Perekonomian Indonesia Pada Masa Soeharto (1967-1998)

Perekonomian Indonesia Pada Masa Soeharto (1967-1998)
Perekonomian Indonesia Pada Masa Soeharto  Perekonomian Indonesia Pada Masa Soeharto (1967-1998)
MASA kekuasaan Soeharto yakni yang terpanjang dibandingkan presiden lain Indonesia hingga ketika ini. Pasang surut perekonomian Indonesia juga paling dinikmati pada eranya.
Ia menjadi presiden di saat perekonomian Indonesia tak dalam keadaan baik. Pada 1967, dia mengeluarkan Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1967, tentang Penanaman Modal Asing. UU ini membuka lebar pintu bagi penanam modal abnormal untuk menanam modal di Indonesia.
Tahun berikutnya, Soeharto menciptakan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang mendorong swasembada. Program ini mendongkrak perkembangan ekonomi Indonesia sampai tembus 10,92 persen pada 1970.
Ekonom Lana Soelistianingsih menyebut, iklim ekonomi Indonesia pada ketika itu lebih terarah, dengan sasaran meningkatkan pertanian dan industri. Hal ini menciptakan ekonomi Indonesia berkembang drastis. Setelah itu, di tahun-tahun selanjutnya, sampai sekitar tahun 1997, pertumbuhan ekonomi Indonesia condong tinggi dan terjaga di kisaran 6-7 persen.
Namun, selama Soeharto memerintah, acara ekonomi terpusat pada pemerintahan dan dikuasai kroni-kroni presiden. Kondisinya keropos.
Pelaku ekonomi tak menyebar seperti dikala ini, dengan 70 persen perekonomian dikuasai pemerintah. Begitu dunia mengalami gejolak pada 1998, struktur ekonomi Indonesia yang keropos itu tak bisa menopang perekonomian nasional.
“Ketika krisis, pemerintah kehilangan pijakan, ya bubarlah perekonomian Indonesia karena sangat bergantung pada pemerintah,” kata Lana.
Posisi Bank Indonesia (BI) pada masa Soeharto juga tak independen. BI hanya alat epilog defisit pemerintah. Begitu BI tak mampu membendung gejolak moneter, maka terjadi krisis dan inflasi tinggi hingga 80 persen.
Pada 1998, negara bilateral pun menawan diri untuk membantu ekonomi Indonesia, adalah dikala krisis sudah tak terhindarkan. Pertumbuhan ekonomi pun merosot menjadi minus 13,13 persen.
Pada tahun itu, Indonesia menandatangani akad dengan Badan Moneter Internasional (IMF). Gelontoran utang dari forum ini mensyaratkan sejumlah pergeseran kebijakan ekonomi di segala lini.