Perjanjian Kerja

I. Pendahuluan
Perjanjian kerja selaku fasilitas pendahulu sebelum berlangsungnya hubungan kerja, harus diwujudkan dengan sebaik mungkin, dalam arti merefleksikan keadilan baik bagi penguasaha maupun bagi buruh, karena keduanya akan terlibat dalam suatu korelasi kerja.

Di dunia barat kehidupan masyarakat seperti halnya ialah arena pertandingan antara kepentingan-kepentingan perseorangan yang saling berlawanan, sedangkan didalam lingkungan masyarakat Indonesia yakni tempat koordinasi dimana anggota melaksanakan peran tertentu menurut pembagian kerja yang tertatur menuju tercapainya cita-cita bersama, adalah penduduk adil dan makmur.

Dalam penduduk Indonesia yang demikian itu, misalnya dicerminkan dalam asas pokok yang menyampaikan bahwa perekonomian disusun selaku perjuangan bareng berdasarkan atas asas kekeluargaan, soal pemburuhan nanti bukan lagi semata-mata soal melindungi pihak yang perekonomiannya lemah kepada pihak yang perekonomiannya berpengaruh untuk mencapai adanya keseimbangan antara kepentingan yang berbeda, melainkan juga soal memperoleh jalan dan cara yang sebaik mungkin, dengan tidak meninggalakan sifat kepribadian dan kemanusiaan, bagi setiap orang yang melaksanakan pekerjaan, untuk mendapatkan hasil yang sebaik mungkin dari tiap pekerjaan yang telah ditentukan menjadi tugasnya dan selaku imbalan atas jerih payanhnya itu menerima kan penghidupan yang pantas bagi kemanusiaan. Oleh alasannya adalah itu harus diatur dan perlu adanya sebuah ikatan antara pekerja dan majikan.

II. Permasalahan
A. Pengertian
B. Peraturan Yang Perlu Diketahui Sebelum Membuat Perjanjian Kerja
C. Syarat-Syarat Pekerjaan
D. Keselamatan Ditempat Kerja
E. Ganti Rugi Karena Luka Industry
F. Pemberitahuan dan Pemberhentian
G. Pembayaran Lebih dan Hak-Hak Lainnya

III. Pembahasan
A. Pengertian
Perjanjian kerja yaitu kesepakatandimana pihak kesatu, buruh, mengikatkan diri untuk melakukan pekerjaan dengan menerima upah terhadap pihaka yang lain, majikan, yang mengikatkan diri untuk memberdayakan buruh itu dengan membayar upah.

Pasal 1601a KUH Perdata “perjanjian kerja yakni perjainjian dimana pihak yang satu , buruh, mengikatkan diri untuk dibawah pimpinan pihak lainnya, majikan, untuk waktu tertentu, melaksanakan pekerjaan dengan mendapatkan upah”.

Dalam perumusan pasal 1601a KUH Perdata yaitu kurang lengkap alasannya adalah disini yang mengikatkan diri hanyalah pihak buruh saja, tidak juga pihak yang lain, adalah majikan (pebisnis). Padahal pada tiap persetujuanyang mempunyai dua pihak, yang mengikatkan diri adalah kedua belah pihak yang bersangkutan.

B. Peraturan Yang Perlu Diketahui Sebelum Membuat Perjanjian Kerja
Dalam alam pancasila kesepakatankerja harus terwujud alasannya adanya ketulusan dan itikad baik masing-masing pihak baik pengusaha maupun buruh, sebab didalamnya terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak. Oleh sebab itu kiranya perlu persetujuanitu mencerminkan keadilan.

Pekerjaan yang diperjanjikan oleh pengusaha kepada kandidat buruh hendaknya pekerjaan yang diperbolehkan undang-undang, alasannya berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, adalah;

1. Kesepakatan antara kedua belah pihak
2. Kecakapan untuk membuat sebuah perjanjian (dalam hal ini belum dewasa dianggap tidak mahir untuk melakukan perjanjian).
3. Susuatu hal tertentu, yang dalam hal ini untuk mendapatkan tenaga kerja dan mempekerjakan tenaga kerja.
4. Sebab halal (jadi pekerjaan itu ialah yang diperbolehkan menurut undang-undang).

Kedua syarat yang pertama dinamakan syarat subjektif alasannya adalah kedua syarat tersebut tentang subjek perjanjia. Sedangkan syarat yang kedua terakhir dinamakan syarat objektif alasannya alasannya tentang objek perjanjian.

