta terbuka untuk siapa pun, termasuk bangsa dan penganut agama lain.
c.         Ilmu wawasan dianggap selaku sesuatu yang mulia, yang penting dan sesuatu yang mesti dikembangkan.
d.        Kebebasan berpikir sebagai hak asasi insan.
2.      Sistem Sosial
Pada abad ini, metode sosial yakni sambungan dari masa sebelumnya (Masa Dinasti Umaiyah). Akan tetapi, pada masa ini terjadi beberapa pergantian yang sangat mencolok, yaitu:
a.         Tampilnya golongan mawali dalam pemerintahan serta mendapatkan daerah yang sama dalam kedudukan sosial
b.        Kerajaan Islam Daulah Abbasiyah berisikan beberapa bangsa ang berbeda-beda (bangsa Mesir, Syam, Jazirah Arab dll.)
c.         Perkawinan campur yang melahirkan darah campuran
d.        terjadinya pertukaran usulan, sehingga muncul kebudayaan gres .
D.      Kejayaan Daulah Abbasiyah
Masa Abbasiyah menjadi tonggak puncak peradaban Islam. Khalifah-khalifah Bani Abbasiyah secara terbuka mempelopori perkembangan ilmu wawasan dengan mendatangkan naskah-naskah kuno dari aneka macam pusat peradaban sebelumnya untuk kemudian diterjemahkan, diadaptasi dan diterapkan di dunai Islam. Para ulama’ muslim yang ahli dalam banyak sekali ilmu wawasan baik agama maupun non agama juga muncul pada kala ini. Pesatnya perkembangan peradaban juga didukung oleh pertumbuhan ekonomi imperium yang menjadi penghubung dunua timur dan barat. Stabilitas politik yang relatif baik utamanya pada era Abbasiyah permulaan ini juga menjadi pemicu kemajuan peradaban Islam
1.        Gerakan penerjemahan
Meski acara penerjemahan telah dimulai semenjak Daulah Umayyah, upaya untuk menerjemahkan dan menskrinsip berbahasa asing utamanya bahasa yunani dan Persia ke dalam bahasa arab mengalami kurun keemasan pada kala DaulahAbbasiyah. Para ilmuandiutus ke daeah Bizantium untuk mencari naskah-naskah yunanidalam banyak sekali ilmu terutama filasafat dan kedokteran.
Pelopor gerakan penerjemahan pada permulaan pemerintahan daulah Abbasiyah adalah Khalifah Al-Mansyur yang juga membangun Ibu kota Baghdad. Pada permulaan penerjemahan, naskah yang diterjemahkan terutama dalam bidang astrologi, kimia dan kedokteran. Kemudian naskah-naskah filsafat karya Aristoteles dan Plato juga diterjemahkan. Dalam kala keemasan, karya yang banyak diterjemahkan ihwal ilmu-ilmu pragmatis mirip kedokteran. Naskah astronomi dan matematika juga diterjemahkan tetapi, karya-karya berupa puisi, drama, cerpen dan sejarah jarang diterjemakan sebab bidang ini dianggap kurang bermanfa’at dan dalam hal bahasa, Arab sendiri pertumbuhan ilmu-ilmu ini telah sungguh maju.
Pada abad ini, ada yang namanya Baitul hikmah yaitu perpustakaan yang berfungsi sebagai pusat pengembagan ilmu pengetahuan. Pada abad Harun Ar-Rasyid diganti nama menjadi Khizanah al-Hikmah (Khazanah budi) yang berfungsi selaku perpustakaan dan sentra penelitian. Pada masa Al-Ma’mun ia dikembangkan dan diubah namanya menjadi Bait al-Hikmah, yang dipergunakan secara lebih maju yaitu selaku daerah penyimpanan buku-buku antik yang didapat dari Persia, Bizantium, dan bahkan dari Ethiopia dan India. Direktur perpustakaannya seorang nasionalis Persia, Sahl Ibn Harun. Di bawah kekuasaan Al-Ma’mun, forum ini sebagai perpustakaan juga selaku pusat aktivitas study dan riset astronomi dan matematika.
2.        Dalam bidang filasafat
Pada kala ini anutan filasafat mencakup bidang keilmuan yang sangat luas mirip nalar, geometri, astronomi, dan juga teologia. Beberapa tokoh yang lahir pada era itu, tergolong diantaranya adalah Al-Kindi, Al-farobi, Ibnu Sina dan juga Al-Ghazali yang kita kenal dengan julukan Hujjatul Islam.
3.         Perkembangan Ekonomi
Ekonomi imperium Abbasiyah digerakkan oleh jual beli. Sudah terdapat aneka macam macam industri sepertikain linen di Mesir, sutra dari Syiria dan Irak, kertas dari Samarkand, serta berbagai produk pertanian seperti gandum dari Mesir dan kurma dari Iraq. Hasil-hasil industri dan pertanian ini diperdagangkan ke banyak sekali daerah kekuasaan Abbasiyah dan Negara lain.
Karena industralisasi yang muncul di perkotaan ini, urbanisasi tak mampu dibendung lagi. Selain itu, jual beli barang tambang juga meriah. Emas yang ditambang dari Nubia dan Sudan Barat melambungkan perekonomian Abbasiyah.