Dengan dilakukannya kata sepakat mengadakan perjanjian kerja, maka kedua belah pihak mempunyai keleluasaan kehendak. Masing-masing pihak tidak mendapat tekanan atau paksaan yang menimbulkan adanya cacat bagi perwujudan keinginantersebut.

Pengertian sepakat dapat diartikan sebagai persyaratan kehendak para pihak. Pernyataan pihak yang menwarkan disebut tawaran dan pernyataan pihak yang menerima ajuan disebut akseptasi. Mengenai hal ini ada beberapa pedoman adalah:

a. Teori kehendak (wilstheorie) yang mengatakan bahwa akad terjadi pada ketika hasratpihak akseptor dinyatakan.

b. Teori pengantaran (verzendtheorie) yang menyampaikan bahwa janji terjadi pada saat keinginanyang dinyatakan itu diantaroleh pihak yang menerima usulan

c. Teori wawasan (vernemingstheorie) yang mengatakan bahwa pihak yang memperlihatkan sebaiknya sudah mengetahui bahwa tawarannya telah diterima.

  Aturan Dagang

d. Teori kepercayaan (vertrowenstheorie) yang mengatakan bahwa kesepakatan itu terjadi pada ketika pernyataan keinginandianggap layak diterima oleh pihak yang menwarkan.

C. Syarat-Syarat Pekerjaan
a. Tentang upah

Jumlah upah boleh ditetapkan dengan negosiasi, boleh tergantung pada kesepakatan kolektif, oleh diperlakukan menurut kebiasaan atau praktek perusahaan, atau ditetapkan berdasarkan variasi dari cara-cara tersebut. Secara hebat dalam kondisi tidak ada persetujuan, maka ada keharusan untuk mengeluarkan uang upah dengan jumlah yang layak.

b. Kewajiban lazim majikan

Sebagian besar kewajiban majikan itu adalah hak-hak para pekerja. Sebagai pemanis pada pembayaran upah, majikan dibebani banyak sekali macam keharusan terhadap pekerja menurut common law, yang merupakan syarat-syarat membisu-diam dalam kesepakatankerja dalam hal tidak adanya kesepakatan yang tegas antara pihak-pihak.

c. Hak-hak khusus pekerja berdasarkan undang-undang

Dalam tahun-tahun ini undang-undang telah memberikan hak-hak yang meningkat terhadap para pekerja. Beberpa hak itu biasanya berlaku, seperti hak-hak kepada informasisyarat-syarat secara tertulis, keterangan perincian pembayaran dan jangka waktu pemberitahuan minimum. Hak-hak lainnya hanya berlaku pada jenis-jenis pekerja tertentu, atau dalam keadaa-keadaan yang khusus.

d. Kewajiban pekerja

Pekerja itu harus bersedia bekerja dalam ruang lingkup syarat-syarat perjanjian. Pekerjaan harus dilaksanakan secara eksklusif dan tidak boleh didelegasikan terhadap orang lain(pengganti).

Pekerja harus melaksanakan kewajibannya secara waspada, ia harus mengelola barang majikannya secara pantas. Ia harus waspada dalam bertindak sehingga tidak merugikan teman sekerjanya atau orang lain untuk membebani tanggung jwab majikannya sendiri.

D. Keselamatan Ditempat Kerja
1. Pengawasan biasa oleh legislative

Hukum tentang kesalahan perdata berlaku hanya apabila kecelakaan itu terjadi, dan pengadila perdata menyelesaikan kasus ganti rugi bagi korban peristiwa semacam itu. Pembebanan ganti rugi yang berat mungkin berlaku sebagai alat pencegah kepada majikan yang gegabah, namun akibat pencegahan itu terbatas jika majikan itu dituntut ganti rugi atas tanggung jawab demikian itun oleh asuransi wajib.

2. Undang-undang pabrik 1961

Undang-undang pabrik berlaku bagi pabrik-pabrik.hal ini sama sekali tidak begitu sederhana seperti kedengarannya. Pabrik untuk tujuan ini dibatasi oleh pasal 175 ayat 1 undang-undang tersebut sebagai “setiap kawasan dalam mana orang-orang dipekerjakan dengan memakai pekerjaan tangan dalam setiap proses untuk atau ada keterkaitannya dengan:

a) Membuat sesuatu barabg atau bagian ketimbang barang
b) Merubah, memperbaiki, menghiasi, menyempurnakan atau menghancurkan sebuah barang.
c) Merubah barang untuk dijual.

3. Pelaksanaan

Berdasarkan undang-undang kesehatan dan keselamatan kerja 1974, tubuh perundangan yang gres telah dibuat dengan tanggung jawab yang menyeluruh bagi kesehatan dan keselamatan dalam semua suasana pekerjaan.

Komisi kesehatan dan keselamatan

Ini yakni tubuh utama dan diberi peran menolong dan mendorong mereka yang terkena untuk menyelenggarakan tujuan-tujuan undang-undang itu.badan tersebut dapat melakukan mensponsori observasi, mengembangkan isu, mengajukan undangan-seruan, kepada mentri untuk menciptakan peraturan-peraturan,menyepakati tanda-tanda praktek tertentu.

Badan pelaksana kesehatan dan keselamatan

Badan ini dikerjakan atas nama komisi, ketentuan-ketentuan manajemen yang lebih terang perihal jesehatan dan keselamatan.pada utamanya, badan ini memiliki tangung jawab pribadi guna melakukan undang-undang 1974, dan perundang-undang keselamatan pada lainnya seperti undang-undang pebrik.

Wakil-wakil tubuh keselamatan dan panitia keamanan

Dengan peratura, Mentri boleh membentuk Badan keselamatan internasional daldamddd pelaksanaan industry tertentu. Jika ini dibentuk , majikan harus konsultasi dengan wakil-wakil dalam mengembangkan kesehatan dan keamanan kerja, dan majikan atas permohonandari para wakil itu, boleh diminta keamanan yang tetap (permanen).

Buku-buku daftar

Buku-buku daftar dan catatan-catatan yang serupa itu mesti dipelihara kalau diharapkan demikian oleh undang-undang tertentu yang mengaatur daerah kerja itu.Misalnya menurut undang-undang pabrik.Sebagaimana diminta oleh undang-undang pabrik 1961,perincian-perincian yang diputuskan oleh oranng sesuai orang-orang muda yang dipekerjakan dan banyak hal lain lagi.

E. Ganti Rugi Karena Luka Industri

Apabila sesesorang pekerja mendapat luka pada waktu sedang melakukan pekerjaan , beliau boleh mengajukan tuntutan untuk mendapatkan ganti rugi terhadap majikannya, jika ia dapat mengambarkan bahwa majikan itu telah ceroboh sebab tidak melakukan perawatan yang banyak bagi keselamatan pekerjaannya atau telah melanggar kewajibannya yang ditentukan bagi majikan oleh undang-undang.permintaan itu boleh diteruskan baik selaku somasi alasannya adalah kasalahan perdata maupun selaku gugatan sebab melanggar sebuah syarat diam-membisu dalam perjanjian kerja.

  Penerapan Asas Kebebasan Berkontrak Dalam KesepakatanKerja Untuk Waktu Tertentu

Karena namanya ganti rugi, maka sebaiknya besar ganti rugi adalah sebesar kerugian yang diderita pekerja alasannya adalah luka industri. Tapi dalam pasal 1249 KUH Perdata menawarkan pengecualian, ialah antara para pihak sudah ada suatu janji mengenai besarnya ganti rugi yang mesti dibayar.

a. Tanggung jawab majikan alasannya lalai

Majikan memiliki kewajiban berhati-hati terhadap pekerjaannya,dan luasnya keharusan ini sering diklasifikasikan menjadi tiga bab ialah:

1.Menyiapkan tenaga yang komponen.
2.menyediakan pearlatan dan daerah yang ama.
3. melaksanakan koordinasi yang cocok untuk menjamin sitem yang aman.

Sedangkan majikan tidak menawarkan sebuah jaminan tentang kecakapan dan keterampilan pekerjanya,Ia harus waspada dalam pilihannya, menunjukkan petunjuk-petunjuk yang pantas terhadap mereka dan memberhentikan setiap pekerja yang tingkah lakunya mungkin berbahaya bagi yang lainnya.

b. Melanggar kewajiban undang-undang.