Perdagangan dengan wilayah-daerah lain merupakan hal yang sangat penting. Secara bersamaan dengan perkembangan Daulah Abbasiyah, Dinasti Tang di Cina juga mengalami abad puncak kejayaan sehingga korelasi perdagangan antara keduanya menambah semaraknya kegiatan jual beli dunia.
4.        Dalam bidang Keagamaan
Di bawah kekuasaan Bani Abbasiyah, ilmu-ilmu keagamaan mulai dikembangkan. Dalam kala inilah ilmu tata cara tafsir juga mulai meningkat , khususnya dua sistem penafsiran, yakni Tafsir bir Ra’i dan Tafsir bil Ma’tsur. Dalam bidang hadits, pada periode ini cuma merupakan penyempurnaan, pembukuan dari catatan dan hafalan para teman. Pada abad ini pula dimulainya pengklasifikasian hadits, sehingga muncul yang namanya hadits dhaif, maudlu’, shahih serta yang yang lain.
Sedangkan dalam bidang aturan Islam karya pertama yang dimengerti ialah Majmu’ al Fiqh karya Zaid bin Ali (w.122 H/740 M) yang berisi perihal fiqh Syi’ah Zaidiyah. Hakim agung yang pertama ialah Abu Hanifah (w.150/767). Meski diangap sebagai pendiri madzhab Hanafi, karya-karyanya sendiri tidak ada yang terselamatkan. Dua bukunya yang berjudul Fiqh al-Akbar (utamanya berisi artikel perihal iman) dan Wasiyah Abi Hanifah berisi pemikiran-pemikirannya terselamatkan alasannya adalah ditulis oleh para muridnya.
E.       Runtuhnya Daulah Abbasiyah
Tak ada gading ang tak retak. Mungkin pepatah inilah ang sungguh pas untuk dijadikan cermin atas kejayaan ang digapai bani Abbasiah. Meskipun Daulah Abbasiyah begitu bercahaya dalam mendulang kesuksesan dalam hampir segala bidang, tetapi akhirnya iapun mulai kaku dan kesudahannya runtuh. Menurut beberapa literatur, ada beberapa karena keruntuhan daulah Abbasyiah, ialah:
1.        Faktor Internal
Mayoritas kholifah Abbasyiah periode final lebih mementingkan masalah langsung dan melalaikan peran dan kewajiban mereka terhadap negara. Luasnya daerah kekuasaan kerajaan Abbasyiah, sementara komunikasi pusat dengan tempat susah dilakukuan – Semakin kuatnya imbas keturunan Turki, menjadikan golongan Arab dan Persia menaruh kecemburuan atas posisi mereka.
Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata ketergantungan khalifah terhadap mereka sungguh tinggi. Permusuhan antar kalangan suku dan kalangan agama.
 Merajalelanya korupsi dikalangan pejabat kerajaan.
2.        Faktor Eksternal
Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang dan menelan banyak korban. Penyerbuan Tentara Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan yang menghancrkan Baghdad. Jatuhnya Baghdad oleh Hukagu Khan menanndai berakhirnya kerajaan Abbasyiah dan muncul: Kerajaan Syafawiah di Iran, Kerajaan Usmani di Turki, dan Kerajaan Mughal di India.
F.       Kesimpulan
Dinamakan khilafah bani Abbasiyah sebab para pendiri dan penguasanya ialah keturunan al Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti ini didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Abbas. Berdirinya Dinasti ini tidak terlepas dari keamburadulan Dinasti sebelumny, dinasti Umaiyah. Pada awalnya ibu kota negera ialah al-Hasyimiyah akrab kufah. Namun untuk lebih memantapkan dan mempertahankan setabilitas Negara al-Mansyur memindahkan ibu kota Negara ke Bagdad. Dengan demikian sentra pemerintahan dinasti Abasiyah berada di tengah-tengah bangsa Persia. Al-Mansyur melaksanakan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya. Dia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di forum eksekutif dan yudikatif.
Puncak pertumbuhan dinasti Abbasiyah tidak semuanya berawal dari kreatifitas penguasa Bani Abbasiyah sendiri. Sebagian diantaranya telah dimulai semenjak awal kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan contohnya di awal Islam, lembaga pendidikan sudah mulai berkembang. Namun lembaga-lembaga ini kemudian meningkat pada era pemerintahan Bani Abas dengan berdirinya perpustakaan dan sekolah tinggi.
Pada beberapa dekade terakhir, daulah Abbasiyah mulai mengalami kemunduran, utamanya dalam bidang politiknya, dan kesudahannya membawanya pada perpecahan yang menjadi selesai sejarah daulah abbasiyah.
DAFTAR PUSTAKA
Armstrong, Karen, Islam : Sejarah Singkat.  Yogyakarta : Penerbit Jendela, 2002
Hassan, Hassan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta, 1989
Hasimy, A, Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta : Bulan Bintang, 1993.
Nizar, Samsul, Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana, 2007
Sunanto, Musyifah, Sejarah Islam Klasik. Jakarta : Kencana, 2003
Syalabi, A, Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid 2. Jakarta: Pustaka Alhusna, 1983
Watt, W. Mongtomery, Kejayaan Islam. Yogyakarta : Tiara Wacana, 1990