Dalam bagian tertentu telah diberikan pertimbangan mengenai ketentuan-ketentuan undang-undang yang lebih penting yang telah ditetapkan keamanan di daerah kerja dan kepada beberapa persoalan interprestasi yang sudah dikemukakan di pengadilan.Sedangkan pelanggaran salah satu dan ketentuan –ketentuan keamanan ini oleh majikan atau oleh pengguasa pabrik bboleh dieksekusi secara pidana, sebuah pertanyaan selanjutnya muncul perihal apakh sesorang pekerha yang menderita luka oleh pelannggaran itu boleh menuntut ganti rugi atau tidak.

c. Santunan luka-luka industri

Hukum kesalahan perdata dengan sendirinya memiliki beberapa kelemahan sebagai alat untuk mengurus pada korban kecalakaan atau penyakit di daerah kerja. Ia memerlukan insiatif yang mungkin tidak telah diperoleh pekerja yang sakit atau yang luka itu.

d. Upaya dan aturan lainnya

Seorang pekerja yangluka pada dikala waktu yang sama boleh mengajukan gugatanuntuk ganti rugi kepada majikannya alasannya kelalaian atau melanggar keharusan undang-undang dan juga menuntut sumbangan asuransi nasional. Jika kedua permintaan dibolehkan, beliau mungkin memperoleh ganti rugi lebih (over compensated ) bagi luakannya. Sebaliknya mungkin dipersoalkan pertolongan asuransi nasional itu berkepentingan, ia hany menerima jumlah yang menjadi haknya dengan bantalan an kontribusinya.

F. Pemberitahuan dan Pemberhentian

Jangka Waktu Yang Memenuhi Syarat Dan Pekerjaan Terus Menerus
Kebanyakan hak diatur dalam undang-undang yang terutama hak-hak atas keterangandan upaya aturan bagi pemberhentian yang tidak adil, cuma disediakan untuk para pekerja yang sudah dipekerjakan terus-menerus oleh majikannya selama rentang waktu yang memenuhi syarat.demikian juga hak-hak undang-undang dalam bab 21 (keterangansyarat-syarat secara tertulis ), bagian 22 (pembayaran jaminan, hak-hak selam bersalin), dan bagian 26 (pembayaran lebih ) semua tergantung pada periode kerja yang menyanggupi syarat. Istilah “dipekerjakan terus-menerus” balasannya sungguh penting dan untuk semua tujuan ini, rentang waktu itu dihitung sesuai dengan undang-undang kontrakkerja tahun 1972 daptar 1 sebagaimana diamandir oleh undang-undang perlindungan tenaga kerja 1975.

Pemberhentian Dengan Pemberitahuan
Suatu kontrakuntuk jangka waktu tertentu atau untuk jenis pekerjaan tertentu biasanya umumnya berakhir dengan sendirinya pada dikala habisnya jangka waktu tersebut atau selesainya pekerjaan itu lebih biasa lagi, jiak pekerjaan itu dikerjakan untuk rentang waktu yang tidak tertentu, setiap pihak boleh menuntaskan dengan menginformasikan kepada pihak lainnya, dan lamanya rentang waktu pemberitahuan yang dibutuhkan kadang kala merupakan syarat yang tegas dalam perjanjian. Bahkan dalam kesepakatandengan rentang waktu tertentu, boleh dimuat suatu syarat yang meberi hak kepada satu atau dua pihak menuntaskan kesepakatandenga pemberitahuan lebih dulu. Jika tidak ada kesepakatan lebih dulu perihal jangka waktu pemberitahuan, maka jangka jangka waktu yang patut harus diberikan.

Pemberitahuan Yang Tidak Adil
Menurut common law seorang majikan dapat memberhentian seorang pekerja setiap saat, tapa memberi alas an, dengan ketentuan mesti diberitahu dengan patut. Hanya pemberhentian tanpa pemberitahuan yang layak mampu ialah perbautan tidak sah, dan lalu beban pembuktian bahwa pemberhentian itu tidak sah, terletak pada pekerja itu. Konsep gres mengenai pemberhentian yang tidak adil diperkenalkan tahun 1971, dan kini dikuasai oleh daftar 1 undang-undang seriakt buruh dan kekerabatan tenaga kerja 1975 dan 1976.

  Sosiologi Aturan

Pemberhentian Yang Melawan Hukum
Gugatan common law untuk mendapatkan ganti rugi alasannya peberhentian yang melawan hukum telah digantikan oleh rancangan undang-undang tentang pemberhentian yang tidak adil. Yang terakhir ini sebagian besar sudah menggantikan yang pertama dalam praktek, Karen pemberhentian itu menjadi tidak adil bahkan peradilan lebih singkat dan kuarang formal daripada perasilan biasa. Tetapi dalm beberapa hal, cuma mungkin diajukan kemuka pengadilan biasa contohnya kalau pekerja itu telah dipekerjakan selam kurang dari 26 minggu. Lagi pula khususnya dalam kontrakdengan jangka waktu tertentu yang panjang. Ia dapat menjadi lebih menguntungkan untuk mengganti yang menurut common law, dimana tidak ada batas mengenai jumlah kemampuan mengeluarkan uang ganti rugi.

Permberhentian Karena Kelakuan Yang Tidak Baik
Sehubungan dengan dua cara pemberhentian yang tidak adil dan yang melawan hukum, majikan dapat dibenarkan memberhentikan pekerjaannya dengan secepatnya(summarily) alasannya kelakuannya yang sangat jelek. Contoh :

Kelalaian, seseorang yang bertindak gegabah (tidaka hati-hati) umumnya akan dianggap tidak cukup, namun kelalaian yang diulangi mampu menjadi alas an pemberhentian segera, terutama jikalau pekerja itu sudah diperingatkan. Kebanyakan hal ini tergantung pada jabatan yang dipegang, sifat pekerjaan itu dan kerusakan yang ditimbulkan, atau alas an yang menimbulkan kerusakan terhadap barang atau kerugian terhadap temansekerja.

G. Pembayaran Lebih Dan Hak-Hak Lainnya
Pembayaran Lebih
Seorang pekerja tidak berhak mendapatkan pembayaran lebih sampai ia sudah dipekerjakan terus-menerus oleh majikannya selama paling sedikit dua tahun.

Prosedur Menangani Kelebihan
Disebabkan karena balasan-akibat irit dan sosial perihal “keunggulan” tenaga kerja, terutama dalam ukuran besar,keharusan-kewajiban aturan yang baru dibebenkan pada para majikan oleh undang-undang bantuan tenaga kerja 1975 pasal 99-107.

Kematian, Pembubaran, dan Insolvensi
Kematian seorang majikan secara perorangan disebakan sifat pribadinya, hamper selalu akan menuntaskan perjanjian. Hal ini mampu menyebabkan beberapa akhir antar lain : upah, pembayaran lebih.

Hak-Hak Jaminan Sosial
Rencana asuransi nasional dipeekenalkan secar luas bentuknya sekarang oleh undang-undang asuransi nasional 1946, kini dikuasai secara keseluruhannya oleh undang-undang jaminan sosial 1975. Undang-undang tersebut memperlihatkan ruang lingkup faedah yang luas bagi mereka yang memerlukan, selaku imbalan donasi mingguan dari pekerjaan dan majikan.

IV. Kesimpulan
Menurut Pasal 1601a KUH Perdata “perjanjian kerja yakni persetujuandimana pihak yang satu , buruh, mengikatkan diri untuk dibawah pimpinan pihak lainnya, majikan, untuk waktu tertentu, melaksanakan pekerjaan dengan menerima upah ”

Syarat-syarat pekerjaan :

a. Tentang upah
b. Kewajiban biasa majikan
c. Hak-hak khusus pekerja menurut undang-undang
d. Kewajiban pekerja

Menurut pasal 1320 KUH Perdata untuk sahnya suatu perjanjian diharapkan empat syarat, yakni:

1. Kesepakatan antara kedua belah pihak
2. Kecakapan untuk menciptakan suatu perjanjian (dalam hal ini belum dewasa dianggap tidak cakap untuk melakukan perjanjian).
3. Susuatu hal tertentu, yang dalam hal ini untuk menerima tenaga kerja dan mempekerjakan tenaga kerja.
4. Sebab halal (jadi pekerjaan itu merupakan yang diperbolehkan berdasarkan undang-undang).

V. Penutup
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan. Kami sadar bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan sebab keterbatasan kami dalam memahami dan menelaah dan sebab kurangnya tumpuan.

Untuk itu kritik dan anjuran yang membangun demi kesempurnaan makalah-makalah berikutnya sungguh kami harapkan. Akhirnya agar tulisan ini berfaedah bagi kita semua dan bagi pemakalah pada utamanya. Amin…


DAFTAR PUSTAKA
Soepomo, Imam, Pengantar Hukum Perburuhan, Jakarta : Djambatan 1980

Soepomo, Imam, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, Jakarta : Djambatan 1990

Muhammad, Abdulkadir , Hukum Perjanjian. Bandung : Alumni 1980

Kartasapoetra, G., R.G. Kartasapoetra, dan A.G. Kartasapoetra, Hukum Perburuhan di Indonesia Berlandaskan Pancasila. Jakarta: Sinar Grafika, 1994. cet. Ke-4

Badrulzaman, Mariam Darus, Aneka Hukum Bisnis, Bandung: Alumni, 1994

Satrio, J., Hukum Perikatan Perikatan Pada Umumnya, Bandung: Alumni, 1993